LANGKAH pertama Menaker Sudomo di tahun 1986: menertibkan Perusahaan, Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI). Tiba-tiba saja Menteri yang suka bikin kejutan ini, Kamis pekan lalu, dalam sebuah konperensi pers, menyatakan penciutan dari 228 PPTKI hanya menjadi 45. "Bagi yang terkena penertiban," kata Sudomo pula, "masih diberikan kesempatan berusaha dengan cara merger. Masih ada izin bagi 5 PPTKI lagi." Tampaknya, Depnaker mulai bertindak tegas. Selama ini sudah berkali-kali, kata Menteri pula, perusahaan-perusahaan itu diberi peringatan karena melakukan pelanggaran. Tapi tak ada reaksi. Maka, didahului dengan seleksi oleh Tim Evaluasi PPTKI beberapa lama lewat, hasilnya diumumkan pekan lalu itu. Kurang jelas adakah dari 228 PPTKI memang hanya lulus seleksi 45, ataukah jumlah itu merupakan target Depnaker. Yang jelas, dari 45 yang lulus, 8 PPTKI ternyata statusnya dibekukan, karena melanggar peraturan. Untuk selanjutnya, pihak Depnaker akan memberlakukan peraturan yang ketat. Misalnya, TKI yang hendak dikirimkan ke Arab harus lulus tes bahasa Arab. Yang akan memberikan tes, tentu, Depnaker. "Supaya mereka bisa berkomunikasi, dengan demikian tak mudah tertipu," kata Sudomo kepada wartawan. Persyaratan yang lain sama dengan ketentuan yang sudah diberlakukan, antara lain: PPTKI harus punya perwakilan di Arab Saudi, TKI sebelum dikirim harus mendapat latihan keterampilan. Terdengarnya ketentuan-ketentuan itu memang melindungi para TKI, yang selama ini dikabarkan bernasib buruk. Tapi seleksi Tim Evaluasi menimbulkan suara-suara ketidakpuasan. Sebuah sumber TEMPO yang keberatan disebutkan namanya mengatakan, ada beberapa PPTKI yang dikenal jujur tak lolos dari seleksi, sebaliknya yang jelas-jelas pernah melakukan pelanggaran malahan lulus. Contohnya, PT Ali Syarif, termasuk yang dilarang terus berusaha karena tak memiliki balai latihan keterampilan. Ali Syarif ternyata membantah. "Silakan melihat balai latihan kami, lengkap dengan kurikulum, silabus, dan sebagainya," katanya kepada Musthafa Helmy dari TEMPO. Sementara itu, PT Banda Buana Corp. di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang jelas-jelas beberapa lama lewat berurusan dengan polisi karena melakukan penyekapan calon TKI, lulus seleksi. Lalu beberapa PPTKI lagi, yang - kata sumber tersebut - diketahui oleh Depnaker suka memungut uang dari calon TKI juga dapat izin terus beroperasi. Memang PT Banda punya dalih. Penyekapan terjadi karena PT Banda belum punya tempat penampungan. "Jadi, ketika ada kelambatan pengurusan administrasi, terpaksa calon TKI kami tampung berdesak-desakan di sebuah rumah," tutur M.F. Ubaidi, Direktur Umum PT tersebut, kepada Indrayati dari TEMPO. Kini, PT Banda tengah mengubah sebuah hotel di kawasan Tanjung Priok menjadi tempat penampungan. Sesungguhnya perihal seleksi itu memang kurang Jelas. Dan ini karena pihak Tim Evaluasi sangat tertutup. Menurut Ismail Sumaryo, Ketua Tim yang sehari-hari adalah Sekretaris Ditjen Pembinaan dan Pengawasan Norma Kerja Depnaker, ada 25 kriteria penyeleksian. Antara lain: tak memenuhi wajib lapor, tak punya kantor perwakilan di luar negeri, tak punya balai latihan. "Kesalahan terberat adalah bila PPTKI memalsukan jenis kelamin calon TKI," tambah Ismail. Dan yang bisa lulus seleksi bila maksimal hanya punya tujuh kesalahan. Tapi, inilah sumber kritik terhadap Tim ini, Ismail tak bersedia menyebutkan jenis kesalahan PPTKI. Selasa pekan ini, direncanakan ada rapat PPTKI yang dicabut izinnya. Pertemuan yang diselenggarakan oleh IMSA ini kurang jelas, membicarakan merger ataukah akan mengajukan keberatan terhadap cara Tim Evaluasi mengadakan seleksi. Yang jelas, pasaran TKI di Arab Saudi tampaknya masih terus meningkat, meski negara jauh di barat laut Indonesia itu mengalami kelesuan ekonomi. Menurut catatan Depnaker, pada 1984 sekitar 44.000 TKI dikirim ke sana. Tahun lalu jumlah itu bertambah 55.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini