TEMAN-teman akrabnya memanggil dia "Wiek". Senin pekan lalu, seusai salat subuh, Wiek turun dari kamar tidurnya di lantai atas menuju teras bawah. Bercelana panjang dengan baju kaus, tanpa alas kaki, dia berjalan berjinjit di teras itu. Sesekali tangannya direntangkan. Lalu ia sit up 30 kali. Kemudian berbagai gerakan orhiba (olah raga hidup baru) dilakukannya selama setengah jam. Tubuhnya pun basah oleh keringat. "Alhamdulillah, sejak berorhiba ini saya jarang sakit. Paling-paling cuma flu," ujarnya. Wiek, yang nama lengkapnya Wiyogo Atmodarminto, memang tak menunjukkan tampang orang yang usianya 61 tahun. Meski rambutnya sudah menipis dan ditumbuhi uban, wajahnya belum berkerut dan masih jernih. Ia tampak sangat sehat. Selain orhiba -- yang ditekuninya sejak 1974 -- ia juga bermain golf, tenis, menyenangi renang dan sepak bola. "Sudah tujuh tahun saya berhenti merokok. Itu yang bikin sehat," katanya. Selasa pekan ini Wiyogo dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan R. Soeprapto. Buat Wiyogo, yang sebelumnya menjabat duta besar RI untuk Jepang, ini suatu tugas di bidang yang sangat baru. Menurut rencana, masa jabatannya sebagai dubes berakhir Agustus silam. Namun, sebulan sebelumnya, tiba-tiba Mendagri Soepardjo Rustam menelepon dia dari Jakarta. "Beliau kasih tahu agar saya siap mental karena akan mendapat tugas baru, dicalonkan menjadi gubernur Jakarta. Terus terang saya, dan juga istri, kaget dan tak menyangka sama sekali." Tapi, sebagai prajurit, Wiyogo selalu siap menjalankan tugas. Itu memang sikap hidupnya sejak dulu. Pria kelahiran Yogyakarta ini pernah satu sekolah dengan Menteri Keuangan Radius Prawiro dan bekas Gubernur Jakarta Tjokropranolo sewaktu di Sekolah Menengah Tinggi (setingkat SMA sekarang) Yogyakarta. Kemerdekaan diproklamasikan dan revolusi fisik pecah. Wiyogo pun mulai terjun ke bidang militer. Ia masuk ke Akademi Militer (MA) Yogyakarta angkatan pertama (1945-1948). Teman seangkatannya antara lain Soesilo Soedarman, dubes RI untuk AS, Himawan Sutanto dubes di Malaysia, serta Subroto, Menteri Pertambangan dan Energi. Sejak 1950 Wiyogo banyak bertugas di Jawa Barat. Tidak aneh kalau bahasa Sundanya bagus. Bukan bahasa Sunda saja yang "ditangkap" Wiyogo dari tanah Pasundan, tapi di Bandung pada 1954 ia menikahi Rubinetta Rubini, mojang Priangan yang ditemuinya. Sejak 1962 Wiyogo bertugas di Kostrad. Pernah menjabat Gubernur Akabri (1974-1978), ia kemudian menjadi Panglima Kostrad (1978-1980), Pangkowilhan I di Medan (1980), Pangkowilhan II di Yogyakarta (1981), lalu pensiun dengan pangkat letnan jenderal setahun setelah itu. Namun, kariernya belum berakhir: pada 1983 ia diangkat menjadi dubes untuk Jepang. Sejak kembali dari Tokyo awal September lalu, tamu hampir tak pernah berhenti berdatangan di rumahnya di Jalan Banyumas, Menteng, Jakarta Pusat. Rumah itu dibelinya pada 1962, sewaktu Wiyogo menjabat Kepala Staf Brigade 3/Para di Cilodong, Bogor. "Ibu berdagang macam-macam, jual beli baju bahkan sampai jual es mambo," kata Wiyogo mengungkapkan bagaimana istrinya begitu gigih membantunya di bidang keuangan, sehingga mereka mampu memiliki rumah di kawasan Menteng. Sampai awal pekan lalu, rumah itu masih belum teratur rapi. Beberapa kopor tampak belum sempat dibuka. "Kalau ada acara dan mau pakai kebaya, saya masih bingung di kopor mana barang itu ada," ujar Rubinetta Rubini Wiyogo, 56 tahun. Tiap sebentar, telepon berdering. "Bukan siapa-siapa, teman lama juga," kata Wiyogo. Ia memang banyak teman. Ia memang dikenal supel. Acub Zainal, teman seangkatannya di Akademi Militer -- yang kini menjadi salah satu ketua PSSI -- mengatakan, Wiyogo sangat memperhatikan pendapat orang lain dan tak mau menang sendiri. "Dia suka humor, tapi tegas. Bicaranya blak-blakan, tak ada bahasa tersirat atau teka-teki. Kalau bilang merah, pasti merah. Kalau dia tertawa, itu memang karena dia senang", kata Acub. Wiyogo tertawa, sewaktu ditanyakan apakah dia akan menyempatkan diri naik sepeda motor lagi kalau sudah menjabat gubernur. "Wah, sekarang saya tidak kuat lagi," sahutnya. Sebelum ditugaskan di Tokyo, Wiyogo memang terkadang masih terlihat melintas di jalan-jalan Ibu Kota mengendarai sepeda motor Harley Davidson 1.500 cc -- salah satu hobinya. Bapak lima orang anak (dua di antaranya meninggal) ini juga tergelak, sewaktu sejumlah wartawan pekan lalu menanyakan padanya, nama panggilan apa yang disukainya sebagai gubernur nanti. Pak Wiek, Pak Wiyogo, Bang Wiyogo, atau apa lagi? "Pak Wi saja," saran beberapa wartawan. Wiyogo tertawa lebar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini