Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Puluhan Alumni Australian National University Tuntut Bamsoet Klarifikasi soal Penerbitan Jurnal

Alumni ANU membantah pernyataan Bamsoet yang mengatakan produk penelitian sivitas akademika ANU wajib di-submit ke lima jurnal yang diterbitkan ANU.

9 Juli 2024 | 14.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua MPR RI/Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan RI (UNHAN), Bambang Soesatyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 50 alumni Australian National University (ANU) di Indonesia membantah pernyataan Bambang Soesatyo atau Bamsoet terkait penerbitan jurnal di ANU. Mereka membantah pernyataan Bamsoet yang mengatakan produk penelitian sivitas akademika ANU wajib di-submit ke lima jurnal yang diterbitkan oleh ANU sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pernyataan Bambang Soesatyo yang tidak benar tersebut dapat menciptakan kesan yang salah tentang standar akademik ANU dan menurunkan kredibilitas universitas tersebut di mata masyarakat,” kata Arief Anshory Yusuf mewakili puluhan alumni dalam keterangan bersama tertulis, Selasa, 9 Juli 2024. “Oleh karena itu, yang bersangkutan harus mengklarifikasi pernyataannya.” 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lulusan Ph.D Crawford School ANU tahun 2009 ini mengatakan tidak ada ketentuan wajib menerbitkan penelitian di jurnal ANU, baik secara formal maupun informal. Ia mengatakan ANU memberikan kebebasan kepada para peneliti dan akademisinya untuk mempublikasikan hasil penelitian mereka di jurnal-jurnal yang paling sesuai dengan bidang studi dan dampak yang diinginkan. 

“Kami percaya bahwa gagasan dan hasil penelitian selayaknya diuji secara eksternal, bukan internal,” ujar dia.

Menurut Arief, peer review eksternal sangat penting untuk memastikan validitas dan reliabilitas temuan penelitian. Ia mengatakan publikasi di jurnal eksternal membuka peluang bagi penelitian untuk diakses oleh audiens yang lebih luas, mendorong beragam perspektif, dan meningkatkan kredibilitas temuan.

Pernyataan Bamsoet ihwal ANU disampaikan saat menerima kunjungan Persatuan Profesor/Guru Besar Indonesia (PERGUBI) di Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.

Bamsoet saat itu membicarakan kewajiban dosen dan mahasiswa S2 sampai S3 mempublikasikan artikel dalam jurnal terindeks Scopus. Ia mengatakan hal ini justru mendatangkan moral hazard baru dengan lahirnya para 'calo jurnal'. Di sisi lain, kata Bamsoet, mengistimewakan Scopus justru membuat pertumbuhan jurnal dalam negeri menjadi terhambat karena semuanya mengejar Scopus.

Bamsoet mengatakan Indonesia seharusnya mencontoh Australian National University (ANU). Ia mengatakan produk penelitian sivitas akademika ANU wajib disubmit ke 5 jurnal yang diterbitkan oleh ANU sendiri. Ia mengatakan aturan ini menumbuhkembangkan jurnal internal ANU untuk terus berkembang.  Menurut dia, penelitian mahasiswa dan dosen dari berbagai disiplin ilmu ini justru dipublikasikan oleh jurnal dari kampus mereka sendiri.

"Daripada sibuk mengejar jurnal terindeks Scopus, lebih baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong agar kampus bisa memiliki jurnal sendiri. Sehingga kita bisa berdaulat dalam dunia pendidikan, tidak hanya sibuk mengejar Scopus dengan label internasional yang kapabilitas dan kapasitasnya juga bisa jadi tidak kalah hebat dengan jurnal dari dalam negeri," jelas Bamsoet.

 

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus