Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah memorandum II dijatuhkan, masih perlukah ada pertemuan antarpimpinan partai politik untuk meredakan ketegangan politik? (5 - 11 Mei 2001) | ||
Ya | ||
62.5% | 376 | |
No | ||
35.7% | 215 | |
Tidak tahu | ||
1.8% | 11 | |
Total | 100% | 602 |
HARAPAN publik terhadap pertemuan para tokoh partai politik secara informal rupanya cukup tinggi. Dalam jajak pendapat yang diadakan oleh situs berita TEMPO Interaktif pekan lalu, 62,5 persen pengunjung situs mendukung rencana PDI Perjuangan menggelar dialog antarpimpinan partai.
Mereka menilai, upaya pertemuan semacam ini cukup mampu membantu meredam ketegangan politik yang terjadi setelah bergulirnya memorandum kedua DPR untuk Presiden Abdurrahman Wahid. Cukup antusiasnya pengunjung situs mendukung rencana pertemuan yang mestinya digelar di Istana Batutulis, Bogor, Jumat pekan lalu, cukup mengundang pertanyaan, walaupun acara dialog ini akhirnya batal terlaksana.
Sebenarnya Presiden Abdurrahman pernah menggulirkan ide pertemuan antarelite politik beberapa saat lalu. Bahkan, Presiden telah menunjuk Menteri Luar Negeri Alwi Shihab sebagai salah satu penghubung dengan tokoh-tokoh nasional yang bakal hadir. Sayang, tanpa alasan yang jelas, akhirnya pertemuan yang dikenal sebagai pertemuan lima tokoh-Presiden Abdurrahman, Megawati, Akbar Tandjung, Hamzah Haz, dan Matori Abdul Djalil--itu gagal terlaksana.
Jika menengok ke belakang, pertemuan informal serupa telah beberapa kali bergulir. Sebut saja pertemuan Al-Azhar--nama ini muncul karena pertemuan itu pertama kali mengambil tempat di Masjid Al-Azhar, Jakarta--antara para elite partai politik. Juga aktivitas sejumlah anggota DPR, baik yang terkait dengan Kaukus 11 yang dimotori oleh mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri maupun aktivitas beberapa figur anggota parlemen yang kerap dijuluki "Kelompok Koboi". Jangan lupa pula pertemuan Ciganjur, yang dihadiri oleh Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, ataupun dialog di antara mereka yang dimotori oleh Sultan Hamengku Buwono X di Yogyakarta.
Lalu, apa manfaat sebenarnya dari dialog-dialog seperti itu? Mengapa belakangan hubungan antara beberapa elite politik tak seharmonis yang tersirat dari sejumlah pertemuan tersebut? Dalam konteks ini, harapan para pengunjung situs yang mendukung rencana pertemuan para tokoh partai politik sebaiknya dipahami sebagai sisa-sisa kepercayaan sebagian masyarakat terhadap figur pemimpin nasional.
Jajak Pendapat Pekan Depan:
Tim Penyidik Kejaksaan Agung diam-diam telah melakukan pemeriksaan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid berkait dengan dana Yanatera Bulog dan dana bantuan Sultan Brunei, pada 5 Mei 2001. Menurut Anda, apakah pemeriksaan Kejaksaan Agung terhadap Presiden Abdurrahman Wahid berjalan secara obyektif? Suarakan pendapat Anda melalui www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo