Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Aplikasi Berlangganan Tempo

Aplikasi Tempo bermasalah karena sedang bermigrasi ke single brand. Tetaplah enak dibaca dan perlu.

5 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aplikasi Tempo

BELAKANGAN, kinerja aplikasi Tempo sering menjengkelkan. Saya sulit mengakses Koran Tempo dan majalah Tempo. Data acap gagal didapatkan, meski tautan artikel yang hendak dibaca berulang kali diklik. Kalaupun bisa diakses, data sering tidak tampil utuh. Yang tampil hanya paragraf pertama, selebihnya gambar kunci (tanda akses diblok) dan opsi untuk berlangganan. Padahal status saya jelas-jelas berlangganan aktif hingga tahun depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski diulang-ulang, upaya mengakses Tempo Digital Premium ini sering kali tetap gagal. Kejengkelan dan kekecewaan kian kental terutama ketika saya ingin membaca dan sedang punya cukup waktu untuk itu. Mohon perhatian dan perbaikan atas kinerja aplikasi Tempo Digital ini. Bagaimanapun, Tempo bagi saya sudah menjadi kebutuhan, karena sesuai dengan tagline sejak zaman baheula: “enak dibaca dan perlu. Jangan karena aplikasi tidak enak diklik, tagline tersebut lantas kehilangan makna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Kami sedang melakukan migrasi besar-besaran untuk menyongsong single brand. Rupanya, dalam proses itu ada gangguan serius pada sistem. Kami sudah menanganinya dan terus mengawasi proses perbaikan itu. Semoga tidak ada lagi gangguan serius setelah itu.


Invasi Tiongkok

SAYA seorang indigo. Saya belakangan ini terganggu oleh penglihatan adanya invasi Tiongkok ke Indonesia. Terlihat jelas dalam penglihatan tersebut orang-orang Tiongkok masuk seperti air bah dan melalap habis ruang hidup orang Indonesia.

Dalam penglihatan saya, Ibu Kota Nusantara (IKN), yang nyata-nyata meminggirkan penduduk lokal, akan diterapkan di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tiongkok melakukan invasi dan akuisisi serta menjadikan Indonesia koloni dengan meminggirkan pemilik tanah sehingga mereka berkuasa penuh atas Bumi Pertiwi. Penguasaan atas Indonesia berbeda dengan praktik-praktik yang diterapkan di negara lain, seperti Maladewa atau Sri Lanka. Di sana, penguasaan mereka tidak disertai pendudukan fisik.

Saya menyadari apa yang saya lihat tidak memiliki dasar empiris. Namun saya amat terbebani oleh penglihatan itu karena tak bisa melakukan apa-apa. Saya ingin berbagi beban melalui surat ini sebelum semuanya terlambat.

Dian Prasasti
Alumnus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat


Korupsi: Penyakit Akut

MMENDIANG Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung, pernah mengatakan: “Korupsi di Indonesia sulit dihilangkan karena rakyat Indonesia tidak percaya bahwa korupsi bisa diberantas.” Indonesia mempunyai tiga pilar penegak hukum yang diharapkan bisa menjalankan fungsinya dengan baik, terutama dalam pemberantasan korupsi: kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepolisian dan kejaksaan belum menunjukkan taji dan kini kewenanga KPK dipereteli.

Berbagai operasi tangkap tangan oleh KPK selama ini bukan merupakan prestasi, walaupun sedikit-banyak bisa menjadi shock therapy. Jangan sampai para penegak hukum sekadar memainkan “populisme hukum”. 

Presiden berganti dan setiap kali berkampanye semua kandidat selalu menebar janji-janji pemberantasan korupsi. Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hampir selesai juga tidak berbeda jauh dengan presiden-presiden sebelumnya. Tindak pidana korupsi bahkan makin masif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Apakah kita bisa menaruh harapan kepada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka? Kalau kita cermati situasi politik dari sekarang, sepertinya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan masih akan berlanjut. Rencana bergabungnya partai-partai yang kalah dalam pemilihan presiden akan menjadikan pemerintahan terpusat, cenderung otoriter, apalagi dengan menguasai ranah eksekutif dan legislatif. Kekuasaan berlebihan akan cenderung korup dan tidak ada yang bisa mengontrol. 

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus