Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Ulama Penjaga Suara

Hampir semua partai Islam diprediksi tak lolos ambang batas parlemen. Ditinggalkan pemilih muslim, partai-partai itu mencoba mengidentikkan diri dekat dengan ulama dan gerakan Islam.

16 Februari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FOTO Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno tak ada dalam spanduk dan baliho yang dipasang Bara Krishna Hasibuan di wilayah Sulawesi Utara. Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional ini memilih mempromosikan dirinya sendiri ketimbang calon presiden-wakil presiden yang diusung partainya. “Kepentingan utama kami adalah lolos ke DPR. Jadi fokus di lapangan adalah pemilu legislatif, bukan pemilu presiden,” ujar Bara kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Bara paham betul bahwa Sulawesi Utara merupakan basis suara calon presiden inkumben, Joko Widodo. Gubernur provinsi itu, Olly Dondokambey, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin. Pada pemilihan presiden 2014, Jokowi-Jusuf Kalla mendulang 724.553 suara, sedangkan Prabowo-Hatta Rajasa memperoleh 620.096 suara.

Saat itu, Bara gagal melenggang ke Senayan. Dia menjadi anggota pergantian antarwaktu setelah kader PAN terpilih, Yasti Soepredjo Mokoagow, mundur dari DPR karena maju menjadi calon Bupati Bolaang Mongondow. Bara khawatir suaranya dan suara PAN di Sulawesi Utara tergerus jika dia menggaungkan pasangan Prabowo-Sandiaga. “Itu kan juga bagian dari strategi di lapangan supaya pemilih tak kabur,” katanya.

Menurut Bara Hasibuan, keputusan PAN mengusung Prabowo-Sandiaga tak mendongkrak elektabilitas partainya di tingkat nasional. Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia atau KedaiKOPI pada Desember 2018 menunjukkan efek ekor jas atau coattail effect pencalonan Sandiaga terhadap PAN cuma 7,8 persen. Sedangkan PKS mendapat 20,1 persen. Gerindra menangguk keuntungan terbesar dengan 46,5 persen. “PAN memang tak menikmati coattail effect,” ujar anggota Komisi Energi DPR ini.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Juli 2018. TEMPO/Subekti

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan lolos ke Senayan kini menjadi target utama PAN. Partai yang selalu mengikuti pemilu legislatif sejak 1999 itu harus melewati ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen. Syarat ini lebih berat ketimbang Pemilu 2014, yang besarnya 3,5 persen. Pada 2014, PAN lolos ke parlemen setelah meraup suara 7,59 persen.

Hasil riset sejumlah lembaga survei menunjukkan posisi PAN jauh dari aman. Sigi Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A. pada Desember 2018 menunjukkan elektabilitas PAN hanya 1,8 persen. Kondisi ini juga menimpa tiga partai Islam lain, yaitu Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang. Tingkat keterpilihan PKS sebesar 3,3 persen, PPP 3 persen, dan PBB hanya 0,2 persen. Dengan simpang kesalahan survei 2,9 persen, cuma Partai Kebangkitan Bangsa yang berada di posisi aman dengan elektabilitas 6,9 persen.

Direktur Riset Charta Politika, Muslimin, juga mengatakan posisi partai Islam—di sini didefinisikan sebagai partai dengan konstituen muslim, bukan partai berasas Islam seperti yang tertera dalam anggaran dasar—cenderung tak aman. Sebagian besar pemilih muslim tak lagi tertarik pada program partai yang cenderung normatif. Di DPR, perilaku politik mereka hampir tak ada bedanya dengan politikus partai nasionalis. Menurut Muslimin, pemilih pun menyadari politikus dari partai Islam tak menjamin lebih bagus atau lebih bersih ketimbang partai nasionalis. Terbukti, banyak kader dari partai Islam yang terjerat korupsi.

Menghadapi ambang batas parlemen yang meningkat, partai-partai Islam juga ditinggalkan sebagian kadernya. PAN, misalnya, ditinggalkan artis Lucky Hakim. Keluar dari partai matahari pada Mei tahun lalu, Lucky berlabuh ke Partai NasDem. Begitu pula musikus Anang Hermansyah, yang ogah nyaleg lagi. Anggota Komisi Pendidikan dan Kebudayaan DPR ini beralasan ingin mengurus bisnis keluarga.

Partai Bulan Bintang juga ditinggalkan pengikutnya. Setelah Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyatakan dukungan kepada Joko Widodo-Ma’ruf Amin, sejumlah calon legislatornya ramai-ramai mengundurkan diri. Tokoh Front Pembela Islam, Novel Bamukmin dan Muhsin Ahmad Alatas, termasuk di antaranya. Pengunduran diri itu terjadi setelah pentolan FPI, Muhammad Rizieq Syihab, mengeluarkan maklumat yang meminta aktivis serta simpatisan FPI di PBB mundur.

Partai Islam lain pun berusaha menangkap potensi suara PBB yang berhamburan itu. Direktur Pencapresan Partai Keadilan Sejahtera Suhud Aliyudin mengklaim partainya didekati beberapa kader yang kecewa terhadap PBB. Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor tak mau ambil pusing terhadap minggatnya sejumlah kader. Dia mengklaim elektabilitas partainya saat ini jauh lebih tinggi ketimbang prediksi berbagai lembaga survei, yaitu 2,8 persen. “Target kami mendapat 7 persen,” ujar Afriansyah.

Tak hanya merangkul kader PBB, kata Suhud Aliyudin, PKS berupaya menaikkan elektabilitas dengan janji kampanye, di antaranya menghapuskan pajak kendaraan roda dua dan memberlakukan surat izin mengemudi seumur hidup. Untuk memikat pemilih muslim, PKS berjanji mengegolkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol Agama pada periode mendatang. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan aturan itu bertujuan menjaga kehormatan ulama, tokoh agama, dan simbol agama.

PKS juga menyasar kaum milenial—mereka yang lahir pada 1980 hingga awal 2000—muslim. Partai ini mengerahkan sekitar 500 calon legislator muda, berusia 21-35 tahun, yang tersebar di tingkat nasional serta provinsi dan kabupaten/kota. Koordinator Nasional PKS Muda, Umar Salim, mengatakan orang-orang muda itu diharapkan bisa memikat pemilih milenial muslim yang sepantar dengan mereka. “Kebanyakan dari mereka adalah mantan aktivis kampus dan pengusaha muda,” ujar Umar.

Suhud Aliyudin optimistis cara itu bisa mendongkrak perolehan suara partainya hingga 15 persen. “Targetnya bisa mencapai 70 kursi,” katanya. Saat ini, PKS memiliki 40 kursi DPR. Kader PKS sekaligus calon legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah I, Bukhori Yusuf, tak khawatir terhadap hasil survei sejumlah lembaga yang memprediksi partainya sulit lolos ambang batas parlemen. Bukhori mengklaim partainya memiliki 500 ribu kader yang berkampanye. Satu kader diwajibkan menghimpun 24 suara sehingga PKS bisa mendapat 12 juta suara. Pada Pemilu 2014, partai itu mendapat 8,48 juta suara.

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno juga optimistis partainya masih bisa lolos ke Senayan. “Menurut survei internal kami, elektabilitas di atas empat persen,” ujar Eddy, yang maju sebagai calon legislator di daerah pemilihan Jawa Barat. Dia juga tak khawatir terhadap hasil survei yang menunjukkan PAN bakal terdegradasi dari Senayan. Eddy mencontohkan, pada 2014, partainya diprediksi mendapat 2-3 persen suara. Hasil akhir, 7,5 persen suara nasional diperoleh PAN.

Ketua PAN Chandra Tirta Wijaya mengatakan hasil survei itu rendah karena pemilih partainya enggan mengungkap pilihannya saat disurvei. Hasil sigi internal PAN, kata Chandra, menunjukkan mayoritas pemilih partai itu berasal dari kalangan terpelajar. “Mereka yang intelek cenderung tertutup,” ujar Chandra.

Meski elektabilitasnya saat ini masih mepet dengan ambang batas, partai yang dipimpin Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan itu menargetkan perolehan suara 10 persen dan 58 kursi DPR. Jumlah ini meningkat dari perolehan PAN saat ini, 49 kursi parlemen. Sebagai partai Islam, kata Eddy Soeparno, PAN juga ambil bagian dalam gerakan kaum muslim, misalnya “Aksi Bela Islam” dan “Reuni 212”.

Mencoba meningkatkan perolehan suara, menurut Eddy, PAN mengotak-atik posisi anggota legislatif yang dianggap sebagai pendulang suara alias vote getter. Komedian Eko Hendro Purnomo, misalnya, maju dari Ibu Kota, yaitu daerah pemilihan Jakarta I. Pada 2009 dan 2014, Eko terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur VII. Lima tahun lalu, perolehan suaranya hampir 70 ribu.

Eddy mengatakan partainya tak sembarangan menggeser daerah pemilihan calon legislatornya. Keputusan ini bisa dianggap tepat. Survei yang dirilis Charta Politika pada Senin pekan lalu menunjukkan elektabilitas Eko berada di posisi ketiga. Di daerah pemilihan itu, ada enam kursi yang diperebutkan.

Simpatisan Partai Keadilan Sejahtera mengikuti sosialisasi pemilu di Jalan Pajajaran, Kota Bogor, 20 Januari 2019. ANTARA /Arif Firmansyah

PAN juga menempatkan Abraham Lunggana di daerah pemilihan DKI III. Lulung—sapaan Abraham—sebelumnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI dari Partai Persatuan Pembangunan. Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas Lulung, yang bernomor urut satu, berada di peringkat kedua, di bawah anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris. “Kami bisa mendapat tambahan dua kursi dari Jakarta,” ujar Eddy. Pada 2014, PAN sama sekali tak mendapat kursi dari Ibu Kota.

Tapi Eddy juga memperkirakan ada kursi yang hilang. Misalnya di daerah pemilihan Jawa Tengah VII, yang meliputi Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen. Soalnya, tak ada lagi sosok yang kuat untuk bertarung di wilayah yang disebut-sebut sebagai “kandang banteng” itu. Wakil Ketua DPR dari PAN, Taufik Kurniawan, yang berasal dari daerah pemilihan itu, mendekam di penjara karena menjadi tersangka kasus gratifikasi dana alokasi khusus.

Partai Persatuan Pembangunan juga telah memetakan bakal kehilangan suara di sembilan daerah. “Tapi ada harapan di lima daerah pemilihan baru,” ujar Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani. Dia mencontohkan, PPP yang semula beroleh tiga kursi di DKI bakal kehilangan dua kursi. Menurut Arsul, penyebabnya adalah partai berlambang Ka’bah itu dianggap sebagai pembela penista agama. Pada putaran kedua pemilihan Gubernur DKI 2017, PPP mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Kala itu, Basuki berstatus tersangka penistaan agama.

Namun Arsul optimistis partainya bisa mendapat tambahan kursi di daerah pemilihan lain, seperti di Provinsi Aceh. Pada 2014, PPP hanya mendapat satu kursi. Kini, di daerah pemilihan Aceh I, yang meliputi Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar, dan Pidie, PPP memasang mantan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal.

Seperti PAN dan PKS, PPP berupaya menggarap suara pemilih muslim. Salah satu caranya adalah mendukung terwujudnya “Negara Kesatuan Republik Indonesia bersyariah” melalui penerapan undang-undang dan peraturan daerah syariah. Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi mengatakan isu itu dilontarkan untuk menarik lebih banyak suara. “Itu aspirasi umat. Kami dukung dengan tetap berlandaskan Pancasila,” ujarnya.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG, BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus