Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Indonesia Heri Hermansyah mendukung sistem penjurusan SMA kembali di tetapkan. Menurut dia, sistem penjurusan lebih memberikan panduan yang jelas bagi seorang siswa untuk memilih peminatan di jenjang perguruan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan editor: Gerhana Matahari dalam Pemerintahan Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tentunya pada saat masuk ke universitas akan memudahkan si mahasiswa apabila dia saat SMA sudah terekspos dengan keilmuan yang mulai menjurus ke program studi," kata Heri dalam konferensi pers di Universitas Indonesia, Kampus Depok, Jawa Barat, Rabu, 23 April 2025.
Heri menuturkan kurikulum yang diberlakukan saat ini menyebabkan terjadinya penurunan minat siswa terhadap bidang sains dan teknologi (saintek). Alasannya, menurut Heri, karena siswa sejak awal sudah diberikan pilihan mata pelajaran yang general, sehingga program studi yang dipilih pun dipastikan akan general.
"Tapi kalau saat SMA sudah ada peminatan ke saintek, mungkin pada saat dia memilih ke peminatan perguruan tinggi yang relevan itu juga bisa lebih fokus," kata dia.
Heri mencontohkan ketika seseorang mengambil jurusan ilmu pengetahuan alam (IPA), maka murid maupun universitas nantinya tidak akan ragu untuk memilih rumpun sains. Begitupun pelajar yang mengambil jurusan IPS.
Selain memberikan kejelasan bagi dua minat keilmuan, Heri berpendapat sistem penjurusan juga memungkinkan siswa untuk mengambil program studi lintas jurusan atau linjur saat kuliah. "Karena SMA itu walau bagaimana masih tahapan general. Membutuhkan yang lebih spesifik lagi sesuai dengan bidang terkait," katanya.
Sebelumnya, pemerintah berencana kembali menerapkan sistem penjurusan SMA. Sistem penjurusan ini sebelumnya dihapus dalam penerapan Kurikulum Merdeka yang digagas Menteri Nadiem Makarim.
Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, dengan diterapkannya kembali sistem penjurusan, maka dalam ujian akhir atau saat ini disebut dengan tes kemampuan akademik (TKA), siswa dapat memilih mata pelajaran yang paling diminatinya.
Selain itu, sistem lama ini juga dinilai akan memberikan kepastian pada penyelenggara pendidikan, khususnya bagi perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri.
“Jadi pas Pak Nadiem dulu diambil sampelnya aja, banyak kampus di luar negeri enggak mau terima soalnya enggak jelas ukuran kemampuan di pelajar. Sekarang, dengan hasil TKA, kemampuan masing-masing individu akan terukur,” kata Mu’ti di Kantornya, Jakarta, Jumat, 11 April 2025.
Pilihan editor: Komisi X DPR: Bantuan untuk Guru Honorer Diumumkan 2 Mei