Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soal Usul Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis, Anggota DPR: Melenceng dari Asta Cita

Anggota DPR mengatakan Makan Bergizi Gratis adalah program pemerintah yang tercantum dalam RPJMN 2025-2029. Anggarannya dari APBN.

17 Januari 2025 | 18.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis (MBG) di dapur Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Cipulir, Jakarta,14 Januari 2025. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Bachtiar Najamudin mengusulkan agar pemerintah membuka kesempatan pembiayaan Makan Bergizi Gratis melalui zakat, infak, dan sedekah. Alasannya, anggaran dari negara belum menutupi total anggaran yang dibutuhkan untuk MBG.

Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai usulan penggunaan dana zakat untuk MBG salah kaprah dan melenceng dari program Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurut dia, DPR telah menyetujui penganggaran Rp 71 triliun dari APBN untuk MBG selama enam bulan. Ada juga rencana penambahan Rp 140 triliun pada Juli atau Agustus 2025.

“Tentu pemerintah sudah memiliki skema menyukseskan MBG. Kita juga mesti percaya pemerintah akan bertanggung jawab untuk memenuhi anggaran yang diperlukan,” kata Toha di Jakarta pada Kamis, 16 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menuturkan MBG adalah program pemerintahan Presiden Prabowo yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029. Dengan begitu, sumber anggaran program pemerintah itu dari APBN yang sudah sangat jelas.

Dalam ajaran islam, menurut dia, zakat hanya diperuntukkan bagi delapan kelompok, yakni fakir, miskin, amil (petugas zakat), terlilit utang, mualaf, hamba sahaya, pendakwah, dan musafir yang kehabisan uang. Sehingga usulan penggunaan dana zakat untuk MBG jelas tidak tepat sasaran.

“Sesederhana ini memahami peruntukan zakat, apakah 82,9 juta pelajar yang ditargetkan menerima MBG tahun 2025 masuk delapan kategori tersebut?”

Toha pun tidak menafikan kondisi keuangan negara ini belum baik, tetapi usulan tersebut mesti disampaikan untuk mencerdaskan, bukan melenceng dari kaidah keilmuan, dan menyangkut ajaran agama.

“Apa kita tega mengkategorikan semua pelajar yang menjadi sasaran MBG itu fakir atau miskin? Ingat, program MBG ini untuk semua golongan, termasuk pelajar nonmuslim,” ujar dia.

Sebelumnya, Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamuddin mengusulkan pemerintah mencari alternatif pembiayaan MBG melalui skema zakat, infak, dan sedekah (ZIS), karena anggaran dari negara belum menutupi total anggaran yang dibutuhkan untuk program itu.

“Pemerintah perlu menyiapkan skema pembiayaan yang partisipatif agar program ini dapat berjalan baik dan maksimal dengan semangat gotong royong,” kata Sultan dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Sultan menilai masyarakat juga ingin terlibat langsung membantu pembiayaan program MBG, termasuk lewat skema ZIS. Apalagi, kata dia, program itu membawa misi kemanusiaan yang universal.

“Sebagai bangsa yang terkenal dermawan, dukungan pembiayaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat sudah menjadi hal yang lumrah,” kata dia.

Anggota DPR: Usulan Zakat untuk MBG Harus Melalui Kajian Mendalam

Adapun Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina memandang usulan pengalokasian dana zakat untuk MBG perlu melalui kajian mendalam.

“Usulan seperti ini harus melalui kajian mendalam agar tidak terjadi penyimpangan atau penafsiran yang melampaui batas kewenangan,” kata Selly saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, Komisi VIII DPR pun menilai usulan penggunaan zakat sebagai sumber pendanaan MBG memerlukan kehati-hatian yang sangat tinggi, mengingat zakat memiliki aturan yang sangat jelas, baik secara syariat maupun regulasi nasional.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menjelaskan zakat merupakan instrumen ibadah yang ditentukan penggunaannya secara spesifik sesuai syariat, yakni untuk delapan golongan atau asnaf yang disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 60. Penggunaan zakat, kata dia, harus tetap menjaga keadilan dan sesuai dengan prinsip syariat Islam.

Dengan demikian, menurut Selly, meskipun program makan bergizi gratis memiliki tujuan baik, apabila penggunaannya dari dana zakat, hal itu harus benar-benar dipastikan menyasar golongan yang berhak, seperti fakir dan miskin, tanpa melanggar ketentuan agama.

“Pertanyaan, apakah makan bergizi ini menyasar keseluruhan masyarakat atau tersegmentasi hanya pada segmen mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat)?” ucapnya.

Selly menyampaikan pula, dari sisi regulasi, pengelolaan zakat di Indonesia sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Aturan tersebut menyebutkan zakat dikelola oleh lembaga yang memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan penggunaannya sesuai dengan prinsip syariat dan perundang-undangan.

“Jadi fondasi hukumnya harus terbangun terlebih dahulu. Jangan sampai abuse of power dalam kewenangannya,” kata dia.

Vedro Imanuel Girsang dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Respons DPR RI atas Gencatan Senjata Gaza: Harus Jadi Momentum Palestina Merdeka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus