Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Eddy Hiariej, menyatakan pemerintah sampai saat ini belum bisa melakukan pembahasan pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Sebab, sampai saat ini RUU PPRT masih tertahan di DPR dan belum diparipurnakan untuk menjadi RUU usulan inisiatif legislatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU PPRT sudah menjadi pembahasan di DPR sejak tahun 2004. Namun setelah 18 tahun berlalu, RUU yang menjadi usulan badan legislatif itu tertahan dan belum juga diparipurnakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"RUU PPRT ini inisiatif baleg, namun sampai sekarang ini belum disahkan di Paripurna sebagai inisiatif DPR. Kami pemerintah bersikap pasif, kami baru bisa membahas secara prosedural jika DPR mengesahkan itu sebagai inisiatif DPR," ujar Eddy di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Pusat, Jumat, 30 September 2022.
Eddy menjelaskan, pemerintah tidak bisa melakukan intevensi apapun untuk mendorong DPR agar segera memparipurnakan RUU PPRT. Sebab, jika pemerintah aktif mendorong DPR memparipurnakan RUU PPRT, kemungkinan besar akan terjadi cacat prosedural.
"Nanti di-MK kan lagi, kita kena lagi," kata Eddy.
Pengesahan hanya butuh waktu dua pekan
Eddy menjamin pengesahan RUU PPRT di pemerintah hanya memakan waktu 2 pekan saja, jika urusan paripurna di legislatif selesai. Sebab, pemerintah memandang RUU ini sangat penting untuk perlindungan para pekerja rumah tangga atau PRT.
Salah satu fungsi jika RUU PPRT selesai, Eddy menyebut para PRT bakal mendapat jaminan keamanan hak kerja di dalam negeri. Aturan ini juga menjadi nilai tambah pekerja domestik Indonesia yang menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.
Eddy mengatakan, selama ini TKI yang bekerja sebagai PRT di luar negeri kerap mendapat tindak kekerasan dan ketidakadilan dalam bekerja. Pemerintah tempat PRT itu bekerja kerap tidak memberikan perlindungan kepada TKI, karena melihat di Indonesia tak ada aturan yang menjamin keamanan para ART.
"Jika memilki Undang-Undang ini, kita bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan tenaga kerja kita seperti yang negara lakukan," kata Eddy Hiariej.
M JULNIS FIRMANSYAH
Baca: Bentuk Satgas, Kantor Staf Presiden: Jokowi Dukung Pengesahan UU PPRT