Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan sebanyak puluhan ribu buruh di Tanah Air menggelar demonstrasi menolak pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja pada hari ini, Senin, 13 Maret 2023. Aksi besar besaran itu dilakukan maju sehari dari jadwal semula yakni besok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadwal unjuk rasa yang dimajukan tersebut, menurut Iqbal, merespons informasi yang beredar soal pengesahan Pemerintah Pengganti Undang-undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja awalnya akan disahkan dalam sidang paripurna pertama DPR RI setelah reses pada tanggal 14 Maret 2023, namun dimajukan menjadi tanggal 13 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Oleh karena itu, perlu dikawal dengan aksi untuk memastikan DPR RI tidak mengesahkan Perpu No. 2 tahun 2022 menjadi Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja," kata Said Iqbal melalui keterangan persnya, Senin 13 Maret 2023.
Said mengatakan, demonstrasi hari ini akan dipusatkan di Gedung DPR RI yang diikuti oleh ribuan buruh yang berasal dari wilayah Jabodetabek, Karawang, Purwakarta, Serang, dan Cilegon.
Tidak hanya itu, aksi serupa juga dilaksanakan serempak di beberapa kota industri antara lain Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Pekanbaru, Samarinda, Maluku, Maluku Utara, Papua, Mataram dan kota-kota industri lainnya.
"Ada juga kota non indsutri yang ada pengurus Partai Buruh, mereka melakukan aksi dengan membentangkan spanduk di pusat kota masing-masing. Total akan ada aksi di seluruh indonesia puluhan ribu buruh," kata Said.
Selanjutnya: Said mengatakan, ada empat tuntutan yang dibawa...
Said mengatakan, ada empat tuntutan yang dibawa oleh peserta unjuk rasa. Pertama, meminta DPR membatalkan pengesahan Perpu No. 2 tahun 2022 menjadi Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Kedua, mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT. Ketiga, menolak RUU Kesehatan.
Keempat, mendesak DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membntuk tim pencari fakta untuk melakukan audit forensik terhadap penerimaan pajak.
"Kalau perlu copot Dirjen Pajak karena ini persoalan serius, flexing atau memamerkan kekayaan telah melukai hati rakyat dan merusak rasa keadilan rakyat yang taat bayar pajak," kata Said lebih jauh tentang gerakan para buruh hari ini.
Pilihan Editor: Di Depan Kantor Dirjen Pajak, Buruh: Kasus Rafael hingga Eko, Bukti Reformasi Sri Mulyani Gagal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini