Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku tidak tahu menahu Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta pernah dihuni oleh dua Gubernur Jenderal Belanda yang berbeda. Bagaimana sebenarnya sejarah Istana Merdeka?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi mengatakan, baru mendengar informasi bahwa Istana Merdeka pernah ditempati oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johan Wilhelm van Lansberge, sementara Istana Negara oleh Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya juga kaget, ternyata Istana negara dan Istana merdeka itu (dihuni dua orang) berbeda,” kata Jokowi saat memberi arahan kepada kepala daerah di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Jokowi menyinggung mengenai dua orang yang menempati Istana Kepresidenan Jakarta, saat membahas Istana Negara di IKN sebagai bangunan yang didirikan oleh anak bangsa. Kepala negara membandingkan bangunan-bangunan Istana sebelumnya di Indonesia digagas oleh kolonialis.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menyinggung Istana Bogor pernah ditempati Gubernur Jenderal Hindia Belanda Gustaaf Willem van Imhoff.
“Dan sudah kita tempati 79 tahun. ini bau-bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari. Dibayang-bayangi. Dan sekali lagi, kita ingin menunjukan bahwa kita punya kemampuan untuk juga membangun ibu kota sesuai dengan keinginan, desain kita,” katanya.
Namun demikian, Jokowi mengatakan bahwa pembangunan IKN ini tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. IKN, kata Jokowi, bisa selesai dalam waktu 10 hingga 15 tahun. Pembangunan yang dimulai sejak 2022 baru sekitar 20 persen.
Riwayat Istana Merdeka
Dilansir dari laman Kementerian Sekretariat Negara, Selasa, 13 Agustus 2024, Istana Merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara dan menghadap ke Taman Monumen Nasional. Melalui arsitek Drossares, Istana Merdeka dibangun pada 1873 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Louden dan selesai pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem Van Landsbarge tahun 1879. Pada masa itu, bangunan ini dikenal sebagai Istana Gambir.
Tercatat hingga kini, sebanyak 20 orang telah mendiami Istana Merdeka ini: 15 gubernur jenderal Hindia Belanda, 3 Saiko Syikikan (Panglima Tertinggi Tentara XVI Jepang di Jawa), dan 2 Presiden RI.
Namun, dari 15 gubernur jenderal Belanda itu, hanya 4 orang yang benar-benar tinggal; yang lainnya memilih Istana Bogor. Presiden RI yang betul-betul tinggal adalah Presiden pertama Soekarno, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, dan Presiden ke-7 Jokowi sebelum kemudian bertempat tinggal di Istana Bogor.
Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, istana ini menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota di Indonesia.
Penandatangan naskah kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan pada waktu bersamaan, baik di Belanda (di Amsterdam: pada pukul 10.00 waktu setempat) maupun di Indonesia (di Jakarta dan Yogyakarta: pada pukul 16.00).
Sementara itu, pada hari dan tanggal tersebut, di berbagai tempat dan penjuru tanah air, ratusan ribu warga bangsa Indonesia berkumpul mengelilingi pesawat radio masing-masing, menanti siaran dari Jakarta yang membawa berita luar biasa itu.
Serta-merta terdengar berita upacara penandatanganan dan penyerahan naskah tentang pengakuan atas kedaulatan RI Serikat itu, serta-merta pula bendera sang merah putih berkibar mengantikan bendera Belanda, lagu Indonesia Raya berkumandang, dan pekikan “Merdeka, Merdeka, Merdeka”, menggema di seluruh pelosok Tanah Air.
Itulah sebabnya, istana itu bernama Istana Merdeka. Salah satu keputusan yang dikeluarkan pada saat itu oleh Presiden Sukarno adalah mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka dan Istana Rijswijk menjadi Istana Negara.
DANIEL A. FAJRI | ANDRY