Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Baret merah di pucuk

Presiden Soeharto melantik Jenderal Edi Sudrajat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal Try Sutrisno. Try akan dilantik pula sebagai Pangab menggantikan jenderal LB Moerdani.

27 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAKNYA inilah Senin yang berbaha-gia bagi Edi Sudrajat. Pagi harinya ia melaporkan kenaikan pangkatnya sebagai jenderal penuh dengan bintang empat pada KSAD Jenderal Try Sutrisno di MBAD. Siangnya, di Istana Negara, prajurit yang berasal dari kesatuan baret merah Kopassus dengan Nrp. 18484 ini dilantik Presiden Soeharto sebagai KSAD menggantikan Try Sutrisno, yang sejak 22 Februari diberhentikan dengan hormat sebagai KSAD. Try sendiri, Sabtu pekan ini, akan dilantik menjadi Pangab menggantikan Jenderal L.B. Moerdani. Sedang serah terima jabatan Pangab akan dilakukan pada 29 Februari. Upacara pelantikan itu sendiri berlangsung secara sederhana dan memakan waktu cuma sekitar 20 menit. Usai pengambilan sumpah dan pembacaan berita acara pelantikan, diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya, disusul pemberian ucapan selamat dari hadirin. Edi bukan cuma satu-satunya perwira tinggi yang diselamati hadirin usai upacara. Adolf Sahala Rajagukguk juga jadi sasaran. Maklum, bintang kuning emas di pundaknya bertambah hari itu. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) ini kini berpangkat letnan jenderal. Rajagukguk kabarnya akan segera dilantik menjadi Wakil KSAD, menggantikan jabatan Edi Sudrajat. Kenaikan pangkat ini agak berbeda dengan yang lain terjadi. Blasanya penambahan bintang baru dilakukan setelah pelantikan jabatan baru. Jenderal Try Sutrisno sendiri, misalnya, berpangkat letnan jenderal tatkala dilantik menjadi KSAD. Beberapa bulan setelah itu, barulah pangkatnya dinaikkan menjadi jenderal. Belum jelas benar mengapa kali ini berbeda. Yang pasti, kini mulailah zaman kepemimpinan lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) di Angkatan Darat. Sebab, Jenderal Try Sutrisno, yang kini digantikan Edi, berasal dari Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Sedangkan Edi Sudrajat dan Rajagukguk adalah lulusan AMN. Tapi bukan berarti akan segera ada perubahan mendasar. "Saya akan meneruskan kebijaksanaan pendahulu saya sesuai yang digariskan Renstra ABRI," kata Edi kepada wartawan usai upacara. Ini agaknya berarti pengalihan generasi baru berjalan mulus. "Ya . . . soalnya sudah lama dipersiapkan, sih," kata Jenderal L.B. Moerdani ketika didesak wartawan tentang resep sukses alih generasi ini. Jenderal Benny sendiri tak mau menyebutkan hal ini sebagai sukses kepemimpinannya. "Yang menilai 'kan Anda-anda, masa saya sendiri," katanya setengah berkelakar. Jenderal Benny juga tak setuju terhadap penggunaam istilah generasi muda bagi pimpinan ABRI sekarang. "Jangan keliru, Edi Sudrajat itu adalah KSAD yang tertua karena (berusia) 50 tahun," katanya. "Dan Try Sutrisno juga Pangab yang tertua. Karena Pak Jusuf itu menjadi Pangab pada usia 48 tahun dan saya 50 tahun," tambahnya. Agaknya, yang dimaksud adalah untuk masa Orde Baru. Pasalnya, di zaman sebelumnya banyak jabatan puncak ABRI dipegang perwira muda usia. Jenderal A.H. Nasution misalnya, menjabat KSAD ketika usianya menjelang 30 tahun. Namun, hal seperti ini, tampaknya, memang cuma bisa terjadi di zaman perang kemerdekaan. Meski Edi Sudrajat dan Rajagukguk tidak pernah mengikuti revolusi fisik, karier keduanya melesat lewat berbagai pertempuran, sejak Trikora di tahun 60-an hingga Timor Timur di akhir 1970-an. Dan di medan laga terakhir inilah, agaknya, mereka berhasil mernperlihatkan kemampuan yang mengangkat mereka ke kedudukan sekarang. Jenderal Benny menolak pula pengelompokan generasi-generasi ini. "Kita itu satu semua tetapi kebetulan ada yang mendapat kesempatan tahun 1988 dan ada tahun 1983," katanya. Karena itu, "Tidak usah dipermasalahkan tetapi bagaimana kita mempersiapkan, termasuk kalau sudah tiba waktunya berhenti . . . ya . . . berhenti. Dan juga jangan mengutik-utik saya berhasil dan ia tidak. Saya bisa, yang lain tidak," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus