Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Filosofi Dunia Wayang

Surat pembaca filosofi wayang.

27 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jual Buku

SUDAH beberapa kali saya menerima kebaikan dari Tempo. Alhamdulillah. Saya dulu mengajar di sebuah sekolah menengah pertama swasta di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Saya juga punya hobi menulis. Saat ini saya sedang banyak menulis di majalah bahasa Jawa. Honornya tak seberapa. Kadang kalau tidak ditanyakan honor tidak dikirim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semoga ada pembaca Tempo yang mau membeli buku dan majalah koleksi saya. Ada buku Perang Pasifik karya P.K. Ojong, Pengalaman Haji di Tanah Suci (H Azkarmin Zaini), Dunia Arab (Philip K. Hitti), Sastrawan-sastrawan Indonesia (Usman Effendi), Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (H.B. Jassin), dan lain-lain. Juga majalah Tempo tahun 1990-1993, majalah Intisari terbitan 1966-2003, serta majalah bahasa Jawa, Panjebar Semangat dan Djaka Lodang, masing-masing lebih-kurang 25 eksemplar terbitan 2003. Ada pula bundel majalah HumOr terbitan 1993 dan lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika ada yang berminat, silakan kontak saya di nomor WhatsApp 0857-0-1981-500. Kenapa buku koleksi yang saya rawat dengan penuh cinta ini saya tawarkan kepada Anda? Sebab, sekarang saya sedang sangat membutuhkan uang untuk dikirim kepada anak saya yang kuliah di Bintaro. Semua buku yang saya tawarkan hanya perlu diganti dengan uang Rp 5 juta dan ongkos kirimnya saja.

Muhisom Setiaki
Temanggung, Jawa Tengah


Filosofi Dunia Wayang

DALAM dunia pewayangan, sering ditemukan filosofi yang bermakna positif dan bisa dicontoh ataupun diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu contoh yang sangat bagus didapati dalam kisah Raden Sumantri. 

Sebelum Raden Sumantri berangkat mengabdi kepada Prabu Arjuna Sasrabahu sebagai pembantu utama raja, ayahnya, Resi Suwandakni, memberikan wejangan yang sangat bermakna dan mengandung falsafah tinggi. 

Sebagai pembantu raja, dia harus mempunyai atau memenuhi beberapa kualifikasi. Pertama, tangguh, artinya memiliki keunggulan yang tidak hanya bersumber dari kekuatan fisik, tapi juga kekuatan pikiran, mental, dan karakter. Kedua, tanggon, yang bermakna bisa diandalkan dan tidak menjadi beban. Sebagai pembantu raja, dia adalah aset dan bukan liabilitas raja. Ketiga, tanggap, artinya memiliki kepekaan dalam menangkap realitas yang ada, baik secara tersirat maupun tersurat, dan mampu memberikan tanggapan dan reaksi cepat yang positif. Keempat, trengginas, yang bermakna memiliki mobilitas yang tinggi dan bisa menjadi “problem solver” dan cepat serta tepat dalam mengambil keputusan dan tindakan.

Tidak lupa Resi Suwandakni menambahkan pesan agar Raden Sumantri menjauhkan diri dari penyakit yang biasa menghinggapi orang yang sedang berkuasa, yaitu “merasa bisa tapi tidak bisa merasa”, “mencintai harta dan kekuasaan secara berlebihan”, serta “membangun sikap feodal yang membuat jarak dengan rakyat”. 

Seharusnya para pembantu presiden di negeri ini, yaitu para menteri dan segenap jajarannya, mempunyai sikap dan perilaku seperti falsafah yang disampaikan Resi Suwandakni kepada putranya, Raden Sumantri. Artinya, para pembantu presiden harus mempunyai kemampuan manajemen yang mumpuni, berperilaku terpuji, menjadi panutan, serta benar-benar mengabdi untuk kepentingan rakyat. Ini sangat bertolak belakang dengan apa yang tecermin pada pemerintahan sekarang, dan barangkali masih akan tecermin pada pemerintahan mendatang. Sebab, memang bukan perkara mudah mencari orang-orang dengan “kualifikasi” seperti dalam wejangan Resi Suwandakni.

Terlepas dari itu semua, presiden yang sekarang ataupun yang akan datang sebagai hasil Pemilihan Umum 2024 harus memberikan keteladanan kepada para pembantunya supaya mereka paling tidak bisa mendekati “kualifikasi” tersebut. Sebetulnya falsafah ini tidak hanya berlaku dalam organisasi pemerintahan, tapi harus menjadi filosofi segala macam bentuk dan jenis organisasi.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat 


RALAT 

Dalam artikel “Tangis Putri Menjelang Tengah Malam” edisi 22-28 Agustus 2022, ada kesalahan penulisan merek mobil. Tertulis “Toyota Lexus”. Seharusnya kata “Toyota” tidak ada. Mohon maaf atas kekeliruan ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus