Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Amendemen UUD (II)

3 September 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL amendemen UUD telah bergulir sejak SU MPR 1999. Di Sidang Tahunan MPR, masalah ini terus berlanjut. Tampaknya, tak ada satu pasal pun dari UUD 1945 yang kebal amendemen. Maklum, konstitusi ini sejak pertama lahir tahun 1945 masih bersifat sementara. Namun, masih saja banyak pihak lupa atau sengaja lupa seolah pasal-pasal tertentu haram amendemen. Contoh, opini yang menghendaki Pasal 29 agar tidak diamendemen. Padahal, banyak kalangan mafhum, pasal yang satu ini tak mampu mandiri. Salah satu contoh sederhana sangat erat kaitannya dengan amendemen menyangkut hak asasi manusia Indonesia (HAM umat agamis). Di antara beberapa alternatif, pertama, (a) menambah kata Pancasila di Pembukaan UUD 1945. Bagian ini menjadi, ”... suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya. (b) dua ayat pada Pasal 29 UUD 1945 di tambah dengan ayat (3) yang berbunyi, ”Partai Komunis Indonesia (PKI), termasuk organisasi di massanya, sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Republik Indonesia. Serta, larangan setiap kegiatan non-akademik untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau jajaran komunisme/Marxisme-Leninisme.” Tanpa amendemen mendasar dalam pembukaan ini, hal itu memperlemah falsafah operasional pasal-pasal dan amendemen dalam batang tubuh. Seperti, dalam pelaksanaan di lapangan—telah terbukti dalam sejarah, bersistem presidensial—selama rezim Orde lama dan Orde Baru berjaya—Kepala Negara, Presiden dan Pangti berikut seluruh jajarannya tanpa kecuali kurang mengacu pada falsafah negara ”Pancasila”. Kedua, alternatif berbeda. Dapat diibaratkan sebuah kendaraan besar, seputar amendemen tahun 1999 berikut tahun 2000 produk lembaga tertinggi MPR. Sebuah kendaraan tahun 1945 yang mengantarkan anak bangsa menuju Indonesia baru yang bermasyarakat adil dan makmur, material, dan spiritual. Namun, kendaraan yang berturut-turut selama dua tahun (1999 dan 2000) turun mesin dan onderdil-onderdil utamanya diganti total. Dengan kata lain, amendemen pasal-pasal konstitusi yang mendekati seratus persen. Dalam kurun waktu menyongsong Pemilu tahun 2004, tampaknya kendaraan kuno buatan tahun 1945 tersebut memiliki kemampuan yang teramat sangat terbatas mengangkut anak negeri sebanyak lebih kurang 230 juta jiwa. Dalam kesempatan ini, apakah tak terpikirkan oleh para anggota MPR produk Pemilu 1999, individu maupun kolektif, bahwa mereka sedang mempertahankan sesuatu yang tak layak pakai, yang seyogianya telah diganti total sesuai dengan doktrin pembaruan. Dus, UUD 1945 plus segudang amendemen sesungguhnya layak untuk diganti dengan UUD baru, paling apes disebut UUD 2001. Suatu UUD baru yang benar-benar mampu mengantarkan bangsa ini ke ”Era Indonesia baru yang bermasyarakat adil dan makmur, material dan spiritual”. Tak ada salahnya bila saat ini MPR menugasi Panitia Ad Hoc terkait untuk merumuskan UUD baru, rancangan UUD 2001 sesuai dengan realitas. SUNGKOWO SOKAWERA Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus