Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Program makan bergizi gratis menjadi sorotan usai polemik antara yayasan mitra Badan Gizi Nasional (BGN) dengan mitra dapur umum di Kalibata, Jakarta Selatan mencuat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polemik itu terjadi lantaran yayasan diduga belum menunaikan kewajiban pembayaran kepada mitra dapur umum. Walhasil, dapur umum milik Ira Mesra itu terpaksa menghentikan operasional lantaran merugi hingga sebesar Rp 975,3 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Koalisi masyarakat sipil dengan beranggotakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat nonpemerintah mengusulkan perbaikan besar, khususnya pada urusan tata kelola, transparansi, dan pengawasan.
"Untuk tata kelola, jangan lagi kita mencontoh negara lain, misalnya menggunakan dapur umum," kata peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri saat dihubungi, Jumat, 18 April 2024.
Penggunaan dapur umum, Fikri menjelaskan, sebetulnya juga dilakukan di India yang kemudian menjadi bahan evaluasi proyek makan bergizi gratis di negara Asia Selatan itu.
Ia mengatakan, penggunaan dapur umum bukan saja tak efisien, tapi juga berpotensi menghilangkan hieginesitas makanan yang akan disajikan.
"Kami mengusulkan agar dapur ditempatkan di area sekolah," kata dia.
Dengan skema tersebut, kata Fikri, maka bukan hanya soal distribusi makanan yang akan lebih efisien, tapi juga pengawasan terhadap hieginisitas makanan akan dapat lebih terpantau oleh guru di sekolah.
Usulan lain disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni. Dia mengatakan, pemerintah mesti membenahi ihwal tata kelola pendaftaran mitra BGN.
Dewi menjelaskan, BGN mesti memiliki regulasi tegas perihal pendaftaran, misalnya dengan mewajibkan mitra untuk tidak mempekerjakan pihak ketiga, serta melibatkan pihak independen dalam proses seleksi mitra.
"Selama ini kan tidak terpantau bagaimana mitra atau yayasan ini dianggap layak, siapa pemilik yayasan, apakah ada konflik kepentingan atau tidak. Ini yang mesti dievaluasi," kata Dewi.
Dihubungi terpisah, Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi mengatakan, evaluasi yang tak kalah penting mesti dilakukan, adalah mengenai transparansi pengelolaan anggaran.
Menurut dia, prinsip transparansi pengelolaan anggaran menjadi hal utama untuk memastikan proyek mercu suar ini dijalankan secara sungguh-sungguh dan terbuka. Apalagi, pembiayaan proyek ini juga mengalami penambahan anggaran dari awal hingga hari ini.
Semula, anggaran proyek MBG adalah Rp 71 trilun dengan bersumber dari APBN. Namun, pada Februari lalu pemerintah menambah anggaran proyek ini sebesar Rp 100 triliun, yang artinya proyek MBG memiliki anggaran sebesar Rp 171 triliun dengan target 82,9 juta penerima manfaat.
"Karenanya, selain transparansi. Pengawasan proyek ini mesti dilakukan berjenjang dan melibatkan para pemangku kepentingan dan pihak independen," ujar Badiul.
Kepala BGN Dadan Hindayana tak menampik adanya kisruh dalam penyelenggaraan MBG selama empat bulan ini. Kisruh tersebut misalnya, ihwal kasus keracunan, penolakan di Papua, serta polemik pembayaran.
Namun, dia mengatakan, pelbagai persoalan yang terjadi terus dievaluasi oleh BGN guna perbaikan proyek ke depan, termasuk mengenai sistem pengawasan.
Dia menjelaskan, proyek MBG diawasi oleh pelbagai pihak, baik inspektorat, deputi pengawasan, serta Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi di sisi penegak hukum.
"Kami juga tengah persiapkan call center, sehingga ketika ada persoalan bisa segera diadukan untuk dicari jalan penyelesaiannya," kata Guru besar IPB University tersebut.
Pilihan Editor: BGN Evaluasi Mekanisme Pembayaran Mitra Dapur Makan Bergizi Gratis