Bisakah tempo tampil tanpa cacat?

TEMPO adalah majalah yang paling banyak diburu dan disukai orang Indonesia di Arab Saudi. Di kota suci Mekah, misalnya, pada setiap malam Jumat, majalah ini dan berbagai media massa Indonesia lainnya ditunggu orang. Baik warung Puncak maupun warung Surabaya di kota itu penuh sesak oleh langganan untuk belanja dan mencari berita. Namun, saya merasa kecewa dengan TEMPO, terutama pada terbitan akhir tahun dengan judul "Dunia Macam Apa Lagi?" Dari pengamatan saya, beritanya lebih banyak tentang masalah ekonomi. Padahal untuk sebuah rangkuman harus lebih lengkap dan padat, baik pandangan yang telah berlalu maupun yang akan datang. Nah, kenapa TEMPO lupa dengan peristiwa olahraga? Pada 1990 itu, antara lain, ada Piala Dunia sepak bola dan SEA Games. Kemudian, dalam mewawancarai beberapa tokoh dari berbagai peristiwa dan masalah, TEMPO terlalu monoton. Artinya, orang yang ditampilkan hanya orang-orang itu saja. Misalnya Amien Rais, Ridwan Saidi, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid. Itulah orang-orang yang muncul dalam TEMPO. Ini bukan berarti saya tak senang pada mereka itu, tapi alangkah baiknya bila tokoh yang lain ditampilkan untuk diajak bicara. Bahkan, bila mungkin, bukan seorang intelektual pun bisa diminta pandangannya. Satu lagi yang membuat saya kecewa adalah raibnya halaman beritanya, terutama rubrik luar negeri. Apalagi berita itu sangat menyudutkan Amerika, ia dihitamkan atau dirobek. Untuk terbitan akhir 1990, misalnya, ada lima lembar yang dirobek, di antaranya kilas balik '90. Hal serupa terjadi pada terbitan awal Januari 1991. Kembali berita luar negeri dirobek. Saya kecewa, karena berita hangat yang saya nantikan -- menyangkut negeri tempat saya tinggal -- tidak ada. TEMPO, bisakah kau tampil di hadapan pengagummu tanpa cacat? Ke mana dan di manakah halamanmu yang menghilang itu? BUNYAMIN Z.M. PO. Box 5171 Al Maabdah, Mekah Arab Saudi