Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA Amerika Serikat menghantam Afganistan karena dituding menjadi biang terorisme, banyak orang khawatir aksi AS itu tak akan berhenti di satu negara. Setelah rezim Taliban rontok Desember tahun lalu, kekhawatiran itu mulai terbukti. Amerika mengancam Irak, Iran, dan Korea Selatan karena tudingan serupa. Negeri adidaya itu juga memperingatkan pemerintah beberapa negara Asia agar berhati-hati karena benih-benih teroris sedang bersemi di kawasan ini.
Dasarnya belum jelas betul. Amerika hanya menyebut bahwa jaringan Al-Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin telah menyebar ke seantero bumi: dari Afrika hingga Asia Tenggara. Di Filipina, polisi lokal menangkap sejumlah orang, termasuk Fathur Rahman Al-Ghozi, anak Madiun yang memegang paspor Indonesia dan Filipina, dengan tuduhan merencanakan pengeboman kedutaan AS di Manila, Singapura, dan Indonesia.
Kepolisian Indonesia yang melakukan penyelidikan ke Malaysia, Singapura, dan Filipina memastikan ada empat warga Indonesia yang terkait jaringan teroris. Responden jajak pen-dapat TEMPO meragukan hasil penyelidikan ini. Meski gerakan Islam radikal tumbuh di Indonesia, responden menilai tidak berarti semuanya bisa dikategorikan sebagai teroris. Kebencian pada Amerika tidak serta-merta berarti seseorang bisa disebut pelaku teror.
Al-Qaidah memang memiliki jaringan. Tapi tak pernah terbukti bahwa jaringan itu solid dan hanya tunduk pada satu komando. Jikapun ada rencana aksi terhadap Amerika di Asia Tenggara, masih sulit dibuktikan mereka merupakan cabang Al-Qaidah. Responden menilai pernyataan AS bahwa Al-Qaidah telah tumbuh di Asia Tenggara lebih merupakan bentuk kekhawatiran. AS tak ingin sekali lagi kecolongan—seperti ketika menara kembar World Trade Center di New York dihantam dua pesawat bajakan September tahun lalu.
Dengan pengaruhnya yang besar di Asia Tenggara, AS tak sulit memperoleh sokongan pemerintah lokal. Di Malaysia, Perdana Menteri Mahathir Mohamad menangkap sejumlah aktivis gerakan Islam. Di Filipina, pemerintah bahkan mengundang militer AS untuk melakukan latihan bersama guna menakut-nakuti gerakan pembebasan Moro di Filipina Selatan. Indonesia relatif berhati-hati menghadapi tekanan AS ini. Undang-undang antiteroris akan dibuat. Tapi belum jelas kapan dilaksanakan dan bagaimana bentuknya. Penangkapan besar-besaran terhadap aktivis Islam radikal, misalnya, tidak pula terjadi.
Sikap ini disokong responden. Meski gerakan Islam radikal berbahaya (terutama jika mereka melakukan kekerasan dan perusakan), prioritas pemerintah Indonesia bukanlah membersihkan gerakan ”teroris” seperti yang diharapkan AS. Masih banyak agenda lain yang harus diselesaikan pemerintah. Mengatasi banjir, kemiskinan, dan pengangguran rasanya lebih penting ketimbang menggebuk gerakan Islam radikal.
Arif Zulkifli
Percayakah Anda ada WNI terlibat jaringan terorisme internasional? | |
Tidak percaya | 69,53% |
---|---|
Percaya | 30,47% |
Jika tidak percaya, apa alasan Anda?* | |
Sebelum dipastikan pengadilan, tidak bisa dikatakan warga negara Indonesia terlibat | 50,00% |
Muslim Indonesia dikenal santun dan tidak suka kekerasan | 39,04% |
Pelaku teror yang ditangkap berkewarganegaraan ganda, sehingga diragukan keindonesiaannya | 26,97% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Jika percaya, apa alasan Anda?* | |
Telah lama gerakan Islam radikal berkembang di Indonesia | 46,15% |
Keterlibatan WNI dalam terorisme intenasional telah diungkap oleh polisi internasional | 33,33% |
Banyak orang Indonesia yang ingin menghancurkan AS | 32,05% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Apakah terorisme internasional—dalam arti gerakan terorganisasi yang melibatkan dana dan orang banyak—benar-benar ada? | |
Ya | 83,01% |
Tidak | 16,99% |
Dari dua hal di bawah ini, mana yang lebih Anda percayai? | |
Sinyalemen adanya jaringan teroris internasional yang melibatkan warga Asia hanya ekspresi ketakutan AS | 62,89% |
Jaringan terorisme internasional yang melibatkan banyak warga Asia benar-benar ada | 37,11% |
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah Indonesia menghadapi desakan AS untuk menindak kelompok Islam radikal yang terindikasi terlibat teror internasional? | |
Memeriksa dengan seksama keterlibatan mereka | 80,47% |
Langsung menangkap dan memenjarakan mereka | 10,94% |
Membiarkan kelompok Islam radikal tumbuh sebagai pengimbang kekuatan AS | 6,64% |
Metodologi jajak pendapat :
- Jajak pendapat ini dilakukan Majalah TEMPO bekerja sama Insight. Data diambil dari 512 responden di lima wilayah DKI pada 16-19 Februari 2002. Dengan menggunakan ukuran sampel tersebut, estimasi terhadap nilai parameter mempunyai margin error 5 persen. Survei dilakukan dengan metode multisampel acak bertingkat, dengan unit analisis kelurahan dan rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan tatap muka dan telepon.
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo