Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Radar Politik Jenderal Edi

Wawancara Tempo dengan menhankam Edi Sudrajat tentang pembentukan organisasi berwawasan kebangsaan, pcpp (persatuan cendekiawan pembangunan pancasila).

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA muncul ide untuk membentuk Ikatan Cendekiawan Kebangsaan Indonesia (ICKI), yang dimaksudkan sebagai perekat antara organisasi yang berbeda aliran, Menhankam Jenderal (Pur.) Edi Sudradjat kontan menyambutnya. "Itu ide bagus, teruskan saja. Pemerintah mendukung organisasi yang berwawasan kebangsaan," katanya. Tak pelak lagi, Menteri Edi menjadi pejabat tinggi pertama yang mendukung gagasan ini secara terbuka. Bahkan dalam seminar kebangkitan nasional yang berlangsung di Semarang, dua pekan silam, Menteri Edi mengingatkan perlunya upaya untuk meningkatkan kualitas integritas nasional. "Bangsa kita memerlukan kesatuan dan persatuan sebagai penjelmaan wawasan kebangsaan yang kental untuk menghadapi tantangan dari tata dunia baru," katanya. Latar belakang militer yang dimiliki Edi tampaknya relevan kalau kini ia menjadi "sandaran" sekaligus "mewakili" kelompok masyarakat yang risau terhadap perkembangan peta politik belakangan. Khususnya bagi mereka yang merasa semangat aliran terasa sangat kencang. Tak diragukan, kepekaan politik yang dimiliki Menteri Edi dalam mendeteksi kerisauan ini. Dengan bekal pengalaman sebagai Pangab -- sekalipun singkat, hanya sekitar tiga bulan -- dan KSAD terlama dalam sejarah (1988-1993), ia seolah memiliki radar politik yang lumayan. Sabtu pagi pekan lalu, di Jakarta, Menteri Edi dihubungi oleh wartawan TEMPO Linda Djalil lewat telepon. Berikut petikan wawancara itu: Komentar Anda tentang terbentuknya PCPP? Saya sebenarnya tak tahu akan ada PCPP. Persiapan itu pun tak saya ikuti. Tetapi menurut saya, kalau toh nanti ada ormas itu, yang untuk mereka merasa ingin diwadahi, ya patut diwadahi. Manusia kan makhluk sosial, yang bukan hidup sendiri-sendiri. Tetapi kenapa, ya, memakai nama cendekiawan? Buat saya, itu aneh. Maksudnya? Kesannya sombong. Apa mereka mengaku cendekiawan? Biasanya, sifat orang Indonesia kan tak mau membesarkan diri. Tetapi kan terbentuknya PCPP lewat perguruan tinggi swasta? Ya, itu sih wajar saja, karena di sana gudangnya, yaitu orang-orang yang ingin diwadahi itu. Jadi, normal saja. Apakah PCPP ini bisa menjadi perekat terhadap organisasi cendekiawan yang sudah ada? Saya berharap seperti itu.... Haruskah PCPP ini punya wawasan kebangsaan? Ya, dong. Itu mutlak! Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Wawasan kebangsaan sangat mengindahkan kondisi yang majemuk. Apakah Anda melihat bahwa ICMI sekarang sudah terlibat politik praktis? Ha-ha-ha.... Jawabannya adalah: saya serahkan penilaian itu kepada masyarakat sendiri. Munculnya PCPP ini apakah boleh diibaratkan sebagai gerak pendulum untuk mengimbangi ICMI? Kok, pakai pendulum segala? Orang mendirikan organisasi profesi, tentu ada pedomannya. Dan pedomannya hanya satu. Kalau persatuannya satu, pendulum atau bandulannya pasti tak akan goyang-goyang, kok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus