Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil, yang mencakup guru besar, akademisi, aktivis dari tahun 1998, aktivis pro-demokrasi, dan mahasiswa, berkumpul di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis , 22 Agustus 2024. Tujuan mereka adalah untuk menyampaikan aspirasi, memberikan dukungan, dan memantau Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 serta 70/PUU-XXII/2024, yang berkaitan dengan norma-norma dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap mendukung prinsip-prinsip demokrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari testing.mkri.id, MK menerima lebih dari 70 orang di antaranya Goenawan Mohammad, Ommy Komariah Madjid (istri Nurcholish Madjid alias Cak Nur), Wanda Hamidah, Sulistyowati Irianto, Zainal Arifin Mochtar, Agus Noor, Ray Rangkuti, serta sejumlah pegiat pemilu. Mereka diterima langsung Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Yuliandri dan Juru Bicara MK sekaligus Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Fajar Laksono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah seorang yang bacakan poin-poin tuntutan adalah Sulistyawati Irianto. Guru Besar Fakulta Hukum Universitas Indonesia atau FH UI ini mengatakan bahwa orang-orang yang datang ke MK tidak dikomandoi maupun dikoordinatori siapapun, bahkan gerakan mengawal putusan MK juga terjadi di sejumlah daerah seperti Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung.
Siapa sosok Sulistyawati Irianto?
Sulistyowati Iriantom Guru Besar UI ini adalah seorang akademisi terkemuka di bidang antropologi hukum, gender dan hukum, serta studi socio-legal. Ia memulai perjalanan akademisnya dengan meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik dengan fokus pada Administrasi Negara dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1985. Selanjutnya, ia melanjutkan studi Magisternya dalam antropologi hukum di Universitas Leiden, Belanda, dan Universitas Indonesia, lulus pada tahun 1990.
Setelah itu, ia memperoleh gelar Doktor dalam bidang antropologi hukum dari Universitas Indonesia pada tahun 2000. Pada tahun 2008, ia diangkat sebagai Guru Besar Antropologi Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dilansir dari law.ui.ac.id, Sulistyowati Irianto memiliki pengalaman internasional yang luas. Ia menjadi peneliti tamu dan profesor dalam program CORE University yang diselenggarakan oleh JSPS dan NRCT di Kyoto University untuk program tentang Perubahan Keluarga di Asia dari tahun 2007 hingga 2009. Selanjutnya, ia menjabat sebagai peneliti dan profesor tamu dalam bidang hukum keluarga di Van Vollenhoven Institute, Leiden Law School dalam program pasca-doktoral dari tahun 2010 hingga 2013. Pada tahun 2012, ia juga terlibat sebagai peneliti dan profesor tamu dalam Program Keadilan Sosial & Migrasi Global di International Social Studies, The Hague, yang didukung oleh International Development Research Centre (IDRC) dari Kanada.
Sejak tahun 1986, Sulistyowati Irianto telah mengabdi sebagai dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga menjadi dosen tidak tetap di Departemen Antropologi, Program Studi Kajian Gender, dan Program Studi Ilmu Kepolisian di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, serta di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian sejak tahun 1992.
Bersama Prof Tapi Omas Ihromi, ia berperan penting dalam mendirikan mata kuliah Gender dan Hukum, serta Antropologi Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1992. Selain kegiatan akademiknya, Sulistyowati Irianto aktif terlibat dalam gerakan masyarakat sipil, khususnya dalam isu-isu perempuan, hukum, dan anti-korupsi.
Sulistyowati Irianto memiliki rekam jejak yang luas dalam keterlibatan asosiasi profesi dan kepemimpinan akademik. Sejak tahun 1993, ia telah menjadi anggota International Commission on Legal Pluralism, di mana ia juga pernah menjabat sebagai anggota dewan (2004-2014). Pada tahun 2004, ia turut mendirikan Asian Initiative on Legal Pluralism dan menjabat sebagai sekretaris organisasi tersebut hingga 2006.
Selain itu, ia adalah wakil sekretaris umum Asosiasi Profesor Indonesia dari tahun 2013 hingga 2019. Sulistyowati juga merupakan co-founder dan anggota Convention Watch Working Group di Universitas Indonesia (1994-2008). Dalam kapasitas kepemimpinan akademik, ia pernah menjabat sebagai Ketua Program Pascasarjana Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (2009-2012) dan Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia (2000-2010). Sejak tahun 2018, ia juga memimpin Dewan Pembina Research Institute on Earth Innovation (INOBU).
Dalam dunia publikasi, Sulistyowati Irianto telah menulis lebih dari 20 buku baik sebagai penulis tunggal maupun editor, serta banyak kontribusi dalam bab buku dan makalah konferensi yang telah dipublikasikan sebagai artikel jurnal. Penelitian yang ia lakukan didanai oleh berbagai lembaga internasional dan nasional, dengan fokus pada isu-isu seperti akses keadilan bagi perempuan dan masyarakat adat.
Penelitian khususnya berhubungan dengan hukum keluarga dari perspektif pluralisme hukum, migrasi dan perempuan buruh migran, kekerasan terhadap perempuan dan perdagangan manusia, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dari perspektif gender. Dalam metodologi riset, ia dikenal karena pengembangan metode etnografi hukum dan studi ruang sidang dengan perspektif gender.
Penghargaan yang telah diterimanya meliputi Cendekiawan Berdedikasi dari Kompas pada tahun 2014, Soetandyo Wignjosoebroto Award dari Universitas Airlangga pada tahun 2015, dan Humanity Award dari International Forum for Peace and Human Rights yang diselenggarakan oleh Sandya Institute bekerja sama dengan Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda pada 2019.
Pilihan Editor: Tangis Goenawan Mohamad di MK: DPR Seharusnya Dibubarkan