KERANGKA orang mati pun bisa berkelana. Mayat almarhum Justin Sidabutar, anak Kampung Tomok, Pulau Samosir, Sumatera Utara, yang semasa hidupnya menjadi pegawai BKKBN Jakarta, sempat "safari" dari gereja ke gereja selama tiga bulan karena pemangku adat di Kampung Tomok menolak kerangka almarhum dikubur di sana. Justin meninggal 18 tahun silam pada usia 44 tahun karena serangan jantung. Sebelum ajal, dia sempat berwasiat kepada istrinya, Tiur Boru Sinaga, agar jenazahnya dikuburkan di tambak, tempat pemakaman tetua marga Sidabutar di Tomok. Wasiat Justin tidak bisa cepat dipenuhi. Almarhum dimakamkan di Menteng Pulo, Jakarta. "Ketika itu kami kesulitan biaya," ujar Tiur. Namun, pesan itu tetap dipegang. Tiur baru merasa mampu melaksanakankannya tahun 1982. Rencana pemindahan jenazah pun digelar. Para tokoh adat Tomok menyetujui rencana itu engan syarat: Tiur membuat batu berpahat di makam Justin. Tiur setuju. Kesepakatan itu bahkan diteken hitam di atas putih. Batu berpahat itu segera dibikin. Menjelang pusara Batak itu selesai diukir, Ompu Soritua boru Damanik, tokoh adat Kampung Tomok, melabrak Tiur yang tengah menunggui pembuatan pusara. Ompu menolak kehadiran Justin. "Sebab, Justin tak mempunyai anak," ujar Ompu Soritua. Orang yang tidak mempunyai anak, kata tokoh adat itu, tidak berhak dikuburkan di pemakaman marga. Apalagi di tambak tua itu ada makam Raja Ompu Soributtu Sidabutar, tetua marga Sidabutar. Tiur pulang ke Jakarta. Belakangan dia mendengar kuburan Justin di Menteng Pulo akan digusur. Buruburu dia minta bantuan ke LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) agar ikut mengurus pemindahan makam suaminya ke Tomok, di Kabupaten Tapanuli Utara. Semasa hidupnya, Justin memang anggota LVRI. Kubur Justin pun dibongkar, dan tulang-belulangnya diangkat pada 14 Desember 1991. Setelah satu malam disimpan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Rawamangun, tulang-belulang Justin diterbangkan ke Medan. Lalu Tiur langsung memboyongnya ke Pematangsiantar dan dititipkan di Gereja HKBP setempat. LVRI Sum-Ut dan Tapanuli Utara turut mengurus pemakaman kembali Justin. Dengan diantar sejumlah kerabat dan dikawal beberapa anggota Kodim Tapanuli Utara, tulangbelulang Justin dibawa menyeberang Danau Toba 28 Desember lalu. Rencananya, Justin akan dimakamkan dengan upacara militer. Namun, sebelum rombongan itu sampai ke tambak, Ompu Soritua dan pendukungnya menghadang. Nenek ini menolak kerangka Justin. "Lebih baik kalian tembak aku," katanya. Rombongan terpaksa mundur. Tulang Justin dititipkan di Gereja HKBP Parapat. Penolakan pimpinan adat Tomok itu, menurut Artan Sidabutar, pendukung Ompu Soritua, bukan gara-gara Justin tak mempunyai anak. "Tambak itu penuh," ujarnya. Memang, pemakaman 20 X 20 meter itu telah dihuni 20 pusara batu berpahat. Kalau terlalu banyak "pendatang baru" dikhawatirkan nilai sejarah makam yang konon berumur 400 tahun itu akan memudar. "Maka, musyawarah keluarga tahun 1983 memutuskan tambak Tomok dinyatakan tertutup," kata Artan. Bupati Tapanuli Utara Lundu Panjaitan turun tangan. Lewat Dalihan Na Tolu, lembaga yang menangani adat Batak, Bupati melobi tokoh-tokoh adat Tomok. Hasilnya, Justin dimakamkan di tambak, liang dengan ayahnya. PTH dan Affan Bey Hutasuhut (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini