Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menduga ada upaya membatasi persaingan calon presiden pada pemilihan umum pada 2019 lewat RUU Pemilu. Pembatasan tersebut, kata dia, dilihat melalui kukuhnya pemerintah mempertahankan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden pada angka 20-25 persen.
"Sepertinya begitu untuk mencegah calon tertentu dan memundurkan calon yang lain. Ada suasana seperti itu. Menurut saya, ini kan perhelatan demokrasi," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 13 Juli 2017.
Baca : Pansus RUU Pemilu Sepakati 5 Opsi Paket untuk Diputuskan Besok
Partai Gerindra, kata Muzani, pun juga berkukuh untuk meniadakan ambang batas pencalonan presiden. Dasarnya, Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemilu digelar serentak. "Ranah untuk mencalonkan presiden adalah ranah parpol peserta pemilu yang tidak disertakan dengan threshold," katanya.
Muzani pun mempertanyakan sikap pemerintah yang berkukuh mengadakan presidential threshold. Sebab, kata dia, tidak ada rujukan ambang batas jika pemilu digelar serentak pada 2019. Jika menggunakan hasil Pemilu 2014, Muzani mengatakan, "Masa mau digunakan utk pertunjukan yang beda dengan tiket yang sama. Ini tidak logis," ujar dia.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilu memasuki tahap akhir. Pembahasan menemui jalan buntu ketika pembahasan soal ambang batas pencalonan presiden. Beberapa fraksi seperti PDI Perjuangan, Golkar, dan NasDem ingin agar ambang batas 20-25 persen.
Simak : Pansus RUU Pemilu Menimbang Usulan Pemerntah Balik ke UU Lama
Beberapa fraksi seperti Gerindra dan Demokrat mengusulkan ambang batas nol persen. Pemerintah pun berkukuh pada angka 20-25 persen. Belakangan muncul opsi tengah dengan ambang batas 10-15 persen. Pembahasan pun memunculkan lima paket berkaitan ambang batas dan empat isu krusial lainnya.
Gerindra, kata dia, akan memilih paket yang memuat ambang batas presidensial nol persen. Muzani pun berharap RUU Pemilu diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat. "Tidak voting itu lebih bagus," katanya.
ARKHELAUS W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini