Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, T.B. Hasanuddin, menilai pemberian gelar kehormatan Jenderal TNI oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tak punya dasar hukum. Pasalnya, dia berujar tak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian gelar kehormatan bagi seorang purnawirawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menerima penganugerahan kehormatan Jenderal TNI dari Presiden Joko Widodo dalam sela Rapat Pimpinan TNI-Polri di Gedung Ahmad Yani, Mabes TNI, Jakarta Timur, pada Rabu, 28 Februari 2024. Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Prabowo sesuai dengan Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasca-Reformasi 1998, Hasanuddin mengatakan pemberian pangkat dalam militer diatur oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Beleid itu mengatur jenis pangkat hanya tiga, yaitu pangkat aktif, pangkat titular, dan pangkat lokal.
"Jadi untuk pangkat kehormatan dan penghargaan sudah tidak lagi," ujar Hasanuddin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu, 28 Februari 2024.
Selain itu, Hasanuddin mengatakan ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dia menuturkan pasal 33 A menyebutkan pangkat itu bisa diberikan kepada seseorang sebagai tanda penghargaan atau tanda kehormatan karena jasa. "Tapi tanda kehormatan itu diberikan kepada mereka yang masih aktif," kata Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 memang mengatur pemberian tanda penghargaan berupa bintang, tapi bukan bintang di pundak. Dia mencontohkan bintang itu misalnya Bintang Jasa Republik Indonesia, Bintang Mahaputra, dan Bintang Sakti.
Hasanuddin mengatakan, Presiden boleh saja memberikan penghargaan kalau menganggap Prabowo punya jasa kepada negara. Namun, dia mengatakan Presiden seharusnya memberikan Bintang Jasa Republik Indonesia, Bintang Mahaputra, dan Bintang Sakti. "Memberikan kenaikan pangkat dia yang sudah pensiun tidak ada aturannya," ujar Hasanuddin.
Politikus PDIP itu mengatakan pangkat kehormatan dan pangkat politik sudah ditiadakan pada era Reformasi. Dia meminta pangkat itu jangan dibangunkan kembali. Kalau masih mau kembali ke zaman dulu, dia mengatakan pemerintah harus merevisi undang-undang terlebih dahulu. "Itu jadi subjektif seperti zaman dulu. Hanya karena Ketua Golkar dinaikkan pangkatnya," kata Hasanuddin.
Kalau memang mau menghidupkan budaya lama, dia mengatakan keputusan presiden soal pemberhentian Prabowo dibatalkan terlebib dahulu. Namun, dia mengatakan itu belum cukup sebab mantan Danjen Kopassus itu sudah purnawirawan. Walhasil, dia mengatakan dua undang-undang tadi harus direvisi terlebih dahulu.
"Kalau memang Pak Prabowo berjasa, jangan diberi pangkat tambahan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan," kata Hasanuddin.
HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Connie Pertanyakan Keputusan Jokowi Beri Prabowo Gelar Kehormatan Jenderal TNI