Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Sebuah rumah untuk hyang pasopati

Di lereng gunung semeru,ja-tim, berdiri tempat persembahyangan umat hindu yaitu pura mandhara giri semeru agung. pura semeru ini induk dari pura hindu untuk menghormati leluhur, hyang pasopati.

4 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESA Senduro yang tenang dan sejuk di lereng Gunung Semeru, Jawa Timur, itu mendadak berubah sejak awal Maret lalu. Hampir setiap hari ada deretan mobil yang parkir. Di pinggir jalan desa itu berdiri dengan megahnya tempat persembahyangan umat Hindu: Pura Mandhara Giri Semeru Agung. Pura Semeru -- demikian penduduk menyebutnya -- dibangun di atas tanah seluas satu hektare dan diresmikan 8 Maret lalu. Bentuknya, gabungan gaya arsitektur Jawa dan Bali. Ini seperti menegaskan fungsi pura itu. Bagi umat Hindu setempat, yang memang penduduk suku Jawa, Pura Semeru sematamata merupakan tempat persembahyangan biasa, memuja Tuhan Yang Mahaesa. Namun, bagi umat Hindu yang berasal dari Bali, pura ini berfungsi untuk menghormati leluhur. Bahkan leluhurnya yang paling tua, sehingga "kiblat" pun berubah ke sana. Menurut lontar Rajapurana, yang berisi silsilah leluhur orangorang Bali, di Gunung Semeru itu, dulu kala, bermukim Hyang Pasopati. Hyang Pasopati inilah yang mengirim tujuh anaknya untuk menetap di Bali. Mereka adalah Hyang Gnijaya yang menetap di Gunung Lempuyang, Hyang Putrajaya tinggal di Gunung Agung, Dewi Danuh bermukim di Gunung Batur, Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru, Hyang Manik Gumawang di Gunung Bratan, Hyang Manik Galang di Pejeng, dan Hyang Tugu menetap di Gunung Andakasa. Di semua tempat itu kini sudah dibangun pura untuk tempat persembahyangan sekaligus "mengenang" para leluhur. Yang terbesar adalah di Gunung Agung yang disebut Pura Besakih. Pertanyaan yang bertahun-tahun ada di benak pemuka agama Hindu di Bali, menurut penuturan Drs. Ngurah Oka Supartha dari Kanwil Depag Bali: kenapa untuk "anak-anaknya" yang di Bali itu umat mendirikan pura sedangkan untuk "ayahnya" di Gunung Semeru tidak dibangun pura? Pertanyaan ini sudah tersedia jawabannya: kalau di Gunung Semeru dibangun pura, siapa yang memeliharanya? Itu tak berarti, kata Oka Supartha lagi, Hyang Pasopati "dilupakan" selama ini. Terbukti, setiap ada upacara di purapura besar di Bali selalu ada utusan yang mengambil air suci di Gunung Semeru. Tempat itu terletak di lereng tenggara Semeru yang disebut Watu Klosot. "Karena medannya sulit dan sekitar 4 km ditempuh dengan jalan kaki, pengambilan air suci tak bisa selesai dalam sehari. Rombongan biasanya bermalam di Kota Lumajang. Jadi, air suci itu harus dibawa menginap di hotel dulu, rasanya kurang sreg," ujar Oka Supartha. Sementara itu, umat Hindu yang ada di Kabupaten Lumajang -- jumlahnya sekitar 16 ribu -- rupanya sudah lama pula mengidam-idamkan adanya tempat persembahyangan bersama. "Citacita itu sudah ada sejak tahun 1986," kata Djumadi Setijo, penduduk asli Senduro yang sehari-harinya menjadi guru SD. "Selama ini kami bersembahyang dalam kelompok-kelompok kecil di balai-balai," kata Djumadi. Kelompok Senduro inilah kemudian yang merintis pembangunan Pura Semeru dengan membeli tanah seluas 500 meter persegi. Menurut Djumadi, perizinan mendirikan pura itu lancar saja, karena umat Hindu di Senduro lebih dari 40 kk. "Nah, karena saya kebetulan duduk sebagai wakil ketua bidang organisasi PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Kabupaten Lumajang, pembangunan itu saya laporkan kepada PHDI Jawa Timur dan PHDI Pusat," kata Djumadi. Dari situlah berita menyebar sampai di Bali. PHDI Bali kemudian melakukan koordinasi dengan PHDI Lumajang, tentang kemungkinan Pura Semeru itu bisa dimanfaatkan oleh umat Hindu dari Bali untuk memuja Hyang Pasopati dan tempat "beristirahat" air suci dari Watu Klosot. Kelompok Senduro mengizinkannya. Panitia pembangunan Pura Semeru akhirnya diperluas dengan melibatkan tokohtokoh di Bali. Tanah yang semula hanya 500 meter persegi diperluas sampai lebih dari satu hektare. Pekerjaan fisik dimulai Juli tahun lalu. Dana sepenuhnya dari masyarakat. Pengumpulan dana dilakukan diberbagai tempat, bahkan ada semacam "dompet sumbangan" di koran Bali Post. Panitia semula menargetkan biaya Rp 700 juta untuk pura ini. Tapi menurut Djumadi, yang kebetulan bendahara panitia, "sampai saat ini biayanya sudah di atas satu milyar rupiah". Padahal pura ini belum selesai sepenuhnya. Yang masih dikerjakan, misalnya, lantai untuk bersembahyang, halaman depan, dan pembangunan tempat parkir. Sebagian besar bahan bangunan didatangkan dari Bali. Batu padas yang bisa diukir, batu bata, kayu majegau, dan ijuk untuk atap didatangkan dari Bali. Untuk bangunan suci yang disebut Padmanaba -- dengan meniru Candi Apel Gading yang ada di museum Trowulan -- batunya didatangkan dari Muntilan, Jawa Tengah. Bahkan 150 tukang yang mengerjakan pura ini didatangkan dari Bali, konon, tidak meminta upah selain dipenuhi akomodasinya. Tenaga lokal yang dipekerjakan hanya 50 orang. Bagi masyarakat Senduro, yang sebagian besar pemeluk Islam, adanya pura ini juga mendatangkan rezeki. "Beberapa penduduk mulai mendirikan kios-kios minuman," kata Djumadi. Selama hampir sebulan ini memang lebih banyak orang Bali yang datang bersembahyang di sana walau pemangku (pendeta) adalah penduduk setempat -- persembahyangan dengan bahasa pengantar Indonesia. Maklum, walau bangunan fisiknya masih kalah besar dibandingkan dengan Pura Besakih di Bali, dari tingkat kesucian, Pura Semeru inilah "induknya". Putu Setia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus