Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tuan MH Manullang, Jurnalis Tanah Batak yang Layak Diganjar Gelar Pahlawan Nasional

Peneliti BRIN Asvi Warman Adam menyebut sebagai bangsa menghargai jasa pahlawan, sudah selayaknya memberi gelar pahlawan nasional ke Tuan MH Manullang

17 Juli 2022 | 18.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tuan MH Manullang. Wartawan Pejuang di Sumatera Utara. Pernah mendirikan 5 surat kabar untuk pergerakan dan perjuangan Kemerdekaan 1945. Foto: Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Medan -Sepak terjang jurnalis Tuan MH Manullang melawan penjajah membuatnya dinilai layak untuk memperoleh penghargaan Pahlawan Nasional.

Hal itu disampaikan Prof Dr Asvi Warman Adam, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada seminar “
Tuan Manullang Pahlawan Indonesia dari Tanah Batak” yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed) kemarin, Sabtu, 16 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Perjuangan panjang MH Manullang, sudah diapresiasi pemerintah, dengan  tiga kali mendapat penghargaan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu tahun-tahun 1948, 1958 dan 1967. Maka kita sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawan, sudah selayaknya memberi gelar pahlawan nasional kepada Tuan MH,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga kali memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan RI, Tuan MH adalah orang yang memprakarsai berdirinya sejumlah surat kabar untuk membangkitkan perlawanan terhadap Belanda.

Melalui surat kabarnya, Tuan MH dengan gigih melawan ekspansi agraria Hindia Belanda. Melalui surat kabar Soara Batak, Tuan MH membangkitkan kesadaran dengan semboyan: Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda yang memiliki arti Olah Tanahmu Supaya Jangan Diambil Belanda.

“Kalau Tuan MH Manullang tidak menentang ekspansi agraria, Tanah Batak (Tapanuli) sudah menjadi areal perkebunan sawit seperti Sumatra Timur. Jadi Tuan MH berjasa bagi masyarakat Tapanuli atau Tanah Batak, berjasa bagi bangsa dengan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajah,” ujar Ichwan Azhari MS, dosen Sejarah Unimed dalam kesempatan yang sama.

Mangaradja Hezekiel (MH) Manullang lahir di Tarutung tanggal 20 Desember 1887. Ia merupakan pendiri lima surat kabar legendaris di Sumatra Utara pada masa Hindia Belanda, yakni Binsar Sinondang Batak (1905-1907), Soara Batak (1919-1922), Persamaan (1924), Pertjatoeran (1926), dan Persatoean (1929).

Kelima surat kabar ini menentang keras “ekspansi agraria (perampasan tanah) rakyat” untuk dijadikan perkebunan oleh Belanda. 

Menurut Ichwan, gagasan itulah yang membuat membuat Soara Batak dibredel Belanda. Ditambah lagi, Tuan MH menentang keras kerja rodi dan pajak yang tinggi. Hal itu juga yang membuat Tuan MH dijebloskan ke Penjara Cipinang di Batavia. 

Usai bebas dari Penjara Cipinang pada 1923, 17 Februari 1924 ia menyelenggarakan Kongres Persatuan Tapanuli – dengan peserta: Sarekat Islam Tapanuli, Hatopan Kristen Batak, Komite Persatuan Sumatra dan banyak organisasi lagi. Di sini, dia sadar bahwa semua elemen bangsa harus berjuang bersama.

Pada 1924, ia menerbitkan surat kabar Persamaan di Sibolga yang berbahasa Melayu. Setelah memiliki perusahaan percetakan Kemajuan Bangsa, memasuki 1926 ia menerbitkan surat kabar Pertjatoeran

Mendirikan Banyak Sekolah dan Tiga Kali Dipenjara

Setelah koran pertamanya, yakni Binsar Sinondang Batak dibredel Belanda pada 1907, Tuan MH melanjutkan pendidikannya ke Methodist Senior Cambridge School di Singapura. Pada 1910, ia kembali ke tanah air, mendirikan sekolah di 7 tempat di Jawa Barat. Tuan MH menurunkan uang sekolah untuk pribumi dari 2,5 Gulden menjadi hanya 25 sen.

Pada masa-masa mengelola sekolah itulah Tuan MH...
 

Pada masa-masa mengelola sekolah itulah Tuan MH bercengkrama dengan sejumlah pejuang lainnya seperti Abdul Muis di Bandung, Agus Salim di Batavia dan HOS Tjokroaminoto di Surabaya. 

Tahun 1916 dia kembali ke Tanah Batak, 1917 mendirikan sekolah berbahasa Inggris di Balige. 1920 mendirikan Soara Batak, melawan ekpansi agraria penjajah. Soara Batak dibredel (1922), Tuan MH dipenjarakan di Cipinang 1922-1923. Setelah bebas, dia terus berjuang.

Pada zaman penjajagan Jepang, tahun 1942 Tuan MH dipenjara selama 1 tahun 3 bulan di Tarutung. Pada April 1949 ia kembali harus merasakan kembali berada di balik jeruji besi oleh penjajah NICA. Hal itu praktis membuatnya dipenjara oleh tiga penjajah yang berbeda, yakni Belanda, Jepang dan NICA. 

Sepak Terjang MH Manullang Lainnya

Pasca kemerdekaan RI, 1 Desember 1946 Tuan MH diangkat menjadi Kepala Urusan Bangsa Asing. Pada 15 April 1948, Tuan MH diangkat menjadi Ketua Pekerja Pertjetakan ORIP dan ditunjuk menandatangani uang kertas dengan nominal R50, R25 dan R5.

Perjuangan Tuan MH dibicarakan oleh sedikitnya dua peneliti asing, yakni Lance Castles (buku edisi Inggris 1972), dan edisi Indonesia 2001 serta disertasi Daniel Perret (buku edisi Perancis 1995), edisi Indonesia 2010.

Di masa tuanya, ia kerap membantu peneliti asing dengan memberi banyak referensi mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kemampuannya berbahasa Inggris membuat Tuan MH juga mampu mengikuti perkembangan internasional. 

“Dia gigih menentang ekspansi perkebunan di Tapanuli. Menurut hemat saya sebagai peneliti tanah-tanah adat di Tapanuli, maka Tuan MH layak menjadi pahlawan nasional,” tutur Edy Ikhsan, Pembantu Rektor II Unimed. 

Tuan MH Manullang sendiri menghembuskan nafas terakhirnya pada 20 April 1979 di Jakarta dan dimakamkan di Tarutung, Tapanuli Utara. Tuan MH sudah secara resmi diajukan Pemda Sumatra Utara (Sumut) untuk menjadi Pahlawan Nasional melalui surat resmi 29 dan 31 Maret 2022. 

HATTA MUARABAGJA
Baca juga : Petisi JIS Diganti dengan MH Thamrim Bergulir, Ini Profil MH Thamrin

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus