Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko menganggap tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI. Khususnya soal isu menghidupkan lagi dwifungsi TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya selalu mengatakan masyarakat jangan terlalu khawatir, bahwa dwifungsi TNI akan kembali. Enggak,” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 22 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenderal TNI Purnawirawan ini minta masyarakat ikut mengawal proses pembuatan aturan baru tersebut. Moeldoko mengatakan reformasi internal TNI mengharuskan tentara profesional. KSP mengatakan secara struktur dwifungsi TNI sudah tidak ada lagi. Dia juga menyebut doktrin itu akan mengikuti sampai ke bawah dan perubahan secara kultural memerlukan waktu.
Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada 8 Juli mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah menerima Surat Presiden dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk revisi UU TNI. Namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat ini masih menyusun daftar inventaris masalah.
Draf revisi UU TNI Pasal 53 Ayat (2) bakal meningkatkan usia pensiun personel TNI pada pangkat tertentu, termasuk jenderal, dari 53 tahun menjadi antara 58 dan 60 tahun. Kelompok sipil juga khawatir pengubahan aturan TNI bakal memperbolehkan anggota militer aktif ditempatkan pada posisi apa pun di pemerintahan bak era Soeharto, seperti termuat pada Pasal 47 Ayat (2).
Berdasarkan UU TNI saat ini, personel aktif hanya boleh ditempatkan di 10 kementerian dan lembaga, termasuk Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Badan Intelijen Negara (BIN); Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas).
“Militer sesuai dengan hakikat keberadaanya dididik, dibiayai dan dipersiapkan untuk menghadapi peperangan (pertahanan negara), bukan untuk mengurusi urusan sipil yang orientasinya pelayanan publik”, kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) Muhammad Isnur, mewakili Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, belum lama ini.