Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Damura semula dimaksudkan sebagai proyek penggalangan dana masyarakat untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Maklum, KONI perlu uang lantaran kas mereka paling tidak mesti berisi Rp 100 miliar per tahunya. Dana itu antara lain untuk membiayai kegiatan olahraga nasional dan Proyek Garuda Emas SEA Games mendatang. Meski belakangan ada pengusaha semacam McDonald's yang sudah setuju menyumbang Rp 1 miliar, toh belum ada lagi "McDonald's" lain dengan Rp 1 miliar kedua, ketiga, sampai keseratus. Akibatnya, mau tak mau KONI harus menggandeng PT MMM menggelar Damura.
Program Damura dilakukan lewat penjualan kupon seharga Rp 5.000 dengan iming-iming hadiah uang sampai Rp 25 juta. Yang menjual dan membagi hadiah adalah PT MMM itu. Nah, sebagian kecil hasil penjualan kupon (6,5 persen) akan dimasukkan ke kas KONI untuk biaya pembinaan. "Tapi jangan dilihat 6,5 persennya. Persentase itu adalah porsi yang terbesar. Sebab, untuk hadiah saja sudah 50,8 persen, sedangkan untuk kami sendiri cuma 1,4 persen," kata Mutia, yang juga istri Dali Taher, anggota Komisi Perencanaan dan Anggaran KONI.
Namun, rencana ini memicu kontroversi. Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Salam Nawawi, misalnya, mencurigai Damura sebagai salah satu bentuk judi. Sebaliknya, Wakil Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Pambagio, Damura sejatinya bukan masalah. Yang penting, bagi Agus, ada kejelasan dalam hal penggunaan uang rakyat, misalnya melalui sistem audit keuangan yang baik. "Kalau pelaksanaannya menyimpang dari kesepakatan, akan kita kejar mereka," ujar Agus.
Jajak pendapat TEMPO memperlihatkan sikap publik yang agak mendua dalam menyikapi Damura. Hal itu bisa dilihat dari kenyataan bahwa meski jumlah responden yang menolak proyek Damura diteruskan lebih banyak, selisihnya tidak jauh berbeda dari jumlah mereka yang setuju. Ini menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang menyukai "impian" dan iming-iming yang menggoda cukup besar.
Mayoritas responden yang menolak beralasan bahwa Damura sama dengan judi. Selain itu, tugas mengumpulkan dana olahraga bukan di pundak masyarakat melainkan pemerintah. Dengan kata lain, kalau organisasi olahraga kekurangan uang, pemerintahlah yang harus menyediakannya. Begitu kira-kira argumentasinya. Apalagi kenyataan menunjukkan, prestasi olahraga negeri ini tetap jeblok walau digelontor duit berapa pun.
Sementara itu, responden yang setuju Damura diteruskan beranggapan bahwa permasalahan olahraga merupakan tanggung jawab bersama. Ya pemerintah, ya masyarakat. Proyek itu perlu diteruskan demi meningkatkan prestasi olahraga nasional dan membantu pembiayaan KONI.
Walaupun demikian, peserta jajak pendapat tampaknya punya niat yang sama. Sebagian besar dari mereka sepakat tidak akan membeli kupon Damura seandainya kelak tetap akan beredar. Jadi, tampaknya Mutia mesti mengakhiri Damura sampai di sini saja.
Wicaksono
Apakah proyek Damura perlu diteruskan? | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tidak | 55%Ya | 45% | | Jika "ya", apa alasan Anda? | Masalah olahraga merupakan tanggung jawab bersama | 74% | Demi meningkatkan prestasi olahraga nasional | 64% | Untuk membantu membiayai KONI | 49% | Damura bukan judi | 34% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | Jika "tidak", apa alasan Anda? | Damura sama dengan judi | 75% | Dana olahraga merupakan tanggung jawab pemerintah | 44% | Toh, prestasi olahraga tetap jelek | 26% | Prestasi olahraga tidak berhubungan dengan dana | 16% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | Seandainya proyek Damura jalan terus, apakah Anda akan membeli kuponnya? | Tidak | 62% | Ya | 37% | | Menurut Anda, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab mendanai kegiatan olahraga nasional? | Pemerintah dan masyarakat | 39% | KONI dan induk olahraga lainnya | 25% | Pemerintah | 23% | Para pengusaha | 11% | Masyarakat | 3% | | |
---|
Metodologi jajak pendapat ini:
Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 513 responden di lima wilayah DKI pada 28-29 Februari 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo