Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei lembaga jajak pendapat Indikator Politik terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB mengalami dinamika yang cukup signifikan. Namun mayoritas responden memilih agar PSBB dihentikan untuk memulihkan kondisi ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mungkin bahkan di antara mereka yang pro kesehatan ketika PSBB dilaksanakan setengah hati, seperti yang mereka alami di banyak wilayah, itu mereka merasa PSBB bukan sebagai juru selamat satu-satunya," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi dalam pemaparan survei mereka bertajuk 'Mitigasi Dampak Covid 19: tarik Menarik antara Kepentingan Ekonomi & Kesehatan', yang digelar daring, Ahad 18 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil survei Indikator teranyar pada September 2020, sebanyak 55 persen responden menilai PSBB sudah cukup dan bisa dihentikan agar ekonomi segera berjalan. Angka ini lebih rendah 5 persen ketimbang survei yang dilakukan pada Juli, namun masih jauh lebih tinggi ketimbang awal masa pandemi Covid-19 di bulan Mei.
Menurut Burhanudin, dinamika respon dari responden ini terjadi karena persepsi yang berbeda. Pada awal mula PSBB dilakukan, masyarakat fokus pada persoalan kesehatan. Namun di bulan Juli, menurut tafsir Burhanudin, masyarakat lelah dan mengalami kesulitan ekonomi. Sehingga saat itu sebesar 60,6 persen masyarakat ingin PSBB dicukupkan.
Adapun pada survei di September angka tersebut turun karena persoalan ekonomi ternyata belum bisa teratasi dengan mencabut PSBB. "Ternyata setelah ada pelonggaran PSBB, pekerjaan yang didambakan oleh warga yang betul-betul diidamkan nggak juga mereka dapatkan," tuturnya.
Survei terbaru Indikator dilakukan pada 24-30 September 2020. Mereka menggunakan metode sampel acak dari 1.200 responden, dengan margin of error 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Adapun pemilihan responden di masa pandemi Covid-19, Indikator mengambil dari responden yang sempat mereka wawancarai secara tatap muka pada dua tahun terakhir.
FIKRI ARIGI