Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dengan Kelinci, Gizi Yang Lain

Di cirateun, bandung ada 20 peternak kelinci dan di himpun dalam pilot project "romayo" bertujuan merintis organisasi peternak kelinci, membuat koperasi dan meninggalkan mutu ternak.

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKAN daging bagi keluarga Uha di Kampung Cirateun, Sukasari, Kotamadya Bandung, pernah merupakan hal yang mewah, kendati di rumahnya dipelihara 10 domba. Itu dulu. Sejak dua tahun lalu ia mulai beternak kelinci. 'Kini kami sekeluarga tiap minggu makan daging," ujar Uha yang dikaruniai 3 anak dan 4 cucu. Bahkan penghasilannya bertambah. Dalam hidup berkelinci, Uha tidak sendiri. Rosid, tetangganya, bahkan tersohor di Bandung sebagai peternak kelinci yang paling berhasil. Ia memelihara 40 kelinci jenis unggul, yang setiap 3 bulan bisa bertambah dengan 240 ekor lebih. Ternak itu menghasilkan sekitar Rp 100.000 setiap bulan baginya. Sanggup pula ia menyekolahkan keenam anaknya tanpa membebani penghasilan itu. "Setiap anak saya mulai kelas 3 SD dibekali 4 ekor kelinci," cerita Rosid. "Hasil ternak itu bisa membiayai segala keperluan mereka." Tekniknya Gampang Di Cirateun kini sedikitnya ada 20 peternak kelinci. Kegiatan itu menarik perhatian Mamur Sutamihardja, manajer Koperasi Keluarga Besar ITB (Institut Teknologi Bandung) merangkap anggota staf PTP (Pusat Teknologi Pembangunan) ITB. Mamur menghimpun peternak dari Cirateun itu dan mendirikan sebuah pilot project peternakan kelinci. Ia memperoleh bantuan sebuah bangunan di Lembang, milik Dinas Peternakan Kabupaten Bandung. Proyek yang bernama ROMAYO itu -- singkatan dari nama Rosid Mamat, Mamur dan Yoyo -- bertujuan merintis pembentukan suatu organisasi peternak kelinci, mendirikan koperasi dan meningkatkan mutu ternak itu. Melalui ROMAYO, Mamur juga ingin memopulerkan usaha beternak kelinci oleh setiap keluarga. Gagasan ini dinamakannya "Pabrik Daging Mini di Pekarangan". Setiap keluarga yang punya pekarangan sedikit, seyogianya memang bisa heternak kelinci sebagai pekerjaan sambilan. Teknik pemeliharaannya gampang. Kelinci itu bisa dipelihara dalam kandang yang tidak perlu melebihi 4 mÿFD. Menurut penelitian Lembaga Makanan Rakyat, mutu gizi daging kelinci sebanding dengan daging ternak lain seperti sapi, atau unggas seperti ayam. Dagingnya -- yang tidak diharamkan bagi umat Islam -- berwarna putih, berserat halus dan rasanya selezat daging ayam. Bagi yang diet, daging kelinci juga menguntungkan karena nilai kalori dan kadar lemaknya yang rendah. Namun di Indonesia -- seperti halnya di banyak negara berkembang -- daging kelinci kurang mendapat perhatian sebagai sumber protein hewani. Padahal kelinci adalah hewan bersih, yang secara efisien mengubah rumput, daundaunan dan kacang-kacangan menjadi protein hewani bermutu tinggi. Juga ia berkembang biak dengan pesat sekali. Kelinci mulai beranak pada umur 6 bulan, dan sekali melahirkan antara 6 sampai 15 ekor. Dalam waktu satu tahun kelinci bisa beranak 4 kali -- bahkan 5 kali -- selama 2 atau 3 tahun, sedang masa hamilnya hanya 31 hari. Anak kelinci jenis unggul bisa dipanen (dipotong) pada usia 3 « sampai 4 bulan yang menghasilkan daging sampai 1 kg. Menurut perhitungan Mamur, sepasang kelinci jenis unggul dalam satu tahun bisa berkembang biak menjadi 120 ekor lebih -- berarti minimal 100 kg daging. LIPI dalam suatu Widya Karya pernah menetapkan kebutuhan protein hewani dari daging minimal bagi orang Indonesia adalah 8,1 kg per kapita setahun atau 156 gr seminggu. Itu belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk menjangkaunya, menurut Mamur, satu keluarga 6 orang cukup dengan memelihara 3 ekor kelinci bibit unggul. Pasaran bagi daging kelinci ternyata cukup memuaskan. Berbagai restoran dan hotel di Bandung dan Jakarta selalu bersedia membelinya. Satu ekor bisa mencapai Rp 750 sekarang. Hotel Indonesia, misalnya, pernah meminta kepada Rosid agar mensuplai- setiap minggu 1 kwintal daging kelinci. "Saya benar-benar kewalahan," ujar Rosid. "Mana mungkin memenuhi permintaan sebesar itu!" Sebuah toko P&D di Bandung, bernama The Bandung Man, menjual daging kelinci dalam kemasan plastik dengan harga Rp 1.500 per kg. Pembelinya kebanyakan orang Barat, terutama orang Prancis. "Tapi orang Indonesia yang pernah membelinya, akhirnya menjadi langganan juga," cerita Ny. Oen, pemilik toko itu. Kotoran Laboratorium di berbagai perguruan tinggi, tentu saja banyak pula memerlukan "kelinci percobaan". Sedang kulit hewan itu -- bisa mencapai harga Rp 250 -- menjadi bahan baku untuk usaha kerajinan membuat topi, tas, sarung tangan, jaket, boneka, sepatu anak-anak dan lain sebagainya. Pernah seorang pengusaha kulit meminta 10 ribu lembar kulit kelinci setiap bulan, menurut Rosid. Permintaan itu pun tak sanggup ia penuhi. Peternak kelinci di Cirateun masih mendapat keuntungan tambahan. Kebetulan kampung itu berbatasan dengan Kecamatan Lembang yang banyak menghasilkan bunga dan sayur-mayur. Kencing dan kotoran kelinci baik sekali sebagai rabuk untuk tanaman itu. "Kotoran kelinci setiap hari kami kumpulkan dan kami jual," cerita Rosid. Mengenai kelinci, Yahod Sumabrata pensiunan staf ahli Pemda Jawa Barat bisa bercerita lebih banyak. Ia pernah dikirim ke Amerika Serikat oleh Departemen Pertanian untuk mempelajari cara beternak sapi. Tapi sepulangnya dari sana, Yahod lebih terkenal sebagai ahli beternak kelinci. Ia berpendapat bahwa penduduk kota, terutama golongan ekonomi lemah, bisa ditolong dengan usaha beternak kelinci. Di kota, mungkin rumput susah diperoleh. Tapi ini mungkin bisa diatasi dengan membuat makanan kelinci secara mekanis seperti misalnya pelet untuk ikan. "Di Amerika peternak kelinci tidak mengalami kesulitan. Makanan ternaknya sudah diproduksi secara besar-besaran," cerita Yahod. Produksi daging kelinci di Amerika Serikat mencapai limabelas ribu ton setahun. Produksi Prancis setiap tahun bahkan sampai jutaan ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus