Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Seratusan Mahasiswa di Yogyakarta Tuntut Referendum Papua Barat

Mahasiswa juga memprotes segala bentuk kriminalisasi dan penangkapan aktivis pro-demokrasi.

1 Desember 2019 | 16.06 WIB

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan berbagai organisasi lainnya aksi menuntut penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat (referendum) dan pembebasan tahanan politik Papua di bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Aksi dilakukan untuk memperingatu 58 tahun kemerdekaan Papua Barat. (TEMPO/Shinta Maharani)
Perbesar
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan berbagai organisasi lainnya aksi menuntut penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat (referendum) dan pembebasan tahanan politik Papua di bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Aksi dilakukan untuk memperingatu 58 tahun kemerdekaan Papua Barat. (TEMPO/Shinta Maharani)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta- Memperingati 58 tahun kemerdekaan Papua Barat setiap 1 Desember, setidaknya 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan berbagai organisasi lainnya menggelar aksi unjuk rasa menuntut referendum untuk merdeka atau menentukan nasib sendiri di Bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ahad, 1 Desember 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam aksinya, mahasiswa membawa beragam poster menolak diskriminasi, rasisme, penjajahan, penangkapan aktivis pro-demokrasi, pembatasan akses media massa meliput, dan segala bentuk tekanan militer. Poster-poster itu di antaranya bertuliskan adili aparat pelaku tindak rasisme Surabaya, buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua, Pepera 1969 tidak demokratis, NKRI No Referendum Yes, dan Free West Papua. "Referendum tuntutan paling demokratis," kata Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Nasional, Jhon Gobai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam orasinya, mahasiswa Papua meneriakkan Papua bukan merah putih, tapi bintang kejora. Bintang kejora merupakan simbol yang digunakan pendukung Papua merdeka.

Mahasiswa juga memprotes segala bentuk kriminalisasi dan penangkapan aktivis pro-demokrasi. Mereka mendesak agar polisi membebaskan Surya Anta, aktivis yang ditangkap karena memperjuangkan pembebasan Papua. Mereka juga mengecam kriminalisasi terhadap aktivis Veronica Koman.

Yogyakarta menurut Jhon Gobai menjadi pusat lokasi aksi peringatan kebangkitan hari lahir Papua 1 Desember 1961 itu. Di Papua, aksi peringatan kemerdekaan Papua juga berlangsung. Tapi, peringatan hanya berjalan melalui ibadah karena tekanan militer. "Hentikan operasi militer di Nduga yang penuh kekerasan dan penindasan," kata dia.

Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Pranadipa Ricko Syahputra menyebutkan pemerintah Indonesia seharusnya mengakui bahwa Papua Barat telah merdeka sejak 1 Desember 1961. Indonesia dan PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam menentukan nasib sendiri, meluruskan sejarah, dan menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap masyarakat Papua Barat. PBB harus membuat resolusi untuk mengembalikan kemerdekaan Papua Barat sesuai hukum internasional. "Hentikan beragam diskriminasi rasialis dan kolonialisasi Indonesia di Papua Barat," kata dia.

Selain Aliansi Mahasiswa Papua,Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, ada juga FMN, Aliansi Sadhar Bergerak, dan Pemuda Baru Indonesia bergabung menuntut Papua merdeka. Selain demonstrasi, pendukung Papua merdeka terus menggalang dukungan melalui forum-forum internasional untuk bersolidaritas. Gerakan Liberation Movement for West Papua (ULMWP) salah satunya yang vokal dalam forum-forum internasional.

Aksi demonstrasi itu dijaga puluhan polisi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Paksi Katon, alat pengamananan Keraton Yogyakarta. Demonstran dalam orasinya menyebut organisasi masyarakat, Paksi Katon sebagai ormas reaksioner. Paksi Katon kerap datang ketika demonstran Papua pro-kemerdekaan berdemonstrasi di Yogyakarta.

Demonstrasi itu diwarnai dengan berbagai aksi pertunjukan musik dengan tema-tema penindasan terhadap warga Papua. Mereka menyanyi dan membaca puisi.

SHINTA MAHARANI

Shinta Maharani

Lulus dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Yogyakarta. Menjadi Koresponden Tempo untuk wilayah Yogyakarta sejak 2014. Meminati isu gender, keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus