Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Suara Ragu-Ragu dari Ciganjur

Sikap tidak tegas empat tokoh masyarakat dalam kesepakatan Ciganjur turut memberi andil dalam jatuhnya korban pada aksi demo berdarah Jumat lalu.

16 November 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH kesepakatan yang membuat Sidang Istimewa MPR berlangsung antiklimaks. Kesepakatan Ciganjur yang diteken pada hari pertama Sidang Istimewa MPR, Selasa sore pekan lalu, telah memaksa fraksi-fraksi mengubah laporan pemandangan umumnya yang akan mereka bacakan keesokan harinya. Fraksi Karya Pembangunan, fraksi terbesar di MPR, yang beranggotakan 585 orang, misalnya, harus berapat sampai pukul 05.00 Rabu pagi agar pandangan mereka sejalan dengan kesepakatan tersebut. Dan dengan bangga, perubahan itu mereka umumkan kepada pers. "Dari delapan butir hasil Ciganjur, tujuh kita penuhi. Hanya satu yang kita beda,?? ujar Ketua FKP MPR, Marzuki Darusman. Fraksi lainnya pun menyetujui kesepakatan Ciganjur tersebut--paling tidak beberapa poin. Tak aneh bila kesepakatan ini bisa membelokkan pandangan para wakil rakyat itu. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh empat tokoh masyarakat yang kini secara riil punya dukungan massa. Mereka adalah Ketua Umum NU K.H. Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PAN Amien Rais, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dengan dukungan massa dari kelompok Islam dan nasionalis yang kalau diancer-ancer mencapai lebih dari 50 juta jiwa, para anggota parpol ini, yang jelas membutuhkan dukungan massa dalam pemilu mendatang, lebih senang mengikuti arah yang digariskan dari Ciganjur tersebut. Ada delapan poin yang digariskan dalam kesepakatan Ciganjur. Keempat tokoh itu mengimbau kepada semua pihak agar konsisten pada kesatuan dan persatuan bangsa, memberdayakan lembaga perwakilan, desentralisasi pemerintahan sesuai dengan kemampuan daerah, dan pelaksanaan reformasi diletakkan dalam perspektif generasi baru. Mereka juga minta agar pemilu dilaksanakan oleh pelaksana independen. Pemilu ini untuk mengakhiri pemerintah transisi yang dipimpin B.J. Habibie dan selambat-lambatnya tiga bulan sesudahnya pemerintah baru sudah terbentuk. Selain itu, mereka minta agar penghapusan dwifungsi ABRI paling lama enam tahun dari sekarang, pengusutan pelaku korupsi dimulai dari Soeharto, serta mendesak Pengamanan Swakarsa SI MPR agar membubarkan diri. Kesepakatan keempat tokoh ini dibacakan oleh Amien Rais di depan ratusan mahasiswa dan belasan tokoh masyarakat yang memenuhi halaman rumah Gus Dur. Pertemuan ini memang sudah lama dinanti-nantikan. Sudah banyak tokoh prodemokrasi yang berupaya mempertemukan Amien-Gus Dur-Mega dalam sebuah dialog nasional. Namun, menyatukan tokoh Muhammadiyah dan NU ini bukanlah hal yang mudah. Ditambah lagi, kegiatan Gus Dur, yang baru terserang stroke akhir tahun lalu, kini amat terbatas. Para tokoh prodemokrasi itu sebenarnya berharap pertemuan bisa dilaksanakan sebelum SI dan karena itulah ratusan mahasiswa selama beberapa hari sampai bertenda di halaman rumah Gus Dur dan Mega untuk "memaksa" mereka. Yang akhirnya berhasil mempertemukan kedua tokoh Islam, Mega, kemudian ditambah Sultan HB X, dan Uskup Belo--tokoh ini tak bisa hadir karena sakit--dalam dialog nasional ini adalah Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), dan Universitas Siliwangi Tasikmalaya. "Kita sudah coba sejak Juli lalu. Kami dibantai kanan-kiri. Woo, nggak mungkin mempertemukan Amien dan Gus Dur karena semua orang sudah mencoba,?? cerita Andriyanto, Ketua Tim Satuan Tugas KM ITB, kepada Arif A. Kuswardono dari TEMPO. Upaya pertemuan ini sebenarnya hampir berhasil hari Senin, sehari sebelum SI MPR berlangsung. Sayang, pada saat Amien yang sudah dijemput dari bandara dalam perjalanan ke Ciganjur, Gus Dur justru meninggalkan rumah dengan alasan harus memeriksakan kesehatan. Marahkah Amien? ??Segala sesuatunya ditentukan oleh takdir,?? ujarnya, yang hanya mau menunggu selama 20 menit di Ciganjur. Gus Dur memang menjadi kunci terselenggaranya pertemuan ini, tapi sayang sikapnya tak tegas. Mega bisa dipastikan akan hadir bila tokoh yang dianggap kakaknya itu hadir. Untungnya, Amien masih mau melanjutkan pertemuan esok harinya dan itulah yang akhirnya melahirkan kesepakatan Ciganjur. Kesepakatan itu disusun bersama oleh mahasiswa dan keempat tokoh tersebut. Ada empat agenda yang disodorkan oleh wakil ketiga organisasi itu, yaitu tentang upaya mengatasi disintegrasi bangsa, dwifungsi ABRI, pemerintahan Habibie, dan soal pemberantasan korupsi. Keempat tokoh itu lalu menanggapinya. Tampaknya, para wakil mahasiswa maupun Amien Rais "mengalah" pada pendapat yang berkembang. Dalam soal disintegrasi, misalnya, ia tak ngotot mempertahankan prinsipnya mengenai perlunya dibentuk negara federasi. Gus Dur memang mensyaratkan agar pertemuan tersebut tak membicarakan soal federasi. Suara Amien hanya terdengar ketika ia mengusulkan agar pemerintah baru dibentuk paling lama tiga bulan setelah pemilu. Keempat poin yang diajukan mahasiswa kemudian mereka setujui, bahkan diperluas menjadi delapan poin. Sekali lagi, Gus Dur menjadi kunci tercapainya kesepakatan yang banyak bersikap kompromistis itu. Dalam soal pemerintahan Habibie, misalnya, Gus Dur menegaskan bahwa sebenarnya ia tak setuju pada Habibie, tapi ia harus menerimanya karena secara konstitusional dialah satu-satunya presiden. Mengenai soal dwifungsi ABRI, para tokoh masyarakat itu berbeda pendapat dengan tuntutan kelompok-kelompok mahasiswa yang selama ini aktif menggelar aksi demo. Tak seperti tuntutan mahasiswa bahwa ABRI harus cabut dari DPR, kesepakatan Ciganjur memberi batas waktu maksimal enam tahun. Apa alasannya, Gus? ??Kalau saya dihadapkan langsung dengan ABRI, ya, nanti dulu. Saat ini saya memimpin NU. Sampeyan enak, enggak mimpin siapa-siapa,?? ujarnya kepada TEMPO. Selain itu, ia menyorot tak siapnya warga sipil menggantikan peran yang selama ini dipegang oleh ABRI, seperti ratusan bupati dan gubernur. Pendapatnya kemudian disetujui oleh tiga tokoh lainnya, meski belakangan Amien Rais dikritik oleh pengurusnya di PAN karena partai tersebut menuntut agar tahun ini juga ABRI keluar dari parlemen. Kesepakatan yang kompromistis inilah yang kemudian diserap oleh fraksi-fraksi di MPR, bahkan dijadikan senjata untuk menekan fraksi lain yang tak setuju pada butir tersebut. Ini dikatakan oleh Farid Hamzah, juru bicara FPP di Komisi A, yang salah satu butirnya membahas soal kedudukan ABRI di DPR. ??Tokoh-tokoh kritis saja mau kompromi, kok, PPP tidak??? begitu kira-kira alasan mereka. Maka, PPP pun terpaksa takluk. Tentu saja, para mahasiswa dan tokoh prodemokrasi tak bisa menerima kesepakatan yang tak sesuai dengan aspirasi mereka, terutama dalam masalah pemerintahan Habibie dan dwifungsi ABRI. Suara-suara sumbang pun berdatangan. ??Bahasanya terlalu normatif,?? ujar Ratna Sarumpaet dari Koalisi Nasional kepada Hardy R. Hermawan dari TEMPO. ??Mereka ingin bermain aman dan mempertimbangkan kepentingan mereka sendiri,?? kata Erman dari Keluarga Besar UI. Para mahasiswa yang dihubungi menginginkan agar para tokoh itu tak hanya membuat pernyataan, tapi memimpin massa dan mengambil alih pemerintahan Habibie. Sikap para pemimpin yang kompromistis seperti itu terbukti berbuntut panjang. Para mahasiswa yang tak puas pada hasil SI MPR kemudian meneruskan aksinya, yang akhirnya menyebabkan 13 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam demo Jumat lalu. Pada saat seperti ini, baru Gus Dur yang berani mengeluarkan sikap keras. ??Keputusan SI sudah tak ada gunanya karena tak memperoleh legitimasi. Maka, waktu saya lihat di TV anggota DPR ketawa-ketawa, batin saya berkata, ?Ini bangsat?,?? ujarnya. Sedangkan Amien Rais berkomentar, ??Sebaiknya Panglima ABRI Jenderal Wiranto mengundurkan diri." Apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Korban yang sebenarnya bisa dicegah bila mereka bersikap lebih tegas kini telah masuk liang kubur. Diah Purnomowati, Agus S. Riyanto, Dwi Arjanto, Iwan Setiawan, Mustafa Ismail

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus