Sangat menarik kupasan sebuah harian Ibu Kota edisi Minggu, 21 Februari 1993, tentang buku-buku memoar para tokoh. Dari memoar, pembaca (khususnya generasi penerus) bisa mencari tahu dan teladan kejuangan pendahulunya. Satu hal bagi saya yang memprihatinkan mengenai buku-buku jenis memoar adalah harganya yang mahal, lebih-lebih buku memoar dengan pengarang berkualitas sastrawan. Dengan adanya kondisi harga mahal dan tidak terjangkau masyarakat pembaca, saya pesimistis nilai-nilai sejarah yang ada dalam memoar bisa meluas. Untuk yang berkocek tebal, memang tak jadi masalah. Tapi bagi yang pas-pasan, lain lagi ceritanya. Tentu jalan pintasnya adalah memfotokopi. Melanggar hak cipta? Daripada tidak punya. Andaikata boleh saran, bagaimana kalau buku-buku jenis memoar mendapat subsidi dari Pemerintah? Saya jadi ingat Depsos, Depdikbud, dan Arsip Nasional RI, yang punya kepentingan terhadap sejarah bangsa. Arsip Nasional RI, contohnya, punya proyek sejarah lisan dan dengan gigih melakukan wawancara dengan para pelaku sejarah sebagai upaya memperbanyak data sejarah. Mungkinkah penyubsidian ini terwujud sehingga harga buku bisa murah dan misi sejarah terlaksana? Semoga. SUHERMAN PT Bank Utama (Kantor Pusat) PO Box 1471, Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini