Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi IX DPR menyoroti satu pekan pelaksanaan program makan bergizi gratis. Program ini merupakan program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang sejak awal dikemukakan pada masa kampanye pemilihan presiden 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina, mengatakan dalam sepekan pelaksanaan program ini, DPR menerima banyak keluhan dari masyarakat. salah satunya ihwal menu yang disajikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Banyak pelajar mengeluh karena variasi makanan yang relatif monoton," kata Arzeti dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Selasa, 14 Januari 2025.
Menurut dia, variasi menu makanan yang monoton menjadi salah satu faktor yang menyebabkan murid-murid di sekolah enggan untuk menyantap makanan. Ia menilai, banyak keluhan jika murid merasa bosan dengan makanan yang disajikan.
"Apalagi jika ada makanan yang rasanya kurang enak," ujar dia.
Politikus Partai Keadilan Bangsa itu melanjutkan, selain variasi menu makanan yang monoton, persoalan program ini juga mencakup masih adanya sajian makanan yang belum sesuai dengan Pedoman Kementerian Kesehatan.
Ia menilai, ketidaksesuaia menu yang disajikan dengan pedoman kementerian membuat terjadinya ketidakseimbangan nilai gizi, terutama dalam proporsi karbohidrat, protein, dan gizi pada sayuran.
"Keluhan ini merata kami terima dari pelbagai daerah," kata Arzeti.
Daerah yang dimaksud, antara lain di Kota Palembang, Sumatera Selatan maupun sejumlah wilayah di Jawa Timur.
"Bahkan di Indonesia Timur ada banyak keluhan terkait ketersediaan susu dan kualitas bahan baku," ujad Arzeti.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana tak menampik adanya keluhan para penerima manfaat program makan bergizi gratis mengenai menu yang disajikan. Ia mengatakan, rasa makanan merupakan hal yang krusial.
"Perlu terus berkreasi karena harus bisa membuat menu yang disuka orang-orang yang mungkin seleranya beda-beda," kata Dadan saat dihubungi, Kamis, 9, Januari 2025.
Menurut Dadan, memang diperlukan waktu cukup lama untuk melakukan evaluasi program ini.
Namun, selama berjalannya program, ia meminta agar penerima manfaat memberi timbal balik rutin mengenai menu-menu yang paling disuka kepada masing-masing Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Agar evaluasinya optimal," ujar dia.
Mengenai sajian susu yang dinilai belum merata distribusinya, Dadan mengatakan, sajian tersebut akan didistribusikan dengan skema penyesuaian.
Skema penyesuaian yang dimaksud Dadan, ialah pembagian sajian susu akan dilakukan secara dinamis tanpa menghilangkan sama sekali sajian ini dari daftar menu.
"Daerah yang tidak memiliki peternakan sapi, masih akan memperoleh susu," kata Dadan kepada Tempo, Senin, 6 Januari 2025.
Dia menjelaskan, sajian susu pada menu makan bergizi gratis memang menjadi bagian menu bagi daerah yang menjadi atau memiliki peternakan sapi perah.
Sedangkan untuk daerah lain yang tidak memiliki peternakan sapi perah, sajian menu akan disesuaikan. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti sajian susu dihilangkan.
"Daerah yang sulit proteinnya diganti sumber lain," ujar Dadan
Sumber protein tersebut, Dadan menjelaskan, antara lain seperti telur, sajian ikan, dan komponen lain yang memiliki kandungan protein selaras.
"Sumber kalsiumnya juga kan diganti dari sumber lainnya," ucap dia.