Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEGIAT antikorupsi mengkritik sikap Presiden Joko Widodo membiarkan pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak lulus tes wawasan kebangsaan. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zaenur Rohman, mengatakan Jokowi bisa dianggap menyetujui pemecatan itu dan mendukung pelemahan upaya pemberantasan korupsi.
“Jokowi akan dikenang sebagai pemimpin yang perkataannya tidak bisa dipegang dan tidak punya komitmen memberantas korupsi,” kata Zaenur pada Kamis, 16 September lalu. Pimpinan KPK resmi memecat 56 pegawai pada Selasa, 14 September lalu. Pemberhentian mereka berlaku pada 30 September 2021.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai Jokowi tidak konsisten dengan pernyataannya. Pada Mei lalu, Presiden meminta tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan dasar memberhentikan pegawai. Jokowi juga meminta tes itu tak merugikan pegawai. Kurnia meminta Presiden bertemu dengan Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Baca: Jejak Pelicin Azis Syamsuddin
Ombudsman menyebutkan tes yang digelar KPK sarat malaadministrasi. Adapun Komnas HAM menyatakan tes tersebut melanggar hak asasi manusia. Akan halnya Mahkamah Agung menyatakan pemerintah berwenang menindaklanjuti pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi pada Rabu, 15 September lalu, Jokowi menyatakan tidak mungkin mengambil keputusan ihwal pemecatan ini karena proses hukum sudah berjalan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. “Jangan semuanya ditarik-tarik ke presiden,” ucap Jokowi.
Ketua Komnas HAM Taufan Damanik kecewa atas sikap Presiden Jokowi yang terkesan lepas tangan atas pemecatan ini. Menurut dia, Jokowi semestinya memberikan arahan yang jelas dan tegas untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Taufan menyatakan pemecatan pegawai KPK menyalahi prinsip hak asasi manusia.
Baca: Biang Keladi Bernama Firli Bahuri
Alex Noerdin Tersangka
KEJAKSAAN Agung menetapkan bekas Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, sebagai tersangka kasus pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi 2010-2019. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu ditahan setelah diperiksa pada Kamis, 16 September lalu. “Ditahan 20 hari,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Ebenezer Simanjuntak.
Komisaris Utama Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Muddai Madang juga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ia menjabat direktur di PT Dika Karya Lintas Nusa, yang menyalurkan gas. Menurut Leonard, kerugian negara akibat permainan penyaluran gas oleh perusahaan daerah itu dan PT Dika Karya mencapai Rp 430,8 miliar.
Kuasa hukum Alex, Soesilo Aribowo, keberatan atas penahanan kliennya itu. “Ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam beberapa jam. Saya tidak paham dengan metode yang dipakai,” katanya.
Baca: Dugaan Keterlibatan Alex Noerdin di Korupsi Masjid Raya Sriwijaya
Pesawat Rimbun Air Jatuh di Papua
Puing pesawat kargo Rimbun Air Cargo seri Twin Otter 300 PK-OTW terlihat di Intan Jaya, Papua, 15 September 2021. ANTARA FOTO/Dok. Humas Polda Papua/Handout
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESAWAT Rimbun Air PK-OTW jatuh di bukit Kampung Bilogai, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Rabu, 15 September lalu. Kepala Kepolisian Resor Intan Jaya Ajun Komisaris Besar Sandi Sultan mengatakan tiga awak pesawat ditemukan meninggal. “Kami sudah menemukan bangkai pesawat beserta tiga jenazah awak pilot, kopilot, dan mekanik,” ujar Sandi.
Membawa barang kargo seperti bahan kebutuhan pokok dan material bangunan dari Kabupaten Nabire, pesawat itu hilang kontak pada pukul 07.34 WIT di Distrik Sugapa. Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah X Merauke, Dadang Indra Negara, mengatakan cuaca di sekitar Intan Jaya berkabut saat Rimbun Air hendak mendarat. “Tapi nanti akan diinvestigasi penyebabnya,” kata Dadang.
Tenaga Kesehatan di Papua Tewas
KELOMPOK kriminal bersenjata (KKB) Papua dituding membakar fasilitas umum seperti kantor bank, sekolah, pasar, dan pusat kesehatan masyarakat di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Senin, 13 September lalu. Sekitar 50 anggota KKB juga menyerang enam petugas medis.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Ahmad Musthofa Kamal mengatakan dua tenaga medis menyelamatkan diri dengan melompat ke jurang. Mereka ditemukan pada Rabu, 15 September lalu. Tapi seorang di antaranya meninggal. “Korban atas nama Gabriela Meilan,” ucap Kamal pada Kamis, 16 September lalu.
Lima tenaga medis lain dalam kondisi terluka. Kepala Kepolisian Resor Pegunungan Bintang Ajun Komisaris Besar Cahyo Sukarnito mengatakan terjadi baku tembak antara personel Kepolisian RI-Tentara Nasional Indonesia dan anggota KKB pada pukul 09.30 WIT. Seorang tentara terluka terkena pantulan peluru.
Gugatan Polusi Udara Dikabulkan
Koalisi Ibu Kota sebelum sidang pembacaan putusan gugatan terkait polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 16 September 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Koalisi Ibu Kota mengenai polusi udara. Hakim menyatakan pemerintah sebagai tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. “Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian,” tutur hakim ketua Saifuddin Zuhri, Kamis, 16 September lalu.
Para tergugat adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hakim antara lain menghukum Presiden menetapkan baku mutu udara ambiens nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem.
Adapun Gubernur DKI dihukum mengawasi ketaatan terhadap perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara. Anies menyatakan tidak meminta banding. “Kami siap menjalankan putusan pengadilan demi udara Jakarta yang lebih baik,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo