Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Panas-Dingin Uang Kripto

Bursa mata uang kripto terus menggaet jutaan investor baru. Perlu kejelasan regulasi.

22 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Panas-Dingin Uang Kripto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK lebih dari gelembung yang suatu saat pecah dan kempis, mata uang kripto harus diwaspadai. Publik harus ekstra-hati-hati menyikapi meroketnya bisnis perdagangan mata uang virtual ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Otoritas perbankan Indonesia pagi-pagi sudah mengirim peringatan. Dalam banyak kesempatan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sudah menegaskan satu-satunya alat tukar yang diakui di Indonesia adalah rupiah. Bursa Efek Indonesia sejauh ini juga tidak membuka ruang buat bitcoin dan penggunaan mata uang kripto lain sebagai instrumen investasi. Satu-satunya legalitas formal untuk perdagangan duit virtual ini di Indonesia adalah izin penyelenggara bursa kripto yang diterbitkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Itu pun sebatas lisensi untuk perusahaan penjualan kripto, bukan pengaturan risiko keamanan buat nasabahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski tak ada jaminan memadai, orang ramai terus merangsek. Nilai transaksi mata uang kripto selama empat bulan pertama 2021 telah mencapai Rp 236 triliun. Saat ini tak kurang dari 5,6 juta orang di Indonesia terlibat dalam jual-beli duit digital. Tak mengherankan jika omzet perdagangan aset kripto per April 2021 mencapai Rp 1,7 triliun per hari, naik drastis dari dua-tiga tahun lalu. Tren cepat perkembangan transaksi kripto ini sungguh mengkhawatirkan.

Banyak orang tertarik menanam duit dalam mata uang kripto hanya karena ikut-ikutan. Tanpa memahami betul prinsip dasar mata uang itu, asal muasal penentuan valuasi, dan apa yang mempengaruhi naik-turun nilainya, para investor mudah terjebak. Bukannya meraup untung berkali-kali lipat, mereka bisa-bisa malah gigit jari.

Prinsip pertama yang paling mendasar adalah, berbeda dengan mata uang konvensional, tidak ada jaminan aset fundamental yang melekat pada setiap mata uang kripto. Setiap satuan koin virtual hanya setara dengan blok yang bisa “ditambang” oleh siapa pun dengan program tertentu di komputer. Karena itu, naik-turun valuasinya juga tidak bisa diukur dengan aktivitas ekonomi yang nyata di pasar.

Seorang “penambang” bisa mendapatkan blok senilai satuan mata uang kripto setelah menjalankan sebuah program komputer. Meski ada banyak kritik soal dampak lingkungan “penambangan” mata uang kripto, terutama terkait dengan besarnya energi listrik yang dibutuhkan, tak ada relasi apa pun antara nilai mata uang kripto dan untung-rugi perusahaan pengembang program komputer itu.

Dengan kata lain: ada unsur spekulasi dalam naik-turunnya nilai mata uang kripto. Melonjaknya nilai bitcoin, dogecoin, dan lain-lain belakangan ini lebih dipicu oleh naiknya volume permintaan dari para investor milenial setahun terakhir. Saking mudahnya berubah, sebuah mata uang kripto bisa kehilangan nilai dalam sekejap akibat cuitan dari akun media sosial Elon Musk, pendiri perusahaan mobil listrik Tesla yang punya jutaan pengikut.

Bursa mata uang kripto memang dimulai dari inovasi teknologi blockchain yang ditemukan pada 2008. Sebagai teknologi, blockchain punya banyak manfaat untuk mengurangi risiko peredaran mata uang palsu, penipuan kartu kredit dengan transaksi berganda, dan banyak lagi. Namun pemanfaatannya sebagai platform mata uang kripto masih menyimpan banyak persoalan. Apalagi sifatnya yang terdesentralisasi membuat mata uang kripto rawan dipakai sebagai sarana pencucian uang. Kejaksaan Agung, misalnya, menemukan aset bitcoin dalam penyidikan perkara penipuan asuransi Asabri, akhir tahun lalu.

Bukan hanya itu. Risiko lain yang tak kalah riil adalah larinya perusahaan penyelenggara bursa mata uang kripto. Ini sudah terjadi di Turki pada April lalu. Pemilik Thodex, sebuah platform transaksi mata uang kripto di sana, melarikan duit investor kripto senilai Rp 29 triliun. Ratusan ribu orang kehilangan investasinya karena hanya punya mata uang kripto, yang tak bisa ditukarkan ke bank. Risiko lain yang kerap terjadi adalah peretasan dompet kripto nasabah.

Para pengambil kebijakan tak boleh berpangku tangan menunggu insiden serupa terjadi di sini. Regulasi yang lebih jelas dibutuhkan agar publik bisa mempelajari dengan saksama apa saja risiko dari perdagangan mata uang kripto. Dengan begitu, setidaknya ada kesamaan pemahaman mengapa risiko terbesar investasi mata uang kripto memang semestinya ditanggung investornya sendiri.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus