Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura dibatalkan? (27 Juni-4 Juli 2007) | ||
Ya | ||
62,23% | 262 | |
Tidak | ||
34,92% | 147 | |
Tidak tahu | ||
2,85% | 12 | |
Total | 100% | 421 |
Komisi Pertahanan DPR menolak rumusan kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) antara Indonesia dan Singapura. ”Ini mengandung interpretasi bahwa Komisi Pertahanan DPR akan menerima jika isi DCA diperbaiki,” kata Ketua Komisi Pertahanan DPR Theo L. Sambuaga setelah rapat kerja Komisi Pertahanan dengan Menteri Luar Negeri di Jakarta, dua pekan lalu.
Keputusan itu dihasilkan setelah rapat yang berjalan alot karena sebagian anggota komisi ingin kerja sama itu dibatalkan. Pengusulnya, di antaranya anggota komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Abdillah Toha, mengusulkan perjanjian kerja sama tersebut tak diratifikasi. Namun rapat sepakat untuk menunggu perbaikan isi kerja sama tersebut.
Sebelumnya, Singapura menyampaikan keberatan terhadap permintaan pemerintah Indonesia agar mengubah beberapa poin mendasar dalam perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani pada 27 April lalu di Bali. Keberatan itu langsung dikomentari Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. ”Singapura berusaha memacetkan proses perjanjian kerja sama pertahanan agar perjanjian ekstradisinya juga macet,” ujarnya.
Namun pemerhati militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, tak percaya Singapura melakukan seperti yang dituduhkan Juwono. Menurut dia, sumber masalah justru ada di Indonesia, yang harus menyelesaikan penyusunan aturan pelaksanaan secara detail. ”Saya yakin, paling lama akhir 2009 masalah ini akan selesai,” ujarnya.
Seorang responden Tempo Interaktif di Medan, Hot Maringan, termasuk yang setuju bila dibatalkan. Menurut dia, dengan adanya perjanjian itu, Singapura lebih diuntungkan karena bisa melakukan latihan militer. Sedangkan Indonesia belum tentu bisa membereskan korupsi yang dilakukan orang-orang yang kini kabur ke Singapura. ”Pemerintah sudah membuat kesalahan besar,” ujarnya.
Namun Abiyoso Alifianto di Surabaya berpendapat sebaliknya. ”Indonesia perlu bekerja sama dengan Singapura karena teknologi pertahanannya cukup maju. Hanya 35 persen responden yang sejalan dengan Abiyoso. Sebagian besar yang lain sependapat dengan Hot Maringan.
Indikator Pekan Ini: Dua partai besar, Partai Golkar dan PDI Perjuangan, ingin agar pemilihan presiden hanya berlangsung satu putaran. Dua partai itu mengusulkan batas minimal perolehan suara partai atau gabungannya yang boleh mencalonkan presiden dinaikkan menjadi 30 persen, atau 10 persen lebih tinggi dari aturan sebelumnya. Dengan peraturan itu diharapkan hanya akan ada dua sampai tiga pasang calon presiden dan wakil presiden yang bersaing dalam pemilihan presiden. ”Dengan begitu, pemilihan presiden bisa satu putaran,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Priyo Budisantoso. Persyaratan pencalonan presiden dalam RUU paket politik yang diajukan pemerintah masih memakai angka 20 persen. Partai lain tidak sependapat. Wakil Ketua Umum DPP PPP Chozin Chumaidy malah ingin menurunkan angka 20 persen menjadi 15 persen. ”Masyarakat butuh banyak pilihan.” Sementara PAN minta lebih kecil lagi, menjadi hanya 10 persen. Setujukah Anda, penyederhanaan pelaksanaan pemilihan presiden yang berlangsung satu putaran? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo