LETUSAN Gunung Galunggung sudah mereda. Tapi begitu kemarau
berakhir dan hujan mulai turun setiap sore, sejak penghujung
November, banjir lahar mengancam sekitar 200.000 warga Kota
Tasikmalaya. Sekarang, menjelang senja penduduk dengan cemas
menggerombol di tepi Kali Ciloseh mengamati air sungai yang
sudah berwarna kehitaman, kental, bercampur lahar. Dari situlah
encana mengancam. Karena Ciloseh yang berhulu di Bukit
Sinagar--tak jauh dari kawah gunung yang murka itu galian
membawa lahar yang berjumlah puluhan juta meter kubik.
Penduduk bertambah cemas, ketika terbukti segala macam tanggul,
cekdam, atau kantung lahar yang dibangun pemerintah seperti tak
berarti begitu banjir menerjang.
Hujan yang turun Sabtu lalu, misalnya, menjebolkan benteng
Sinagar sepanjang 28 meter, sehingga air Ciloseh meluap 2 sampai
5 meter. Untunglah 400 rumah di tepi kali itu sudah dikosongkan,
hingga tak ada korban jiwa. Tapi bobolnya benteng itu
menyebabkan Kota Tasikmalaya bertambah rawan, karena itulah yang
menghalangi lahar yang dibawa Sungai cibanjaran dari pinggang
Galunggung menerobos ke Kali Ciloseh.
Curah hujan beberapa jam sore itu berkisar cuma 24-46,5 mm tapi
mengakibatkan 7 sungai di sekitar gunung itu meluap oleh banjir
lahar dingin. Meluapnya Kali Cimampang menyebabkan tanggul
Negla, Kubangeceng dan kantung lahar Ciponyo yang konon mampu
menampung 2,4 juta m3 lahar itu limpas. Desa Tawangbanteng pun
terendam. Sedang Sungai Cikunten dan Cimerah menghanyutkan 23
rumah di Kampung Leuwiseng.
Banjir yang lebih besar pada Senin kedua Desember mengakibatkan
39 rumah hanyut, 176 tertimbun lahar, 3 masjid dan 3 madrasah
serta 1 sekolah hilang, entah ke mana.
Tak kurang 14 kampung yang sudahdikosongkan habis tertimbun
pasir dan batu. Banjir di Kali Cimampang dan Ciloseh itu
melimpasi cekdam Negla--setinggi 7 meter -- lalu batu dan kayu
yang terbawa lahar menjebolkan tanggul yang diperkuat pelat besi
itu. Enam menit kemdian banjir sudah sampai Tasikmalaya dan
membabat perumahan di tepi Ciloseh. "Jalan lahar cepat sekali
belum selesai kami melapor, sudah sampai ke Tasikmalaya," ujar
petugas di Pos II Indihiang.
Penduduk yang bergerombol di jembatan Kali Ciloseh panik ketika
lahar sudah menjilat jembatan dan menggenangi jalan sampai
setengah meter. Mereka berhamburan tak menentu di tengah suara
kentongan bertalu-talu.
Ternyata latihan yang sudah diberikan untuk menyelamatkan diri
dengan kentongan itu tak banyak artinya. Sampai kini sudah 3
orang yang meninggal oleh banjir celaka ini, seorang di
antaranya petugas Satkorlak.
Kota Tasikmalaya pun kian penuh pengungsi. Banjir terakhir
menyebabkan 4.108 penduduk desa sekelilingnya memasuki kota itu,
belum lagi 30.000 pengungsi lama ketika gunung meletus yang
sampai sekarang cukup memberati Pemda .
Nampaknya bencana yang sudah datang belum apa-apa. Hujan yang
menyebabkan banjir besar kemarin tercatat hanya 66,5 mm. "Curah
hujan terbesar diramalkan pada minggu pertama dan. kedua
Januari," ujar Muhamad Rizal, petugas Pos Meteorologi Galunggung
di Desa Padakembang. Saat itu mungkin curah hujan mencapai
100-110 m3 di puncak Galunggung.
Padahal sekarang saja, terjangan lahar begitu besarnya. Hingga
bisa dibayangkan bagaimana amukan banjir lahar nantinya.
Bobolnya tanggul-tanggu dan cekdam rupanya sama sekali di luar
perkiraan PU. Pihak PU, menurut Hayatun, Kepala DPU wilayah
Priangan, akan mengusahakan membangun kembali tanggul yang jebol
serta mempertinggi yang sudah limpas. "Sayang usaha itu terlalu
sulit sekarang, karena "kami berlomba dengan hujan," ujar
Hayatun.
Selain itu mereka pun menghadapi penduduk yang frustrasi. Kamis
malam pekan lalu, penduduk menjebolkan tanggul di Kampung
Brujul, tak jauh dari tanggul Negla yang sudah lebih dulu
dirobek lahar, dengan cara menggunting kawat beronjong.
Polisi sedang mengusut para pelaku pengrusakan. "Belum ada yang
tertangkap," ujar Kopral Ujas Sujana dari Kosek Indihiang.
Seorang penduduk memang berkata kepada TEMPO, "Buat apa tanggul,
kalau desa kami tak juga selamat?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini