Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Pabrik Kertas Incaran Tommy  

Perusahaan Tommy Soeharto berencana membeli beberapa pabrik kertas yang tengah merugi. Puluhan miliar rupiah ia keluarkan untuk mengakuisisi perusahaan yang merugi itu.

22 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bagaimana Tommy Soeharto Berbisnis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN angkutan laut milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk, berencana membeli enam kapal baru dengan total investasi senilai Rp 1,28 triliun. Rencana itu dipaparkan manajemen Humpuss yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada akhir April lalu.

Selain bisnis angkutan laut, belakangan Tommy Soeharto berkecimpung dalam usaha supermarket, Goro Super Grosir, di Cibubur. Namun supermarket yang dibuka pada Oktober 2018 itu tutup dua tahun kemudian. Goro Super Grosir kemudian pindah ke Icon City Walk di Tangerang, Banten.

Tommy berbisnis sejak masa Orde Baru, ketika bapaknya berkuasa. Bisnis dia merentang dari otomotif, konstruksi, transportasi, hingga properti. Artikel majalah Tempo edisi 18 Desember 1993 berjudul “Jurus Baru Tommy: Akuisisi” menerangkan bagaimana ambisi Tommy memiliki beberapa perusahaan kertas. Berikut ini artikelnya.

Akuisisi perusahaan seperti yang dilakukan aktor Richard Gere dalam film Pretty Woman kini mulai ditiru oleh pelaku bisnis di negeri ini. PT Gading Mandala Utama (GMU), perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum, termasuk tangkas “membeli” komoditas semacam itu.

Dua pekan lalu, GMU mengakuisisi Asia Permai Group, milik konglomerat Mohammad Amid. Pers agak terperangah. Padahal beberapa bulan sebelumnya GMU telah membeli 55 persen saham PT Kertas Bekasi Teguh senilai Rp 66 miliar. Pada hari-hari menjelang akhir 1993, GMU malah bernegosiasi untuk mengambil alih pabrik kertas Gowa dan Ayuwangi.

Ekspansi GMU dengan jurus akuisisi tampaknya masih akan berlanjut. Bukan semata-mata karena ia berani membeli, tapi juga lebih dari itu, berani bersaing. Dalam tender memperebutkan PT Pabrik Kertas Gowa (PKG), misalnya, ia harus bersaing melawan Sinar Mas Group. “Kami saat ini sedang perang konsep dengan Sinar Mas,” ucap Direktur Pelaksana GMU Bambang Redjeki.

Tak disebutkannya bahwa selain Sinar Mas ada sembilan perusahaan yang mengincar Kertas Gowa, di antaranya Grup Bukaka, milik Fadel Muhammad. Adapun pihak Departemen Perindustrian, pemilik PKG, mengajukan persyaratan. Sesudah ambil alih, misalnya, PKG harus bisa beroperasi kembali dan untuk itu memerlukan dana Rp 70 miliar. Syarat lainnya, karyawan harus dipertahankan.

Menurut Direktur Keuangan PKG Ridwan Kristanto, Menteri Perindustrian telah merestui akuisisi Kertas Gowa oleh GMU. Bahkan Direktur Utama PKG sepekan ini berada di Jakarta untuk melakukan negosiasi dengan pihak GMU. “Sekarang tinggal menunggu persetujuan dari Departemen Keuangan,” tutur Ridwan.

GMU yang agresif itu ternyata baru didirikan oleh Hutomo Mandala Putra (Tommy) bersama temannya, Irvan Gading, pada 1989. Semula perusahaan ini lebih banyak mengerjakan proyek pemerintah, misalnya dari perusahaan daerah air minum. Salah satu anak perusahaan yang mungkin agak dikenal adalah PT Mandala Marmer Indonesia, berlokasi di Citatah, Jawa Barat.

Dua tahun belakangan, GMU aktif mengakuisisi perusahaan yang merugi. PKG, misalnya, selain merugi Rp 5 miliar, juga meninggalkan tunggakan kredit Rp 20 miliar kepada sejumlah bank. Tapi Tommy tak gentar. “Memang ini obsesi Mas Tommy,” ujar Bambang.

Langkah ini tentu seiring dengan langkahnya yang lain, yakni pembelian pabrik kertas Ayuwangi, anak perusahaan rokok Bentoel. “Kebetulan Mas Tommy teman baik Peter Sondakh,” kata Bambang. Seperti diketahui, Peter Sondakh adalah pemilik Bentoel. Sementara itu, tersiar kabar bahwa Tommy juga akan mengakuisisi pabrik kertas Leces Probolinggo, Jawa Timur. “Yang ini baru dalam taraf penjajakan. Dan pemerintah sendiri belum memberikan lampu hijau,” tutur Bambang.

Terlepas dari obsesi Tommy untuk berjaya di bisnis kertas, yang juga menarik adalah kesediaannya membeli perusahaan yang merugi. Untuk menyehatkannya tentu harus menyuntikkan dana guna membayar utang Asia Permai, misalnya, yang mencapai Rp 150 miliar lebih. Sebegitu jauh, belum terungkap berapa besar dana yang telah dikeluarkan Tommy untuk biaya akuisisi. Siapa yang menyokong pendanaannya juga masih tanda tanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus