Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nasib Tasikmalaya

Banjir lahar galunggung mengancam sekitar 200 ribu penduduk tasikmalaya, bendungan pada jebol, sebagian penduduk mulai frustasi dan sengaja menjebol tanggul. (dh)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LETUSAN Gunung Galunggung sudah mereda. Tapi begitu kemarau berakhir dan hujan mulai turun setiap sore, sejak penghujung November, banjir lahar mengancam sekitar 200.000 warga Kota Tasikmalaya. Sekarang, menjelang senja penduduk dengan cemas menggerombol di tepi Kali Ciloseh mengamati air sungai yang sudah berwarna kehitaman, kental, bercampur lahar. Dari situlah encana mengancam. Karena Ciloseh yang berhulu di Bukit Sinagar--tak jauh dari kawah gunung yang murka itu galian membawa lahar yang berjumlah puluhan juta meter kubik. Penduduk bertambah cemas, ketika terbukti segala macam tanggul, cekdam, atau kantung lahar yang dibangun pemerintah seperti tak berarti begitu banjir menerjang. Hujan yang turun Sabtu lalu, misalnya, menjebolkan benteng Sinagar sepanjang 28 meter, sehingga air Ciloseh meluap 2 sampai 5 meter. Untunglah 400 rumah di tepi kali itu sudah dikosongkan, hingga tak ada korban jiwa. Tapi bobolnya benteng itu menyebabkan Kota Tasikmalaya bertambah rawan, karena itulah yang menghalangi lahar yang dibawa Sungai cibanjaran dari pinggang Galunggung menerobos ke Kali Ciloseh. Curah hujan beberapa jam sore itu berkisar cuma 24-46,5 mm tapi mengakibatkan 7 sungai di sekitar gunung itu meluap oleh banjir lahar dingin. Meluapnya Kali Cimampang menyebabkan tanggul Negla, Kubangeceng dan kantung lahar Ciponyo yang konon mampu menampung 2,4 juta m3 lahar itu limpas. Desa Tawangbanteng pun terendam. Sedang Sungai Cikunten dan Cimerah menghanyutkan 23 rumah di Kampung Leuwiseng. Banjir yang lebih besar pada Senin kedua Desember mengakibatkan 39 rumah hanyut, 176 tertimbun lahar, 3 masjid dan 3 madrasah serta 1 sekolah hilang, entah ke mana. Tak kurang 14 kampung yang sudahdikosongkan habis tertimbun pasir dan batu. Banjir di Kali Cimampang dan Ciloseh itu melimpasi cekdam Negla--setinggi 7 meter -- lalu batu dan kayu yang terbawa lahar menjebolkan tanggul yang diperkuat pelat besi itu. Enam menit kemdian banjir sudah sampai Tasikmalaya dan membabat perumahan di tepi Ciloseh. "Jalan lahar cepat sekali belum selesai kami melapor, sudah sampai ke Tasikmalaya," ujar petugas di Pos II Indihiang. Penduduk yang bergerombol di jembatan Kali Ciloseh panik ketika lahar sudah menjilat jembatan dan menggenangi jalan sampai setengah meter. Mereka berhamburan tak menentu di tengah suara kentongan bertalu-talu. Ternyata latihan yang sudah diberikan untuk menyelamatkan diri dengan kentongan itu tak banyak artinya. Sampai kini sudah 3 orang yang meninggal oleh banjir celaka ini, seorang di antaranya petugas Satkorlak. Kota Tasikmalaya pun kian penuh pengungsi. Banjir terakhir menyebabkan 4.108 penduduk desa sekelilingnya memasuki kota itu, belum lagi 30.000 pengungsi lama ketika gunung meletus yang sampai sekarang cukup memberati Pemda . Nampaknya bencana yang sudah datang belum apa-apa. Hujan yang menyebabkan banjir besar kemarin tercatat hanya 66,5 mm. "Curah hujan terbesar diramalkan pada minggu pertama dan. kedua Januari," ujar Muhamad Rizal, petugas Pos Meteorologi Galunggung di Desa Padakembang. Saat itu mungkin curah hujan mencapai 100-110 m3 di puncak Galunggung. Padahal sekarang saja, terjangan lahar begitu besarnya. Hingga bisa dibayangkan bagaimana amukan banjir lahar nantinya. Bobolnya tanggul-tanggu dan cekdam rupanya sama sekali di luar perkiraan PU. Pihak PU, menurut Hayatun, Kepala DPU wilayah Priangan, akan mengusahakan membangun kembali tanggul yang jebol serta mempertinggi yang sudah limpas. "Sayang usaha itu terlalu sulit sekarang, karena "kami berlomba dengan hujan," ujar Hayatun. Selain itu mereka pun menghadapi penduduk yang frustrasi. Kamis malam pekan lalu, penduduk menjebolkan tanggul di Kampung Brujul, tak jauh dari tanggul Negla yang sudah lebih dulu dirobek lahar, dengan cara menggunting kawat beronjong. Polisi sedang mengusut para pelaku pengrusakan. "Belum ada yang tertangkap," ujar Kopral Ujas Sujana dari Kosek Indihiang. Seorang penduduk memang berkata kepada TEMPO, "Buat apa tanggul, kalau desa kami tak juga selamat?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus