Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Transmigran Di Sausu & Toili

113 orang transmigran asal bali meninggal terserang malaria di sulawesi tengah, transmigran tersebut tinggal di proyek transmigrasi sausu tambarana (kab. donggala), dan di toili (kab. banggai).

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA mengejutkan beruntun datang dari Sulawesi Tengah. Mula-mula 40 transmigran asal Bali meninggal terserang malaria di Sulawesi Tengah. Sepuluh hari kemudian jumlah korban meningkat dua kali. Hingga Oka Mahendra, anggota DPR dari daerah pemilihan Bali, minggu lalu merasa perlu menyurati Menmud Transmigrasi Martono menanyakan musibah tersebut. Dan akhir pekan lalu, Martono yang tengah meninjau beberapa lokasi transmigrasi di Sul-Teng mengungkapkan jumlah korban yahg sebenarnya, yaitu 113 orang. Tapi, katanya, tidak semuanya karena malaria. Menurut Dirjen Transmigrasi Kadrusno, yang meninggal karena malaria 85 orang, sedang 28 lainnya karena pen yakit lain. Para korban tersebut baru beberapa minggu tiba dari Karangasem, Bali. Mereka termasuk rombongan yang berangkat pertengahan Maret, terdiri 50 kk. Sebagian tinggal di proyek transmigrasi Sausu Tambarana, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupatn Donggala lainnya di Toili, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Menurut pemeriksaan medis, limpa para korban membengkak sampai 2,5. "Ini berarti penderita sudah lama mengidap malaria," kata dr. Pintor Simorangkir dari RS Undata, Palu. Limpa itulah memang yang pertama-tama diserang oleh bibit malaria yang kronis. "Setelah itu menyerang butir darah merah," tambah Pintor. Dengan begitu, menurut para pejabat kesehatan di Sul-Teng, penyakit tersebut sudah dibawa sejak dari daerah asal. Wakil kepala Kanwil Transmigrasi Sul-Teng, Demas, membuktikan hal itu dengan menunjuk pada puluhan kepala keluarga transmigran asal DKI, Yogya, Ja-Tim, juga Bali yang sudah tiba lebih dulu di kedua lokasi tersebut -- begitu pula yang di lokasi lain sehat-sehat saja. Sebuah tim gabungan dari pusat dan daerah (Bali dan Sul-Teng) sudah turun ke Sausu dan Toili. Selama 5 hari tim memeriksa dan mengobati para transmigran secara massal, termasuk 100 transmigran yang dirawat di poliklinik setempat . Akhirnya tim menyimpulkan ada lima faktor penyebab musibah tersebut. Yaitu kurangnya perhatian dalam pengamanan kesehatan sejak dari daerah asal terlambatnya penyemprotan rumah transmigran di daerah tujuan kurangnya usaha penanggulangan wabah sedini mungkin kurangnya persediaan kelambu dan terlambatnya laporan dari daerah musibah. Kesimpulan itu nampaknya dibuat senetral mungkin. Sebab sebelumnya terkesan adanya saling menyalahkan antara para petugas kesehatan Sul-Teng dan Bali. Ka-Kanwil Departemen Kesehatan Sul-Teng, dr. Udin Muslaini, misalnya, berkata: musibah itu tak perlu terjadi andai jadwal kedatangan transmigran diketahui pihak Kanwil. "Apalagi bila pemeriksaan kesehatan dilakukan secara teliti," tambahnya. Tapi menurut dokter Kabupaten Karangasem, Tjokorde Gde Ardjana, pemeriksaan secara teliti termasuk pemeriksaan laboratorium tidak mungkin dilakukan terhadap ratusan transmigran hanya dalam waktu 4 sampai 5 hari yaitu saat mereka dikarantina sebelum berangkat. "Tapi transmigran yang berangkat itu umumnya sehat," tambah Tjokorde. Tuduhan yang dilontarkan Ka-Kanwil Transmigrasi Bali, drs. K. Berlin lebih serius. Dia menilai Pemda Sul-Teng mengabaikan pelayanan kesehatan para transmigran. Menurut laporan yang diterimanya dari utusan transmigran yang kembali ke Bali, di proyek transmigrasi tidak tersedia obat-obatan. Made Wirti, misalnya, salah seorang transmigran yang pulang dan kini dirawat di RSU Amlapura Karangasem, mengalami kesulitan di Toili. "Sebelum berangkat saya membeli 150 biji pil kina. Tapi setelah habis saya tak mendapat obat," tuturnya kepada Antara. Bahwa Sul-Teng merupakan daerah malaria endemik, diakui oleh dr. Udin Muslaini. Bahkan menurut dr. Akib Kamaludin dari Ditjen P3M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular) Di Toili ditemukan jenis nyamuk baru anopbeles minimus flavirostris, sedang di Sausu ada anopheles barbirostris, yaitu dua dari 57 jenis nyamuk ganas di duma. Selain penyakit malaria, ada keluhan lain dari transmigran yang bermukim di Sausu dan Toili. Antara lain sarana perhubungan yang sangat sulit. Banyak sungai di sana tanpa jembatan. Kalaupun ada, hanya berupa jembatan darurat bikinan penduduk yang mudah putus di musim banjir. Begitu pula jalanjalan yang ada, selain naik-turun perbukitan, juga licin di musim hujan. Selain tikus dan walang sangit di daerah ini dikenal pula hama tanaman berupa rusa, babi hutan dan sejenis monyet tanpa ekor yang di sana disebut yakis. Obat pembasmi hama? Di sana barang semacam itu hampir tak dikenal orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus