Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Prabowo Diminta Hentikan Kebijakan Dedi Mulyadi Kirim Anak ke Barak Militer

Langkah Dedi Mulyadi mengirim anak ke barak militer tidak hanya melanggar hak anak, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar perlindungan anak.

4 Mei 2025 | 08.49 WIB

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyalami petugas keamanan saat mengikuti halal bihalal di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 8 April 2025. Antara/Raisan Al Farisi
Perbesar
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyalami petugas keamanan saat mengikuti halal bihalal di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 8 April 2025. Antara/Raisan Al Farisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA) mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirimkan siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer. Menurut aliansi anti-kekerasan terhadap anak ini, pendidikan disiplin ala militer bukan untuk anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Koalisi tersebut meminta Prabowo untuk menginstruksikan jajaran pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah ramah anak dalam mengatasi permasalahan siswa yang berperilaku menyimpang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Praktik mengirimkan siswa bermasalah ke barak TNI untuk pendisiplinan semacam ini tidak hanya melanggar hak-hak anak, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam hukum nasional dan internasional,” tutur Aliansi PKTA, dikutip dari keterangan resmi pada Ahad, 4 Mei 2025.

Koalisi mengatakan, intervensi terhadap anak semestinya memperhatikan faktor penyebab sikap antisosial yang cenderung kompleks. Perbuatan menyimpang anak tidak serta merta merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, melainkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti keluarga, pendidikan, lingkungan, hingga teman sebaya.

Lebih jauh aliansi ini mengatakan, bercermin dari fenomena panjang kekerasan aparat, maka pengiriman anak untuk didisiplinkan di barak seharusnya tidak dilakukan. Mereka menyinggung catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) yang menyatakan pada periode Oktober 2023 sampai dengan September 2024 terdapat 64 peristiwa kekerasan TNI terhadap warga sipil.

Dari jumlah kekerasan tersebut, beberapa korban jiwa merupakan anak di bawah umur. Salah satunya kasus anak berinisial MHS yang tewas usai dianiaya anggota TNI di lokasi kejadian tawuran. Catatan kekerasan ini, kata koalisi, menunjukkan sikap aparat TNI yang cenderung mengedepankan kekerasan atau kekuatan berlebih.

“Corak militeristik yang demikian justru sangat berpotensi mengancam kebebasan anak sehingga anak akan belajar dan tumbuh dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak, bahkan tidak juga menjawab akar persoalan penyebab anak berperilaku menyimpang,” tutur mereka.

Tak hanya itu, aliansi menilai penempatan anak di barak justru akan melabelisasi anak sebagai anak nakal. “Ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan stigma negatif terhadap anak,” kata Aliansi PKTA.

Aliansi menyebut solusi yang tepat terletak pada pengembalian anak kepada orang tua, lingkungan, dan pendidikan sebagai elemen yang memegang tanggung jawab atas anak. Kemudian penguatan, pembenahan, dan perlindungan dengan menjunjung kepentingan anak juga harus dikedepankan agar anak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan yang suportif dan positif.

Menurut mereka, salah satu mekanisme penguatan sistem pendampingan keluarga bisa dilakukan melalui program Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Program tersebut dapat dimanfaatkan untuk pelatihan-pelatihan bagi orang tua dan mengajarkan intervensi yang ramah anak.

Rencana Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa yang dinilai bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.

Sedikitnya 69 pelajar sudah dikirim ke barak militer. Dedi Mulyadi mengatakan kriteria anak yang disertakan dalam pendidikan semi-militer tersebut dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama.

Ervana Trikarinaputri

Lulusan program studi Sastra Inggris Universitas Padjadjaran pada 2022. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus