HAMPIR sebulan Pangkopkamtib/Ketua Opstibpus Laksamana Sudomo
sibuk turun ke jalan, melancarkan operasi memberantas pungutan
liar. Hasilnya antara lain: jembatan timbang yang menjadi sumber
pungli diciutkan dari 173 menjadi 55 buah saja. Keputusan ini
diambil setelah sejumlah menteri bidang Ekuin, yang dipimpin
Widjojo Nitisastro, Sudomo sendiri dan beberapa dirjen melapor
kepada Presiden di Istana Merdeka 13 Desember lalu.
Apa rencana Sudomo selanjutnya? Minggu lalu, orang kedua di
Departemen Hankam itu menerima wartawan TEMPO Herry Komar dan A.
Margana. Berikut ini petikan wawancara itu:
Mengapa operasi "turun ke jalan" dilakukan lagi? Apakah operasi
serupa 1977 dirasa kurang efektif?
Memang, kita sudah melakukan gebrakan itu pada 1977. Tindak
lanjut seharusnya adalah tugas departemen yang bersangkutan.
Kelihatannya, khusus yang menyangkut pengawasan kurang efektif.
Ini yang dirasakan masyarakat. Pungli itu seperti kambuh lagi.
Setelah kita lakukan pengecekan diam-diam, maka lahirlah Operasi
Teratai IV dan. Sasaran gebrakan ialah untuk mencapai momentum
tertentu. Ini berhasil dicapai. Tentu saja tindak lanjut yang
konsepsional harus segera diisikan Bukan sekedar gebrakan saja.
Presiden sendiri kemudian telah mengambil kepu tusan untuk dapat
mencegah pungli itu secara tuntas.
Sedang pejabat DLLAJR sendiri kini juga sudah sadar. Tinggal
sekarang ma syarakat. Kalau mereka tidak memberikan peluang,
misalnya dengan membawa muatan lebih dan berani menolak
memberikan pungli, saya kira ini tidak akan terjadi' Pungli bisa
dicegah selama ada sistem pengawasan yang efektif.
Apakah operasi pungli ini mengambil prioritas dalam menentukan
sasaran?
Pokoknya keseluruhan. Saya mulai dari jalanan karena ini
menyangkut dan dirasakan langsung masyarakat. Pengusaha atau
sopir truk membayar kepada oknum pejabat. Tentu mereka tidak mau
rugi. Mereka akan membebankan kepada pemilik barang. Kepada
siapa si pemilik barang membebankan lagi? Ya kepada masyarakat.
Saya memang tidak memakai istilah teri dan kakap. Saya ingin
menyelesaikan yang menyangkut langsung masyarakat. Tidak usah
ngomong banyak, jebrat-jebret saya lakukan sendiri. Sekarang
saya jamin, tidak akan ada pungli di alanan. Ini semua cara
saya yang sekaligus untuk memperbaiki yang 1977. Dulu saya
serahkan saja kepada departemen untuk menentukan tindak lanjut
Hasilnya tidak baik. Nah, sekarang kita menuju tempat lain ....
Kapan operasi semacam itu dilanjutkan ke sektor lain, misalnya
pajak, bea cukai, dan tempat pelayanan masyarakat?
Ya nanti. Tunggu saja. Kalau saya beritahu sekarang, mereka akan
siap-siap. Ini harus dipersiapkan dengan matang. Kita harus
mengecek kebenarannya, mempelajari modus operandi-nya dan
melakukan observasi. Kita tidak bisa melakukan dengan dasar
kira-kira atau prasangka. Tunggu saja kejutan berikutnya.
Bagaimana dengan korupsi? Mengapa belum menjadi sasaran?
Pemerintah menyadari bahwa korupsi itu masih ada. Tapi
pemerintah tidak berhenti melakukan tindakan pencegahan.
Caranya: memperbaiki administrasi, mengurangi birokrasi yang
berbelit, meningkatkan pengawasan dan menindak yang
bersangkutan. Sejak 1977, rata-rata 6-7 pegawai negeri ditindak
tiap hari. Yang diharapkan pemerintah, agar masalah ini
diletakkan secara proporsional, menilainya dengan wajar dan
tidak mudah menggeneralisasikan.
Sehubungan dengan soal korupsi, belum tentu uang itu membebani
masyarakat secara langsung. Mungkin ini memang ada impaknya bagi
pembangunan. Nah, kalau begitu, kita lihat saja. Apakah
pembangunan itu macet atau tidak. Apa ada proyek pembangunan
yang besar ambruk karena masalah korupsi? Sebutkan. Ini saya
tantang!
SAYA tidak mengatakan itu tidak ada. Tapi masalah ini tidak bisa
di selesaikan hanya dengan prasangka atau menggebyab uyah
(menggeneralisasikan). Lebih baik tunjukkan yang konkrit,
laporkan kepada kami lantas selanjutnya kami cek. Daripada cuma
ngomong saja. Kalau cuma ngomong begitu, nenek saya juga bisa.
Pernah diungkapkan, bahwa situasi politik atau stabilitas
nasional sekarang baik. Faktor apa yang menentukan?
Ada kesadaran dan disiplin masyarakat untuk tidak melakukan
tindakan yang mengganggu stabilitas. Hasil pembangunan 5 tahun
terakhir yang menekankan pemerataan sudah dirasakan. Kepercayaan
masyarakat semakin besar kepada pemerintah. Buktinya, mereka
mengusulkan gelar Bapak Pembangunan. Dibandingkan 1978, keadaan
sekarang tenang-tenang.
Tidakkah kelompok kecewa semakin potensial, mengingat selama 5
tahun mendatang makm banyak pejabat dan perwira tinggi yang
pensiun? Tidak, selama kita bisa menyesuaikan diri. Kalau saya,
sesudah selesai dengan jabatan, ya sudah. Jangan banyak ngomong.
Waktu kita sudah lalu. Kita sudah pernah berjasa. Tidak usah
kasih tahu lagi: eee, generasi ini harus begini-begini. Mereka
punya tahap sendiri.
Dan lagi, harus diingat bahwa tidak ada jabatan yang abadi.
Kalau begitu kan bisa dianggap mau bercokol terus. Kita ini cuma
wayang.
Tapi kadang-kadang ada itu yang dikatakan post poer syndrome.
Mereka berpikir bahwa masih menjadi pejabat. Ya salah dong.
Kalau sudah pensiun, selesailah sudah. Lebih baik pulang
kampung, di rumah, mengurus anak istri, banyak berbuat amal
untuk masyarakat, membantu pemerintah sebisanya ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini