Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROSES penggodokan RUU Perubahan atas UU Nomor 20/1982 dan RUU Prajurit ABRI di DPR cukup alot. Tapi, yang menarik, justru F-KP, dan bukan F-ABRI, yang banyak menyampaikan usulan. Berikut wawancara Bambang Harymurti dan Diah Purnomowati dengan Menhankam Poniman di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Sabtu pekan lalu, usai mengantar pulang Menhan PNG, James L. Pokasui. Apa sebenarnya tujuan penyusunan RUU Prajurit ABRI itu? Itu pelaksanaan pasal 21 dan 22 UU Nomor 20/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI. Pasal 21 mengatur sistem rekrutmen ABRI, pasai 22 memuat cara memperoleh anggota cadangan TNI. Semula, rencananya akan disahkan 19 Desember lalu, tapi kemudian mundur 22 Februari. Apa hambatannya? Itu bukan hambatan, hanya kesempatannya yang baru ada. RUU itu sendiri sudah tiga tahun lalu dipersiapkan. Kami memang mengharapkan segera dapat diundangkan. Tapi itu 'kan tergantung kesempatan pemerintah menyampaikannya ke DPR dan kesempatan DPR menyidangkannya? Apa dasar pikiran mengubah usia pensiun itu? Begini. Matang-matangnya seorang perwira tinggi itu 'kan 55 tahun ke atas. Nah, kesempatan inilah yang hendak kita manfaatkan. Tapi pemanfaatan tenaga pati usia 55 tahun ke atas itu juga harus selektif sekali. Kalau memang dibutuhkan sekali, karena memang potensial, dan tempatnya juga ada, ia diberi kesempatan sampai pada usia 60 tahun. Untuk memperpanjang masa tugas Angkatan 45? Ah, tidak betul itu. Tidak betul, tidak betul. Angkatan 45 sudah happy kalau sudah bisa melaksanakan tugas sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Dan kami per-caya betul pada generasi penerus. Kalau nggak percaya, siapa lagi yang mempercayai mereka? Kenapa justru F-KP, dan bukan F-ABRI, yang banyak menyampaikan usulan? Itu hak F-KP dan F-ABRI Tanya saja sama fraksi-fraksi itu. Jangan tanya saya, dong. Saya 'kan tidak tahu ... (tertawa). Ketika rancangan kedua RUU itu disampaikan kepada Presiden, apa keberatan beliau ? Presiden tidak keberatan. Presiden perlu melihat, meneliti. Tidak begitu saja sebuah inisiatif diajukan oleh Departemen Hankam, lantas Presiden membuat amanat agar diajukan ke DPR. Itu tidak mungkin. Jadi, dari Presiden dulu, baru ke DPR. Tidak ada keberatan dari Presiden. Dan biasanya memang sudah kita garap begitu, sehingga nantinya tinggal beres di tangan Presiden. Daripada Setkab atau Setneg meneliti apakah sudah sesuai dengan UU atau belum dan sebagainya? Lagi pula, teknik penyusunan RUU 'kan begitu. Presiden baca sendiri? Oh, jelas, jelas. Pasti, pasti. Bapak puas dengan kedua RUU itu? Yah, saya bisa menerimanya, karena merupakan kehendak rakyat, dan semua fraksi sudah sepakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo