Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pondok Modern Darussalam Gontor dikenal sebagai salah satu pondok pesantren dengan jumlah murid terbanyak di Indonesia. Tahun ini, usianya telah mencapai 100 tahun. Dalam rangka memeriahkan momentum tersebut, sekitar 10.000 Alumni Gontor, Santri dan Wali Santri akan menggelar acara “Tajammuk” (kumpul bersama), dan Jalan Sehat di Tugu Monas, Jakarta, pada Ahad, 22 Oktober 2023 mendatang. Simak profil Pondok Modern Darussalam Gontor berikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah berdirinya Pondok Gontor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah perjalanan pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor dimulai dengan pendirian Tarbiyatul Athfal pada tahun 1926, Sullamul Muta’allimin tahun 1932. Sepuluh tahun kemudian, 1936, didirikan Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, setingkat dengan Sekolah Menengah (Tsanawiyah dan Aliyah). Pada tahun 1963 didirikanlah Perguruan Tinggi yang bernama Institut Pendidikan Darussalam (sekarang bernama Institut Studi Islam Darussalam).
Sedangkan, adanya pondok ini bermula pada abad ke-18, yakni dibangunnya Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Hasan Bashari. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon.
Santri tersebut sangat dekat dengan kiainya dan kiai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, dirinya dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
Selain itu, pondok ini juga bercita-cita mendirikan Universitas Islam Darussalam, sebagaimana tertulis dalam Piagam Penyerahan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor. Pihak pondok juga membentuk suatu badan khusus yang mengurusi dana, bernama Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Badan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM). Yayasan ini mengurusi dan mengembangkan harta wakaf milik pondok.
Tokoh-tokoh berpengaruh dalam perjalanan Pondok Gontor
Gontor merupakan sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada abad ke-18, Gontor masih berupa kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan, hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun bahkan pemabuk.
Dengan perjalanan awal bersama 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari. Ketika Kyai Anom Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.
Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah KH. Ahmad Sahal (1901-1977), KH. Zainuddin Fanani (1908-1967), dan KH. Imam Zarkasyi (1910-1985).
Memiliki moto berdasar pada akhlak dan pribadi Muslim
Dilansir dari laman resmi Gontor, pendidikan dalam Pondok Modern Darussalam Gontor menekankan pada pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan moto pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor.
Berbudi tinggi menjadi landasan paling utama yang ditanamkan oleh pondok pesnatren ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman moto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.
Para santri di Pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kiai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi.
Pondok Gontor berpegang pada nilai dasar Panca Jiwa
Seluruh kehidupan di Pondok Modern Darussalam Gontor didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa. Panca Jiwa sendiri merupakan lima nilai yang mendasari kehidupan Pondok Modern Gontor yaitu jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwah islamiyah dan jiwa bebas