Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR sekaligus Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rieke Diah Pitaloka, menyebut akan terus mengawal sejumlah rencana dan kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan, usai kembali terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satunya, dia menyerukan menolak ekspor pasir laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usai pengambilan sumpah jabatan sebagai anggota DPR, Rieke meminta kepada rakyat agar terus mengawasi dan mengkritisi kerja-kerja DPR. "Jangan berhenti kritik DPR, jangan berhenti awasi kami untuk mengawal. Tolak Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), tolak jaminan pensiun baru, dan tolak ekspor pasir laut dan hal-hal lain," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rieke berharap agar seluruh anggota DPR yang baru dilantik mengingat komitmen terhadap seluruh sumpah janji yang diucapkan. Anggota DPR periode ini, kata dia, harus berkomitmen untuk berjuang bagi bangsa dan negara. "Mudah-mudahan ingatan kami tadi yang dilantik semuanya sama. Kami berkomitmen akan berjuang seadil-adilnya, sebaik-baiknya untuk rakyat, bangsa dan negara," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi membuka kembali keran ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid tersebut telah diundangkan pada 15 Mei 2023.
Padahal, pemerintah sebelumnya telah menghentikan ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di Tanah Air.
Ekspor pasir laut sendiri dibuka pada 1970-an untuk memenuhi kebutuhan Singapura, penjualan pasir laut ke luar negeri ini akhirnya dihentikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003 karena dinilai merusak lingkungan.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada waktu itu mencatat pasir laut yang diekspor mencapai 2 juta meter kubik setiap hari. Dari jumlah itu, yang legal hanya 900 ribu meter kubik. Karenanya, pemerintah diperkirakan merugi 330 juta dolar AS per tahun, demikian dilaporkan Majalah Tempo, 11 Juni 2023.
Menurut Majalah Tempo, dari hasil membeli pasir Indonesia, Singapura membuat delapan pulau kecil yaitu Seraya, Merbabu, Merliau, Ayer Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut dan Meskol menjadi Pulau Jurong. Seusai reklamasi, wilayah Jurong maju 3,5 kilometer ke arah barat daya.
Kebijakan ini lantas dihentikan Presiden Megawati pada 2003 melalui SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Lingkungan Hidup dengan pertimbangan demi mencegah kerusakan lingkungan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil korban pengerukan pasir.
Sementara itu, upaya mengizinkan kembali ekspor pasir laut mencuat sejak periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi. Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) Herry Tousa mengaku termasuk yang mendorong gagasan tersebut. Ia beralasan, selama ini banyak pemegang izin usaha pertambangan pasir laut yang mati suri.
Adapun gagasan ekspor pasir laut masuk Undang-undang Cipta Kerja. Aturan turunannya, PP No.5 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang terbit 2 Februari 2021, menyebut pemanfaatan pasir laut sebagai salah satu kegiatan usaha subsektor pengelolaan ruang laut berdasarkan hasil analisis risiko.
Menanggapi kekhawatiran terhadap imbas ekspor pasir terhadap ekosistem laut ini, Presiden Jokowi membantah pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut. Menurut dia yang diekspor pemerintah adalah sedimentasi. “Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka, (hasil) sedimentasi,” kata Jokowi ketika memberi keterangan pers usai meresmikan Kawasan Islamic Financial Center di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
Jokowi mengatakan, sedimen yang diekspor berbeda dengan pasir laut. Ia juga menyebut sedimentasi itu sebagai benda yang mengganggu alur jalan kapal di laut. “Sedimen itu beda, meski wujudnya juga pasir. Tapi sedimentasi,” ujarnya.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI PUTRI | M RAIAH MUZAKKI | ANNISA FEBIOLA|HAN REVANDA PUTRA | MAJALAH TEMPO