SEBAGAI pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, Sabang sangat
merugikan. Bukan saja karena adanya penyusupan lewat pelabuhan
itu ke daerah pabean statusnya yang bebas juga dapat menimbulkan
adu-domba antara sesama aparat.
Semua itu pendapat Pangdaeral I, Laksamana Pertama B. Purnomo di
Medan awal Juni. Karena itu ia beranggapan fungsi Sabang perlu
dikembalikan sebagai pelabuhan biasa dan cukup diurus oleh
seorang administrator saja. Katanya, usul tersebut adalah juga
usul Muspida Tingkat I Daerah Istimewa Aceh dan sudah diajukan
ke pusat.
Tapi ternyata hal itu dibantah oleh orang anggota Muspida Aceh
Selasa pekan lalu. Bahkan sebelumnya, dalam rapat 19 Mei,
Muspida setempat justru mendukung pengamanan Sabang sebagai
pelabuhan dan daerah perdagangan bebas. "Hingga citra Aceh
dengan Sabangnya tidak rusak," kata anggota Muspida tersebut.
Keputusan rapat Muspida 19 Mei itu telah disampaikan pula kepada
Wapangkowilhan I Mayjen Imam Munandar di Medan, sementara
Gubernur Madjid Ibrahim juga telah mengirim kawat kepada
Administrator Pelabuhan Bebas Sabang: agar nama baik Sabang
dipelihara, antara lain dengan membatasi pemasukan barang-barang
dari luar negeri.
Sementara timbul kesan adanya perIedaan pendapat tentang status
Pelabuhan Sabang, Pangdam l/lskandar Muda Brigjen R.A Saleh
kini malah sedang bekerja keras mengamankan fungsi Sabang.
"Bebasnya Sabang jangan disalahgunakan," kata R.A Saleh Pangdam
itu tidak menyangkal barang-barang yang masuk lewat pelabuhan
tersebut selama ini terlalu berlebihan, "hingga merangsang
penyelundupan." Itulah sebabnya perlu pengamanan. Karena itu,
tambah Pangkowilhan Letjen Wiyogo, "harus dipisahkan status
pelabuhan bebasnya dengan kasus penyelundupan yang banyak
bersumber dari sana."
Telantar
Perhatian tiba-tiba banyak tertuju ke pelabuhan ini dimulai
sejak peristiwa penangkapan kapal dagang MV "Accres" 8 Mei oleh
petugas Bea Cukai Belawan. Sudah 7 tahun biasa mondar-mandir ke
Sabang, kapal milik pengusaha Singapura itu digiring dari Pantee
Raja, Aceh, ke Belawan dengan tuduhan membawa barang selundupan
(TEMPO 7 Juni).
Kecenderungan menyelundup itu agaknya antara lain karena
"sebagai pelabuhan bebas, selama ini Sabang ditelantarkan" --
seperti kata Letjen Wiyogo. Hal ini didukung oleh pendapat
Ramli Mahmud, ketua umum Yayasan Kerukunan Masyarakat Aceh di
Medan. "Bagaimana pelabuhan tidak bocor, kalau tidak dibina dan
diawasi," kata Ramli.
Sudah sejak tahun 1896 Sabang dijadikan pelabuhan bebas oleh
pemerintah Hindia Belanda. Status itu ditetarlkan kembali pada
1963, lantas disahkan secara resmi oleh DPR-RI pada 1970 dengan
UU No. 3 dan 4. "Kalau status tersebut hendak dicabut, itu
urusan DPR-RI," kata seorang anggota DPRD Aceh. Dan 16 Juni
lalu, Komisi VII DPR mengadakan dengar pendapat dengan pihak
Administrator Pelabuhan Bebas Sabang.
Selama ini Sabang dikelola oleh Komando Pelaksana Pemban(Tunan
Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS). Badan ini
bertanggung-jawab langsung kepada Dewan Daerah Perdagangan dan
Pelabuhan Bebas Sabang yang diketuaiMenko Ekuin Wijojo Nitisastro.
Tapi dewan yang beranggotakan 6 menteri dan gubernur BI itu
sejak terbentuk September 1970 kabarnya belum pernah bersidang
membicarakan ikhwal pelahuhan itu.
Bagaimanapun juga masalah Pelabuhan Sabang yang bebas menjadi
persoalan begitu penting bagi masyarakat Aceh. Bahkan seorang
tokoh masyarakat Aceh di Banda Aceh mengungkapkan bahwa status
Sabang seperti selama ini hampir satu-satunya kebanggaan rakyat
daerah ini. Sehingga sumber-sumber TEMPO di sana meramalkan tak
mustahil Aceh akan menyetop pengiriman berasnya ke Sumatera
Utara (60.000 ton per tahun) sererti selama ini, bila status
pelabuhan itu diubah.
Pelabuhan ini terletak di Kotamadya Sabang di Pulau Weh, Daerah
Istimewa Aceh. Hasil utama pulau yang luasnya 154 km persegi
ini kopra (125 ton/tahun) dan cengkih (60 ton/tahun). Tapi juga
banyak penduduk yang bertanam kopi, pala, pinang dan randu.
Di Sabang kini ada industri pengawetan ikan tuna berkapasitas
900 ton dan industri pengolahan udang milik PT Pendawa Penengah.
Kini sedang dirintis industri kayu, pengolahan rotan, industri
pakaian jadi dan usaha perkapalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini