WIYOGO Atmodarminto dikenal suka menyanyi dalam berbagai pertemuan. Orang bilang suaranya bagus. "Menyanyi itu juga untuk menghibur diri sendiri, kok," kata Wiyogo. Hobi menyanyi itu menunjukkan sisi lain dari kepribadian Gubernur DKI Jakarta yang baru ini. Ia memang kelihatan keras dan tegas, tapi menyenangkan. Begitu kesimpulan reporter TEMPO Linda Djalil yang menginterviunya pekan lalu. Mereka berbincang-bincang, terutama mengenal tugas Wlyogo sebagai gubernur Jakarta nanti. Petikan wawancara itu: Apakah kedudukan sebagai gubernur Jakarta bisa dianggap sebagai puncak karier? Karier? Wah, yang jelas, sih, tidak. Saya sudah tak mengejar karier lagi. Karier saya sudah selesai. Sebagai pejuang, kemudian duta besar, semua sudah. Yang jelas, jabatan mendatang ini saya anggap tugas berat. Empat tahun di Tokyo, barangkali banyak hal yang bisa ditiru Jakarta? Banyak hal yang mungkin bisa diterapkan di sini. Transportasi yang lancar dan tertib, misalnya. Saya juga mengagumi sistem manajemennya. Terus terang waktu di Tokyo saya nggak mikir akan jadi gubernur. Saya tak mendalami masalah perkotaan. Yang saya pikirkan sebagai dubes ialah bagaimana menarik investasi. Soal transportasi yang lancar dan tertib. Usaha apa yang sudah Bapak bayangkan? Sekarang saya baru mendengar dan melihat, sambil ikut merasakan. Berapa lama? Dua minggu? Setengah tahun? Terlalu cepat juga rasanya tidak mungkin. Mungkin situasi dan kondisinya berbeda dengan gubernur yang dulu. Misalnya, sebelumnya dia sudah berkecimpung dalam masalah pemerintahan secara langsung (maksudnya sebelum menjadi Gubernur DKl, Soeprapto adalah Sekjen Depdagri). Nah, saya? Selama di Tokyo saya hanya mengikuti Jakarta dari jauh. Karena itu, saya harus belajar dulu dengan teliti. Saya ini ibarat orang yang baru saja masuk ke dalam hutan. Baru melihat pohonnya tentu belum tahu hutannya. Sebagai seoran warga kota Jakarta, apakah perhatian Bapak yang utama untuk membenahi Jakarta? Soal lalu lintas, mungkin. Apakah bisa dan memungkinkan membuat lalu lintas di bawah tanah? Tapi menurut saya jangan hanya lalu lintas kendaraan saja yang dipikirkan. Pejalan kaki bagaimana? Saat ini di Jakarta, pejalan kaki mempunyai risiko sangat besar. Di Jepang ada sarana untuk pejalan kaki. Soal penghijauan? Saya memang concern soal ini. Bukan cuma soal tanaman tapi juga binatang. Bagaimana burung-burung berkeliaran bebas di Jakarta, tidak ditembaki orang. Apakah Bapak akan merombak sistem yang sudah dijalankan Pak Soeprapto? Saya berusaha agar jangan sampai seperti kata pemeo: Ganti pimpinan, ganti sistem. Apakah di DKI nanti Bapak akan melaksanakan disiplin militer? Yaaah. Lihat-lihat dululah. Tiap situasi 'kan berbeda. Yang penting, dengan pengalaman yang ada kita tingkatkan disiplin. Pegawai di KBRI Tokyo, misalnya, lain, to? Gajinya 'kan cukup, dia nggak mikir lagi. Saya juga ... ha ... ha .... Tapi di DKI 'kan lain. Jadi, disiplin di sana pun belum tentu sepenuhnya bisa diterapkan di sini. Dulu Ali Sadikin sering memberi pernyataan di koran yang sifatnya meledak-ledak, berani, dan memancing reaksi orang. Bapak kira-kira begitu juga? Tiap pimpinan punya cara sendiri. Saya kira tujuannya sama. Apakah nanti Bapak memberi dana yang besar bagi TIM seperti Ali Sadikin? Mungkin zaman Bang Ali lagi banyak duit? Saya nggak tahu, tapi tentu diusahakan, dong, memberi bantuan. Selain itu. kebudayaan itu 'kan amat penting. Saya suka kesenian. Di Jepang saya sering ikut menabuh gamelan Jawa dalam acara tertentu. Tapi maunya jangan cuma mengandalkan pemerintah. Usaha sendiri juga, dong, misalnya kegiatan itu dikelola secara profesional. Apa falsafah hidup Bapak? Berusaha mengurangi kelemahan diri sendiri. Kalau salah, ya mesti dihukumlah, tak peduli itu saudara sendiri. Atau anak saya sendiri. Tanya saja sama Bambang (maksudnya Bambang Atmanto, anak ketiga). Pernah di masa remaja dia berurusan dengan CPM. Sampai kelar saya tak mau bantu. Lha memang dia salah, kok. Saya tak mau anak-anak diberi fasilitas, kesempatan, dan dia ongkang-ongkang. Kemampuannya dulu, dong, buktikan, baru saya akan mendorong. Kalau memang mereka mampu, saya sebagai pimpinan akan memberikan dorongan, dan kalau bisa memberi kesempatan. Sebagai gubernur nanti banyak godaan, 'kan? Hayooo... godaan apa? Yang digoda tidak hanya anak, bapak juga digoda (Rubinetta Wiyogo menimbrung, "Anak, bapak, istri, . . . ha . . . ha . . . ha.). Tapi insya Allah tidak, doakan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini