Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo, 28 Agustus 2005
Meski banyak ganjalan, perjanjian damai RI dan GAM akhirnya diteken. Di Helsinki, dua belas ribu kilometer lebih dari Aceh, dialog damai itu akhirnya berujung pada perjanjian, Senin pekan lalu. Bertempat di gedung Government Banquet Hall milik pemerintah Finlandia, pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat menamatkan konflik bersenjata yang bergolak sepanjang 30 tahun di Tanah Rencong.
Tak ada perayaan besar di Helsinki. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin dan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka Malik Mahmud, masing-masing mewakili pemerintah dan kelompok pemberontak bersenjata, serempak membuka naskah perjanjian rangkap tiga. Lalu, keduanya mengguratkan mata pena di atas kertas. Damai.
Setelah itu, tak ada pidato dengan nada membakar. Meski memberikan catatan kritis dan cemas akan terulangnya kegagalan perdamaian masa lalu, Malik juga tak berbicara garang. Menteri Hamid bahkan berpidato literer. ”Pat ujuen han pirang, pat prang tan reda,” ujar Hamid, mengutip pepatah Aceh saat menutup sambutannya. Artinya, tak ada hujan yang tak reda, tak ada perang yang tak berakhir.
Dua belas ribu kilometer lebih jauhnya, ratusan ribu pasang mata di Aceh menyaksikan secara langsung acara itu di layar televisi. Di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, warga tumpah-ruah menonton acara tersebut. Mereka tersenyum. Mereka menangis. Pekan lalu, rakyat Aceh kembali berbondong-bondong ke bilik-bilik suara. Mereka memilih langsung pemimpinnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo