Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Sabang, Bebas Atau Tidak

Masalah pelabuhan sabang sebagai pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, kini ramai dibicarakan sejak peristiwa penangkapan kapal dagang m.v accres. (dh)

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, Sabang sangat merugikan. Bukan saja karena adanya penyusupan lewat pelabuhan itu ke daerah pabean statusnya yang bebas juga dapat menimbulkan adu-domba antara sesama aparat. Semua itu pendapat Pangdaeral I, Laksamana Pertama B. Purnomo di Medan awal Juni. Karena itu ia beranggapan fungsi Sabang perlu dikembalikan sebagai pelabuhan biasa dan cukup diurus oleh seorang administrator saja. Katanya, usul tersebut adalah juga usul Muspida Tingkat I Daerah Istimewa Aceh dan sudah diajukan ke pusat. Tapi ternyata hal itu dibantah oleh orang anggota Muspida Aceh Selasa pekan lalu. Bahkan sebelumnya, dalam rapat 19 Mei, Muspida setempat justru mendukung pengamanan Sabang sebagai pelabuhan dan daerah perdagangan bebas. "Hingga citra Aceh dengan Sabangnya tidak rusak," kata anggota Muspida tersebut. Keputusan rapat Muspida 19 Mei itu telah disampaikan pula kepada Wapangkowilhan I Mayjen Imam Munandar di Medan, sementara Gubernur Madjid Ibrahim juga telah mengirim kawat kepada Administrator Pelabuhan Bebas Sabang: agar nama baik Sabang dipelihara, antara lain dengan membatasi pemasukan barang-barang dari luar negeri. Sementara timbul kesan adanya perIedaan pendapat tentang status Pelabuhan Sabang, Pangdam l/lskandar Muda Brigjen R.A Saleh kini malah sedang bekerja keras mengamankan fungsi Sabang. "Bebasnya Sabang jangan disalahgunakan," kata R.A Saleh Pangdam itu tidak menyangkal barang-barang yang masuk lewat pelabuhan tersebut selama ini terlalu berlebihan, "hingga merangsang penyelundupan." Itulah sebabnya perlu pengamanan. Karena itu, tambah Pangkowilhan Letjen Wiyogo, "harus dipisahkan status pelabuhan bebasnya dengan kasus penyelundupan yang banyak bersumber dari sana." Telantar Perhatian tiba-tiba banyak tertuju ke pelabuhan ini dimulai sejak peristiwa penangkapan kapal dagang MV "Accres" 8 Mei oleh petugas Bea Cukai Belawan. Sudah 7 tahun biasa mondar-mandir ke Sabang, kapal milik pengusaha Singapura itu digiring dari Pantee Raja, Aceh, ke Belawan dengan tuduhan membawa barang selundupan (TEMPO 7 Juni). Kecenderungan menyelundup itu agaknya antara lain karena "sebagai pelabuhan bebas, selama ini Sabang ditelantarkan" -- seperti kata Letjen Wiyogo. Hal ini didukung oleh pendapat Ramli Mahmud, ketua umum Yayasan Kerukunan Masyarakat Aceh di Medan. "Bagaimana pelabuhan tidak bocor, kalau tidak dibina dan diawasi," kata Ramli. Sudah sejak tahun 1896 Sabang dijadikan pelabuhan bebas oleh pemerintah Hindia Belanda. Status itu ditetarlkan kembali pada 1963, lantas disahkan secara resmi oleh DPR-RI pada 1970 dengan UU No. 3 dan 4. "Kalau status tersebut hendak dicabut, itu urusan DPR-RI," kata seorang anggota DPRD Aceh. Dan 16 Juni lalu, Komisi VII DPR mengadakan dengar pendapat dengan pihak Administrator Pelabuhan Bebas Sabang. Selama ini Sabang dikelola oleh Komando Pelaksana Pemban(Tunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS). Badan ini bertanggung-jawab langsung kepada Dewan Daerah Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang yang diketuaiMenko Ekuin Wijojo Nitisastro. Tapi dewan yang beranggotakan 6 menteri dan gubernur BI itu sejak terbentuk September 1970 kabarnya belum pernah bersidang membicarakan ikhwal pelahuhan itu. Bagaimanapun juga masalah Pelabuhan Sabang yang bebas menjadi persoalan begitu penting bagi masyarakat Aceh. Bahkan seorang tokoh masyarakat Aceh di Banda Aceh mengungkapkan bahwa status Sabang seperti selama ini hampir satu-satunya kebanggaan rakyat daerah ini. Sehingga sumber-sumber TEMPO di sana meramalkan tak mustahil Aceh akan menyetop pengiriman berasnya ke Sumatera Utara (60.000 ton per tahun) sererti selama ini, bila status pelabuhan itu diubah. Pelabuhan ini terletak di Kotamadya Sabang di Pulau Weh, Daerah Istimewa Aceh. Hasil utama pulau yang luasnya 154 km persegi ini kopra (125 ton/tahun) dan cengkih (60 ton/tahun). Tapi juga banyak penduduk yang bertanam kopi, pala, pinang dan randu. Di Sabang kini ada industri pengawetan ikan tuna berkapasitas 900 ton dan industri pengolahan udang milik PT Pendawa Penengah. Kini sedang dirintis industri kayu, pengolahan rotan, industri pakaian jadi dan usaha perkapalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus