Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai majalah, penampilan Neo memang agak tak lazim. Dengan sampul dua muka, untuk membaca majalah berbahasa Inggris dan Indonesia ini pembaca harus menjungkirbalikkannya kalau mau membaca tuntas seluruh isinya. Dan, untuk semua itu pembaca bisa menebusnya dengan harga majalah lokal yang paling mahal selama ini: Rp 30 ribu per eksemplar.
Majalah bermoto guide to good living (panduan untuk hidup yang bergaya) ini menyajikan artikel dalam format bagi laki-laki dan perempuan. Sesuai dengan namanya, Neo, yang berarti baru, majalah ini memakai cara pandang baru dalam menuliskan artikel tentang interior, arsitektur, mode, dan lain-lain. Majalah ini mengajak pembaca ''masuk ke dalam kenikmatan" arsitektur, interior, dan mode lewat bahasa gambar. ''Kami menekankan aspek visual dengan keyakinan bahwa orang sudah mulai tidak memiliki banyak waktu untuk membaca, sehingga mereka menghendaki bacaan yang instan," kata Erwin Arnada, Pemimpin Redaksi Neo.
Membidik pembaca yang diperkirakan memiliki deposito di bank minimal Rp 100 juta per tahun, Erwin optimistis Neo bisa menjaring iklan per tahun Rp 6 miliar. Kalau target itu tercapai, Neo akan mencapai titik impasnya dalam tiga tahun. Cuma, tampaknya ini tidak mudah. Sebab, melihat data lembaga riset AC Nielsen, jumlah belanja iklan untuk semua majalah yang ada cuma sekitar Rp 186 miliar.
Mungkin itu sebabnya pengajar manajemen dan pemasaran dari Universitas Indonesia, Dr. Rhenald Kasali, menilai langkah Neo terlalu berani. ''Mereka masuk ke pasar yang sangat ramai," kata Rhenald. Melihat penampilannya, Neo diperkirakan akan masuk ke pasar yang setidaknya juga dibidik majalah bulanan wanita yang juga cukup mahal, Kosmopolitan (Rp 19.500) dan Dewi (Rp 17.500). Menurut catatan Media Scene terbitan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, dua majalah yang cukup sarat dengan iklan produk kelas atas itu pada 1998 hanya berhasil menjala iklan masing-masing sekitar Rp 5 miliar.
Namun, Erwin yakin, pasar untuk Neo adalah ceruk yang belum digarap. Tak hanya menjaring kalangan atas, majalah berkonsep unisex ini juga tak hanya ditujukan untuk wanita. Tambahan lain, untuk menjaring pembaca mancanegara, majalah ini juga menggunakan bahasa Inggris, selain bahasa Indonesiakonsep yang belum dilakukan majalah lain.
Majalah Neo, seperti kata Erwin, adalah sebuah eksperimen. Pengaturan halaman yang inkonvensionalharus membalik tubuh majalah untuk membaca halaman tiap gendermenunjukkan ciri eksperimental itu. Eksperimen, bagaimanapun, bisa gagal bisa pula berhasil. Waktulah yang akan memutuskannya.
Kelik M. Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo