Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda yakin Presiden SBY jujur mengatakan mendukung pilkada langsung?
(30 September--9 Oktober 2014) |
||
Ya | ||
7,2% | 241 | |
Tidak | ||
88,9% | 2.996 | |
Tidak Tahu | ||
3,9% | 133 | |
Total | (100%) | 3.370 |
Mata publik tertuju kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) gol di gedung kubah Senayan. Dengan undang-undang tersebut, hak rakyat memilih kepala daerah secara langsung beralih ke anggota Dewan. Tagar di Twitter pun bermunculan, mendesak Yudhoyono mengembalikan hak pilih langsung ke rakyat. Yudhoyono akhirnya menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Melalui perpu ini, dia mengganti mekanisme pemilihan dari tidak langsung menjadi langsung. Dalam Perpu tentang Pemerintah Daerah, Yudhoyono menghilangkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memilih gubernur, bupati, dan wali kota. Menurut dia, UU Pilkada tak mengakomodasi keinginan publik. Namun perpu itu tetap memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Direktur Lingkar Studi Masyarakat Madani, Ray Rangkuti, menuding Yudhoyonohanya bermain drama di akhir masa jabatannya sebagai presiden. Dia menyayangkan DPR bisa mengesahkan UU Pilkada. "SBY lebih mementingkan partainya daripada negara," ujarnya pada 6 Oktober lalu. Adapun pakar politik dari Universitas Parahyangan, Yunarto Wijaya, yakin Perpu Pilkada yang diterbitkan Presiden akan diterima Dewan. "Demokrat harus pasang badan demi perpu ini," kata Yunarto pada 8 Oktober lalu. Yunarto menjelaskan peluang diterimanya perpu terbuka karena sokongan dua partai yang akan datang ke koalisi Joko Widodo- Jusuf Kalla, yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat. "Jika perpu gagal, Partai Demokrat akan kehilangan kepercayaan." Namun anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan kemungkinan besar koalisi partai-partai pendukung Prabowo Subianto akan menolak Perpu Pilkada yang diterbitkan Yudhoyono. "Tentu akan kami evaluasi dulu nanti. Kalau alasan Presiden mengeluarkan perpu tidak luar biasa, tentu akan kami tolak," kata Desmond. Atas keraguan itu, Yudhoyono berkicau di akun Twitternya. Ia mengungkapkan adanya perjanjian dengan koalisi Prabowo Subianto menjelang penandatanganan perpu yang membatalkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. "Sekalipun sebagian kecil masih ragu perpu ini bisa lolos di DPR. Untuk menjawab keraguan ini, saya sampaikan beberapa hal yang terjadi menjelang penandatanganan perpu," kata Yudhoyono dengan membubuhkan tanda *SBY* di akhir cuitan. Tanda dua bintang merupakan tanda bahwa Presiden sendiri yang berkicau. Yudhoyono menyatakan ada persetujuan hitam di atas putih untuk mendukung perpu yang ditandatangani oleh para ketua umum dan sekretaris jenderal partai, baik dari Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, maupun Demokrat. Khusus PPP hanya ketua umum. "Mungkinkah kesepakatan dilanggar? Politik memang dinamis, tapi tetap ada etikanya. Saya percaya KMP," kata Yudhoyono. Toh, 88,9 persen atau 2.996 responden ragu akan niat Yudhoyono untuk memperjuangkan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Hanya 7,2 persen atau 241 responden yang bersikap sebaliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 11 Oktober 2014 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |