USIANYA sudah 78 tahun, tapi Rektor Universitas Krisna Dwipayana (Unkris) Raden Moehono masih ingin memulai sesuatu yang baru, rupanya. Hingga pekan ini, ia sibuk mempersiapkan Persatuan Cendekiawan Pembangunan Pancasila Indonesia (PCPP). Wadah itu dirintisnya bersama staf pengajar Unkris, antara lain, Mandiri Sianipar dan Markus Maly. Untuk Angkatan 45, Moehono memang termasuk generasi tua. Karier militernya dimulai di awal perang kemerdekaan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat, ia bertugas mula-mula di Kebumen, Jawa Tengah. Lalu pindah ke Purwokerto dan Yogyakarta dengan pangkat Kapten Corps Polisi Militer (CPM). Usai pengakuan kedaulatan, Mayor Moehono belajar notariat di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Mulanya bujangan Moehono tak punya masalah. Tapi begitu menikah dengan R.A. Sri Dewanti, pada tahun 1954, Moehono bingung: ia tak punya rumah. Untung ada Komandan Resimen Yogyakarta, Soeharto (kini presiden). Moehono diberi rumah. "Saya tak bakal lupa," tutur Moehono. Dia kemudian menjadi asisten Panglima Divisi Diponegoro, Soeharto, sampai tahun 1956. Ia lalu ditarik ke Jakarta untuk menjabat Direktur Jawatan Kehakiman Angkatan Darat, merangkap Direktur Akademi Hukum Militer (AHM) sampai tahun 1961. "Sudharmono (bekas Wakil Presiden) dan Ali Said (bekas Ketua Mahkamah Agung) itu murid saya," kata Moehono. Tahun 1960-1962, Brigjen Moehono menjabat Jaksa Agung Muda. Konon Moehono, yang sempat dekat dengan beberapa aktivis Partai Sosialis Indonesia, turut menangkapi lawan politik Bung Karno. Di antaranya, Perdana Menteri Syahrir, Tokoh Masyumi Mohammad Natsir, dan Sjafruddin Prawiranegara. Sebelum di Universitas Krisna Dwipayana, ia sudah memimpin beberapa perguruan tinggi. Termasuk sebagai Dosen Guru Besar Sekolah Staf Komando AD (SSKAD/Seskoad), bersama Umar Wirahadikusumah, yang belakangan sempat menjadi Wakil Presiden. Moehono, dulu Asisten Menteri Panglima AD Letjen Ahmad Yani, pensiun pada tahun 1972, dengan pangkat mayor jenderal. Jabatan militer terakhirnya adalah Sekretaris Jenderal Dewan Tanda Kehormatan dan Sekretaris Militer Presiden Soeharto. Setelah pensiun, Moehono tetap sibuk. Bahkan, ada urusan yang sukar dilepaskan pecandu sepak bola dan tenis yang pernah menjadi Wakil Ketua PSSI ini. Misalnya, sebagai pengurus Wisma Nusantara. Moehono baru bisa melepasnya tahun 1991, setelah 21 tahun ditugasi oleh Pak Harto membangun gedung bertingkat 30 di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, itu. Dia juga lama mengabdi di Yayasan Harapan Kita. Ia pun menjabat Rektor Unkris dua periode sejak 1986. Empat tahun lalu, ayah tujuh anak dan kakek delapan cucu ini sempat minta berhenti. Tapi pihak yayasan tak setuju. Urusan pun kisruh saat pelantikan rektor baru batal akibat diprotes mahasiswa dan Senat Guru Besar. "Tapi saya ingin istirahat," katanya. Setelah ambisinya mendirikan PCPP terpenuhi? Berikut petikan wawancara TEMPO dengan Moehono: Apa kekurangan ikatan cendekiawan selama ini? Sebenarnya kami tak menentang wadah yang sudah ada. PCPP juga bukan reaksi terhadap mereka. Kami cuma ingin wadah cendekiawan independen yang membantu pemerintah dalam pembangunan bangsa. Termasuk mengoreksi pemerintah? Kalau mengkritik pemerintah, jelas tidak. Wadah ini tak berpolitik. Kecuali mendukung politik pemerintah. Soal mengoreksi, itu bukan tugas saya. Kan ada DPR-MPR. Mengapa Anda mengajak Alamsjah? Saya mengajak tanpa melihat latar belakang. Hanya kesamaan gagasan. Mengenai Alamsjah, ya, itu karena beliau pernah menjabat berbagai posisi. Jadi dianggap lebih berpengalaman. Itu saja. Mengapa pendirian PCPP perlu restu Pak Harto? Yang ingin melaporkan kepada beliau itu Alamsjah. Tapi itu soal ICKI, yang merupakan gagasan Alamsjah sendiri. Bukankah Alamsjah ikut bicara dalam pertemuan awal tanggal 29 April lalu? Ya. Tapi kan belum ada kesepakatan apa-apa. Jadi kalau kemudian Alamsjah ingin mengembangkan ICKI, ya, itu terserah beliau. Kapan kira-kira PCPP akan berdiri? Kami orang Unkris terkenal lamban, karena kami tak mau buru- buru. Saat ini kami baru menggarap Anggaran Dasar. Tanggal 30 Mei ini kami rapat lagi untuk menyepakatinya. Soal kapan berdiri, kami tak pasang target. Yang pasti, semua syarat keormasan Departemen Dalam Negeri harus dipenuhi. Seperti harus mempunyai 14 cabang. Memangnya sekarang ini sudah ada berapa cabang PCPP? Ya, belum ada. Ivan Haris, Agus Basri, dan Diah Purnomowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini