Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

‘Orang Bebas’ yang Kian Mengganggu

Publik menilai aksi preman sudah amat mengganggu, sementara operasi pemberantasan preman oleh Pemda DKI dirasakan tidak serius.

20 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Pasar Tanahabang, Jakarta Pusat, salah satu sentra ekonomi tempat tumbuhnya para preman, kutipan liar kepada para pedagang masih berlangsung. Bus, mikrolet, dan kendaraan umum lain yang lalu-lalang terus saja dimintai uang. Di berbagai tempat, jumlah “polisi cepek”—anak-anak muda yang mengutip uang jasa pengaturan lalu lintas—tak kunjung surut. Preman memang jadi problem klasik yang dihadapi Kota Jakarta. Dan Ibu Kota tak juga menjadi lebih aman kendati operasi pemberantasan preman oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta hampir sebulan berlalu.

Rentang aksi preman terbilang luas, dari teror dan kekerasan yang menyertai konflik politik, pencopetan, penodongan, hingga kutipan Rp 500-Rp 1.000 setiap kali preman “membantu” kita mencarikan taksi. Responden jajak pendapat TEMPO umumnya mengaku pernah diganggu preman.

Pada mulanya preman adalah kata yang bernilai netral (preman berasal dari kata freeman yang artinya orang bebas). Belakangan, seiring denga merosotnya ekonomi, preman telah menjadi profesi sendiri yang punya nilai ekonomi bagi pelakunya. Carut-marutnya sengketa utang-piutang yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan remuknya sistem perbankan melahirkan preman penagih utang yang mahir menebar teror. Para pejabat Orde Baru yang menjadi musuh publik tiba-tiba merekrut preman sebagai pengawal.

Ketika aksi demonstrasi menentang keluarga Soeharto sedang marak, para preman pula yang tampak berjaga-jaga di rumah Keluarga Cendana. Preman, dalam beberapa kasus, juga dipakai oleh para pengacara untuk memperkuat tekanan mereka terhadap lawan sengketa. Kunci penyelesaian preman sejatinya terletak pada penegakan hukum. Maka, lunglainya hukum—secara tak langsung—memberi pembenaran terhadap aksi main hakim sendiri oleh para preman.

Jika hal ini terus terjadi, akan lahir hukum rimba: yang menang adalah yang berotot. Menurut responden TEMPO, para preman tingkat bawah, yang gemar menakut-nakuti para pedagang sayur di pasar, mesti diberi kesempatan menjalankan profesi lain. Jika terus membandel, mereka harus ditindak. Di sini, peran pemerintah menjadi penting. Pembinaan preman secara sistematis dan penegakan hukum akan membuat para freeman tak perlu lagi bertumbangan di tangan para penembak misterius—seperti yang terjadi pada era 1980.

Bagaimanapun, preman adalah manusia: kejahatannya tetap perlu dibuktikan di muka hukum.

Arif Zulkifli


Apakah Anda pernah berurusan dengan preman?
Tidak pernah 63,4%
Pernah% 37,6%
Selama ini apakah Anda merasa diuntungkan atau dirugikan oleh preman?
Dirugikan 89,7%
Diuntungkan 9,3%
 
Dalam kasus apa Anda diuntungkan oleh preman?*
Membantu saya di jalan raya 66,7%
Menjaga rumah/toko/ tempat usaha saya 38,9%
Menjadi pengawal pribadi/pengawal keluarga saya 33,3%
Membantu menagihkan piutang saya 5,6%
* Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Dalam kasus apa Anda dirugikan oleh preman?*
Preman menodong/mencopet/merampok saya................51,4% 51,4%
Mengganggu saya ketika berlalu lintas (polisi cepek dll.).....49,7% 49,7%
Mengganggu saya ketika berjalan kaki (dicolek, dilecehkan dll.).................33,5% 33,5%
Meminta uang untuk jasa keamanan.......................... 26% 26%
Preman dipakai orang lain untuk menagih utang pada saya 1,2%
* Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Siapakah preman itu sebenarnya?
Sampah masyarakat yang perlu dibasmi 64,3%
Korban ketimpangan ekonomi yang perlu diselamatkan 34,7%
Tidak tahu 1%
 
Bagaimana persoalan preman sebaiknya diatasi?*
Menjebloskan preman ke penjara sesuai dengan kesalahannya 62,2%
Memberi pelatihan dan pekerjaan tertentu kepada preman 47,7%
Memberi perlindungan kepada masyarakat dari gangguan preman 23,8%
Menerapkan penembak misterius (petrus) 15%
 
Apa pendapat Anda terhadap operasi pemberantasan preman yang dilaksanakan Pemda DKI?
Operasi serius untuk memberantas preman 50,3%
Operasi temporer untuk menghabiskan dana saja 49,7%
 

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO, bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 513 responden di lima wilayah DKI, pada 27 April hingga 1 Mei 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode random bertingkat (multi-stages random sampling), dengan unit analisis kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.

    MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.30 WIB

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus